Tular Nalar, Cara Cerdas Belajar Literasi Digital

Tular Nalar, Cara Cerdas Belajar Literasi Digital – Menggunakan media sosial ataupun aplikasi chatting, memang perlu hati-hati. Kalau tidak, bisa esmosi sendiri. Harus pula pandai membagi waktu, jangan sampai kebablasan membaca komentar-komentar warganet yang pedas-pedas lalu kepedasan sendiri.

 

Warganet Indonesia yang Tingkat Kesopanan Digitalnya Rendah

 

Pastinya masih segar dalam ingatan bagaimana Microsoft menyampaikan hasil studinya yang bertajuk "Civility, Safety, and Interactions Online 2020". Hasil studi yang menghebohkan netizen Indonesia ini dirilis bersamaan dengan Digital Civility Index (DCI) 2020.

Tujuan studi tersebut adalah untuk mengukur tingkat kesopanan digital dari pengguna internet dunia saat berkomunikasi di dunia maya. Hasilnya …  warganet Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara.


Tular Nalar

Apakah gerangan penyebabnya?

Kompas.com (25/2/2021) melansir, penyebab kelakuan masyarakat Indonesia tidak sopan di internet adalah: hoaks dan penipuan (47%), ujaran kebencian (27%), dan diskriminasi (13%).

Realita sih ya, kalau saya bilang. Sering kali saya membaca komentar-komentar tidak sopan dalam berbagai portal/situs dan postingan media sosial. Anehnya, biarpun kontennya baik-baik saja koq ya bisa-bisanya ada yang berkomentar buruk.

 

Menahan Arus Infodemi

 

Jadi, memang butuh kecerdasan menyikapi berbagai hal di dunia maya, termasuk dalam menyikapi informasi seputar covid-19 yang banyak beredar. Dalam website Tularnalar.id disebutkan bahwa salah satu persoalan yang meresahkan dalam masa pandemi ini adalah munculnya “infodemi” yang dianggap WHO sama berbahayanya dengan pandemi. Kosa kata baru, yah.

Disebutkan pula pengertian infodemi, yaitu: keberlimpahan informasi terkait pandemi yang justru menimbulkan berbagai bentuk kekacauan informasi seperti misinformasi, disinformasi, dan malinformasi.

Masih saya kutip dari Tularnalar.id, pengertian dari misinformasi, disinformasi, dan malinformasi sebagai berikut:

  • Misinformasi: informasi salah yang disebarkan oleh orang yang memercayainya sebagai kebenaran.
  • Disinformasi: informasi salah yang disebarkan oleh orang yang tahu bahwa informasi itu salah, jadi ada kesengajaan.
  • Malinformasi: informasi yang berdasarkan realitas namun digunakan untuk merugikan orang, organisasi, atau negara lain.

Ketiga hal di atas inilah yang berkelindan menjadi hoaks covid-19 dan membuat kepanikan makin menjadi nyata di kalangan masyarakat kita. Bukannya membantu, malah membuat keadaan menjadi kisruh.

Oleh karenanya, penting adanya penyelenggaraan literasi digital mengingat pada zaman sekarang, mulai dari anak-anak hingga orang tua memiliki kemampuan untuk seketika menyebarluaskan apapun yang ada dalam pikiran dan perasaannya melalui gadget dalam genggamannya.

 

Literasi Digital untuk Sangkal Hoax

 

Artikel berjudul Literasi Digital yang Sebaiknya Kita Pahami dalam website Tularnalar.id mengungkapkan bahwa literasi digital yang dimaksud bukanlah sekadar bagaimana menggunakan komputer (atau gawai), melainkan mencakup 3 macam literasi berdasarkan pendekatan post-critical Stuart A. Selber tentang literasi komputer berikut:

  • Literasi fungsional yang memandang komputer dan gadget sekadar alat yang kita gunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan/keperluan.
  • Literasi kritikal yang memandang semua lini kehidupan kita tak terlepas dari cara berpikir kritis terhadap dunia teknologi dan informasi. Sebagai pengguna teknologi, kita yang harus cerdas menyikapi informasi yang diperoleh.
  • Literasi retoris yang mencakup perspektif literasi fungsional dan kritikal dengan produk yang kita dapatkan. Yang mana setelah menjadi pengguna (fungsional) dan pengevaluasi (kritikal), kita bisa menjadi produsen, menjadi bagian dari teknologi yang menciptakan solusi sesuai kultur dan konteks populer.

Tular nalar di website
Berhenti Sejenak Sebelum Jempol Bertindak. Sumber gambar: tularnalar.id.

Nah … nah … sampai sini, apakah teman-teman menyadari saya menuliskan beberapa kali mengenai situs Tularnalar.id? Yeah, selanjutnya saya mau bercerita tentang Tular Nalar yang saya ikuti launching-nya pada tanggal 4 Maret kemarin.

 

Apa Itu Tular Nalar

 

Tular Nalar, dengan tagline-nya “Bukan Sekadar Paham” merupakan portal pembelajaran online yang diciptakan untuk membantu meredam laju infodemik yang ramai beredar. Portal ini diperlengkapi dengan berbagai materi dari dari para ahli literasi media dan digital mengenai cara berpikir kritis yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

 

Materi Interaktif Tularnalar

 

Materi interaktif yang bisa diakses dalam website Tularnalar.id mencakup:

  1. Berdaya Internet.
  2. Internet dan Ruang Kelas.
  3. Internet dan Kesehatan.
  4. Menjadi Warga Digital.
  5. Internet dan Keluarga.
  6. Internet Damai.
  7. Internet dan Siaga Bencana.
  8. Internet Merangkul Sesama.

Menariknya, setiap topik tidak hanya menyediakan tulisan berbobot dari para ahli yang menyajikan data dan fakta. Dalam setiap topik tersedia video yang bisa membantu pemahaman. Saya betah nonton videonya, tak ada bagian yang di-skip karena disajikan dengan menarik dan menghibur.


Materi Tular Nalar
7 dari 8 materi Tular Nalar (kiri). Kuis (kanan).

Selain itu, di bagian akhir setiap topik ada kuis yang akan menguji pemahaman kita mengenai materi yang diberikan. Kalau dapat skor 10/10, hasilnya bisa dibagikan ke akun media sosial kita. Siapa tahu bisa memotivasi orang lain juga untuk belajar literasi digital, kan?

Kalau Anda seorang guru, bisa banget nih materi-materinya diunduh untuk dijadikan pembelajaran seru dan interaktif yang mampu memotivasi para siswa berpikir kritis.

 

Cerita dari Peluncuran Tularnalar

 

Saat mengikuti event daring peluncuran Tularnalar.id, saya mengikutinya melalui aplikasi Tular Nalar yang di-download dari Google Play Store. Menggunakan card board VR (virtual reality), keseruan peluncurannya bisa disaksikan seolah-olah saya berada di ruang yang sama dengan para nara sumber.

Oya, ada 2 pilihan cara lain untuk bertualang seru dalam aplikasi ini selain mode VR. Yaitu mode Non VR (360 derajat) dan Swipe. Nonton dengan moda Non VR dan Swipe pun ternyata tak kalah serunya dengan nonton menggunakan mode VR, lho!


Launching Tular Nalar
Beginilah yang tampak dalam aplikasi (Android) Tular Nalar,
mode Non VR (360 derajat).


 

Konsorsium Tular Nalar

 

Google.org mendukung MAARIF Institute, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), dan Love Frankie menyelenggtarakan program Tular Nalar. Semenjak pertengahan tahun 2020, program ini beritikad melatih 26.700 guru, dosen, dan guru honorer dari 23 kota di Indonesia.

Mereka dilatih cara mengidentifikasi dan memerangi misinformasi. Di samping itu mereka dibekali juga dengan keterampilan literasi media yang relevan.

Agar publik yang dijangkau lebih luas, Konsorsium Tular Nalar juga meluncurkan website Tularnalar.id untuk memberikan akses kepada sebanyak-banyaknya dosen, guru, siswa, dan masyarakat guna bersama-sama memperkaya diri dengan pengetahuan yang bisa dipergunakan untuk melawan misinformasi.

Saat peluncuran website, melalui Dirjen Aplikasi Informatika (Samuel A. Pangerapan), Kementerian Komunikasi dan Informatika RI memberikan apresiasinya positifnya mengingat data yang ada, yaitu sejak Januari tahun 2020 – Januari 2021 ada ±1500 hoax yang beredar mengenai covid-19.

 

Nonton via aplikasi
Jelajahi asyiknya materi literasi digital via aplikasi.

Mereka yang Berada di Balik Tular Nalar

 

Google.org

 

Merupakan organisasi filantropi Google yang mendukung organisasi-organisasi nonprofit yang berupaya mengatasi masalah-masalah kemanusiaan dan menerapkan inovasi berbasis data yang bisa diskalakan untuk memecahkan tantangan-tantangan terbesar di dunia. Google.org membantu dengan cara menyediakan akses terhadap kombinasi dukungan yang unik mencakup pendanaan, produk, dan keahlian teknis dari para relawan di Google. Berharap terciptanya dunia yang ideal bagi semua orang, melalui teknologi dan inovasi mampu mentransformasi empat area penting, yaitu: pendidikan, ekonomi, peluang, inklusi, dan respon terhadap krisis.


Card board VR

MAARIF Institute

 

Didirikan pada tahun 2002, Maarif Institute memiliki komitmen dasar sebagai gerakan kebudayaan dalam konteks Islam, kemanusiaan, dan kewarganegaraan. MAARIF Institute memiliki dua ruang lingkup kerja yaitu penelitian dan intervensi sosial. Hal tersebut tertuang dalam program terkait toleransi dan pencegahan ekstremisme kekerasan, kewarganegaraan, inklusivitas, intervensi pendidikan bagi guru dan siswa, serta pluralisme dan media. MAARIF Institute didirikan oleh Ahmad Syafii Maarif, mantan ketua organisasi Islam Muhammadiyah. Sejak 2016 hingga sekarang, dengan dukungan YouTube Creators for Change dan Google.org, MAARIF Institute mengadakan program literasi media untuk membangun ketahanan masyarakat berbasis sekolah.

 

MAFINDO

 

Komunitas anti hoax ini resmi berdiri sebagai organisasi nonprofit legal pada tahun 2016. MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah dan Hoax Indonesia) saat ini memiliki lebih dari 85 ribu anggota online dan 17 cabang di seluruh Indonesia.

MAFINDO melaksanakan berbagai kegiatan untuk melawan “infodemik” atau epidemi hoaks melalui pemberantasan hoaks, edukasi masyarakat, seminar, workshop, melakukan advokasi ke berbagai kalangan, menghadirkan berbagai teknologi anti hoaks, menjalin keterlibatan di akar rumput, mengadakan berbagai penelitian, dan sebagainya. Sebagai komunitas yang telah disertifikasi oleh IFCN, MAFINDO telah bekerjasama dengan berbagai komunitas, akademisi, CSO, tokoh masyarakat, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa, WHO, Unicef, CDC, Google, Facebook, dan lain-lain.

 

Love Frankie

 

Lover Frankie adalah agensi perubahan sosial yang merancang dan menerapkan penelitian inovatif serta inisiatif komunikasi untuk menangani berbagai masalah sosial kritis di seluruh Asia Pasifik. Agensi ini mendukung organisasi-organisasi progresif di bidang sosial untuk merancang dan menciptakan kampanye sosial berbasis bukti serta strategi komunikasi guna mencapai tujuan perubahan sosialnya.


Salah satu video materi pembelajaran online literasi digital.


Tentunya, tak cukup dengan hanya membaca tulisan ini. Anda perlu melihat-lihat website Tularnalar.id. Sebagaimana dunia maya yang tak terbayangkan di mana batas-batasnya maka demikian pula dengan hoax yang tak teraba mana ujung dan pangkalnya, kecuali oleh orang-orang yang berakal.

Makassar, 6 Maret 2021


Baca juga:




Share :

26 Komentar di "Tular Nalar, Cara Cerdas Belajar Literasi Digital"

  1. Jadi tular nalar ini bisa diakses mulai usia remaja gitu ya mbak? Biar bisa belajar langsung, semisal gurunya tidak ngeh ada situs ini.

    Saya setuju sih dengan pembelajaran yg diberikan, biar Indonesia terkenal dengan yg baik2 entah di sosmed maupun in real life :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju juga Mbak. Jangan sampai ada istilah "hanya ada di +62 .... (Diisi dengan hal yg tidak baik)
      Sudah semestinya di kita juga dikabarkan hal yg baik ya...

      Delete
  2. Literasi Digital yang Sebaiknya Kita Pahami harus banget nih disebarluaskan ke semua netyjen jaman now!
    Karena memang literasi di social media itu sesuatu yg sangat penting, tapi entah kenapa makin ke sini kok perilaku orang2 di ranah digital tuh super mengerikan yak

    ReplyDelete
  3. wow keren nih, sesudah begitu lama literasi digital hanya dalam bentuk seminar, kini dikukuhkan dalam platform
    pemangkunyapun nggak kaleng keleng, MAARIF Institute, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), dan Love Frankie menyelen

    ReplyDelete
  4. Mulia sekali ya tujuannya, masyarakat memang masih sulit membedakan informasi yang benar atau bohong, apalagi tingkat literasi media yang masih rendah.

    Selama ini, batas antara dunia maya dan nyata menjadi semakin tidak nyata. Dan menjadi tantangan bagi siapa pun, terutama dunia pendidikan, untuk menyiapkan generasi unggul yang digadang-gadang sebagai penerus generasi, pembawa estafet perjalanan bangsa ke depan.

    ReplyDelete
  5. Menangkal hoax jaman sekarang bukan min main ya. Ibarat perang, hoax ini musuh yg sulit dilumpuhkan karena keberadaannya yg tak kasat mata. Namun bukan berarti ga bisa ditentang ya. Tularnalar jadi salah satu senjata kita untuk memeranginya

    ReplyDelete
  6. Mantap literasi digital. Saya perlu belajar. Banyak belum diketahui. Panduan lengkap.

    ReplyDelete
  7. malu baca survey yg dilakukan oleh microsoft itu :(. bisa2 nya netizen Indonesia dapat peringkat serendah itu.. walopun memang benar banyak banget hoax yg beredar, ditambah lagi sifat panas dari netizen yg asal nyeblak.. pake kata2 yg menyakitkan hati.. aku bingung kalo udh baca makina2 yg ga berdasar gitu mba. ntah ortunya ga pernah ngajarin sopan santun, ato memang hobinya secara pengecut bgitu, hanya berani di online..

    semoga dengan adanya literasi digital begini, bikin banyak orang sadar untuk memperbanyak baca dan belajar membedakan mana hoax mana yg bukan, dan lbh sopan dalam berkomentar.. kita boleh mengkritik, tapi semua ada adab nya..

    ReplyDelete
  8. Baru tahu ada istilah infodemi. Tapi bener jg ya mbak, masyarakat Indonesia kadang suka kurang menyaring informasi yg datang akibatnya termakan hoaks duluan.

    ReplyDelete
  9. Sungguh suatu tugas yang berat bagi TULAR NALAR untuk memberikan edukasi kepada rakyat Indonesia tentang mencari, mendapatkan dan menyerap info tanpa hoax. Karena pada kenyataannya sumber berita hoax banyak bermunculan seiring dengan mudahnya orang membangun tautan informasi. Yang kemudian bersentuhan dengan kondisi politik juga kondisi ekonomi.

    Ngerinya juga bahkan setara portal berita yang kenamaan pun pernah membuat berita yang tidak berdasarkan fakta atau memutarbalikkan fakta. Menggiring opini yang salah, keberpihakan yang terlalu kentara, sehingga menimbulkan pola pikir/mindset yang keliru bagi para pembacanya.

    Terus terang, saya sedih banget membaca beberapa paragraf awal. Meskipun risetnya baru setara lingkup ASEAN, tapi kenyataan berada di urutan terbawah itu adalah satu pukulan telak bagi kita semua.

    ReplyDelete
  10. Artikel yang sangat berguna, wajib disebarkan, mengandung banyak penjelasan dan panduan yang lengkap supaya kita tetap jadi orang waras di dunia serba digital saat ini. Jika ada istilah mulutmu harimau mu, maka ada "jarimu macan mu" :D

    ReplyDelete
  11. Betul banget emang komentar-komentar yang saya lihat di artikel yg dibagikan di internet parah. Senang sekali mendengar ada komunitas non profit yang peduli akan hal ini. Semoga ke depan media sosial apapun hanya berita positif yg berguna.

    ReplyDelete
  12. memang literasi di social media itu sesuatu yg sangat penting,
    Harus diajarkan sejak dini, bahkan.

    Karena kita kan hidup di dunia yg serba digitl ya
    tapi entah kenapa makin ke sini kok perilaku orang2 di ranah digital makin mengerikan

    ReplyDelete
  13. Indonesia itu bukan hanya literasinya yang rendah tapi juga malas berpikir sepertinya, contoh kasarnya, banyak artis Korea yg berperan sebagai pelakor di drama yg di bintangi, IGnya di serang dan di maki2 dengan bahasa Indonesia kasar, kadang miris ngeliatnya

    ReplyDelete
  14. Pas baca berita soal riset Dr Microsoft itu awalnya kesal hehe. Tapi pas dicermati lagi emang gak bisa dipungkiri masyarakat Indonesia masih perlu banyak belajar beretika di media sosial.

    Saya jadi penasaran sama tular nalar ini. Mau ubek2 nih cari tahu lebih lengkap heheeh

    ReplyDelete
  15. Sudah saatnya mengenalkan literasi digital kepada semua pengguna social media ya mbak biar jangan asal komen dan beropini setelah membaca judul. Sering banget menemukan info2 yang kurang valid kebenarannya. Salut sama Tular Nalar, semoga selalu semangat dan tak lelah memberikan edukasi

    ReplyDelete
  16. Saya pikir infodemi itu info pandemi mba, ternyata beda banget artinya, misinformasi, disinformasi dan malinformasi masih sering saya temukan di wag keluarga, kalau sudah sharing info hoaks tersebut mau saya sanggah tapi kawatir kualat sama orang yang lebih tua :(

    ReplyDelete
  17. Menurut saya, yang paling utama cerdas berliterasi digital adalah guru. Ini untuk perkembangan kecerdasan digital anak, karena biasanya anak yg sudah bersekolah terutama di.level dasar lebih percaya apa kata gurunya darioada yg dikatakan orang tuanya, walaupun tak semuanya begitu.
    Selain guru, orang tua karena beliau adalah sekolah pertama buat anaknya.

    Saya tertarik dengan website ini, mauka instal deh,banyak info dan ilmu menarik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita perlu terus melatih kemampuan berpikir kritis kita yaa mba.. dan sejak awal anak - anak pun perlu dibiasakan ya

      Delete
  18. Hmm ini mi masalah sebenarnya kurang literasi
    Bahkan saya sendiri pun masih harus belajar banyak soal literasi

    ReplyDelete
  19. Tutur Nalar ya mba... semoga makin banyak platform atau mekanisme yang bisa mengajak dan melatih kita juga anak - anak kita berpikir kritis

    ReplyDelete
  20. Canggih banget.
    Tular nalar membuat kita semua bisa kembali menyadari bahwa informasi bukan asal cepat, tapi juga yang baik dan mengedukasi, bukan hoax.

    ReplyDelete
  21. Inilah yang disebut ilmu yang bermanfaat. Tentang literasi di ranah online memang perlu aturan dan batasan, bila perlu tersisip nilai-nilai kearifan lokal. Trimakasih atas sharingnya Mba

    ReplyDelete
  22. Sangat inspiratif dan edukatif y peluncuran tular nalar, visi misi nya keren, semoga makin membaik masyarakat Indonesia dalam mengolah informasi bijak dan kritis

    ReplyDelete
  23. Berasa hadir langsung ya Bun itu kalau pake VR gitu, keren ini Tular Nalar, berbeda dan inovatif.
    Semoga orang makin semangat untuk belajar literasi digital ya, jangan cuma dengar terus langsung sebar tanpa dinalar dulu ya.

    ReplyDelete
  24. Wahh mendapatkan informasi webinar seperti ini dimana sih, saya selalu ketinggalan informasi untuk bisa ikut jugaa.. Sepertinya menarik jika bisa hadir secara langsung begitu.. Terima kasih atas informasinya, bermanfaat bangett

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^