Pentingnya Orang Tua dan Pendidikan Tinggi Berkolaborasi dalam Membentuk Karakter Positif Anak

Biasanya, dalam perjalanan yang melewati kampus UNHAS (Universitas Hasanuddin) di jalan Perintis Kemerdekaan, saya menoleh. Walau sekadar melihat pagar dan papan nama UNHAS saja, terasa ada resonansi yang membuat memori saya menggeliat ke masa lalu, di dalam sana ketika pohon-pohon di tepi jalan masuk setelah pintu satu belum setinggi sekarang.

Saya pernah tercatat menjadi mahasiswi kampus yang dijuluki kampus merah itu selama kurun waktu hampir 5 tahun (1992 – Mei 1997). Menjelajahi koridor-koridor, beberapa ruangan, dan kantin di dalamnya. Juga bertemu jodoh di sana. Namun yang paling berkesan adalah: saya belajar banyak hal di sana, utamanya pengembangan diri. Bekal yang kelak, bertahun-tahun kemudian hingga saat ini sangat membantu saya dalam menjalani kehidupan. Betapa beruntungnya saya, pada salah satu bagian di dalam kampus tempat saya belajar – tepatnya di Himpunan Mahasiswa Elektro, sekaligus menjadi laboratorium kecil dalam “universitas kehidupan”.



Gedung rektorat UNHAS. Foto dipinjam dari a.tuwo.tripod.com

Lulus pada tahun 1997, ketika lapangan pekerjaan sedang krisis-krisisnya (berita lowongan pekerjaan di koran-koran NYARIS NIHIL), menjadi salah satu penyebab yang membawa saya kepada takdir tidak pernah bekerja di perusahaan besar seperti yang saya impikan dulu. Tapi saya tidak pernah menyesali takdir karena toh takdir berikutnya menyambut saya: pernikahan di tahun 1999. Lalu melahirkan ketiga anak saya, di tahun 2001, 2006, dan 2009. Selain itu saya pernah menjalani pekerjaan-pekerjaan kecil bersama kawan sealmamater.

Tapi saya berusaha terus belajar dan membaca. Belakangan, lima tahun terakhir ini saya aktif menulis. Menulis bahkan mengantarkan saya kepada pencapaian-pencapaian yang tak pernah saya duga sebelumnya. Saya terlibat sebagai kontributor dalam belasan antologi, menulis di media massa lokal dan nasional, menerbitkan buku solo dan duet, mendapatkan penghargaan, dan memenangkan sejumlah lomba menulis/blog.

Baca juga: Jejak Saya

Soft Skill dalam Kehidupan


Perguruan tinggi memegang peran penting dalam membekali seseorang ke jenjang profesional dengan hard skill. Namun bukan hanya itu yang penting. Saat isu “kecerdasan emosional” mengemuka, diketahui bahwa IQ (kecerdasan intelektual) tinggi hanya menyumbang 20% pada kesuksesan kondisi masa depan, 80%-nya ditentukan oleh kecerdasan emosional.

Kalau perguruan tinggi memberi bekal hard skill maka bekal lain yang harus dipunyai seseorang yang ingin sukses adalah soft skill yang mumpuni. Kecerdasan emosional ini tercakup dalam soft skill. Soft skill lebih banyak dipelajari seseorang di luar bangku kuliah. Contohnya, seperti mahasiswa jurusan Komunikasi mendapatkan mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi. Namun bagaimana dengan mahasiswa fakultas Teknik, FKM, dan fakultas Kedokteran? Untuk piawai dalam berkomunikasi, mereka harus mempelajarinya di luar bangku kuliah.

Pentingkah?
Jelas, ilmu komunikasi penting!
Paul A. Argenti, profesor dari Management and Corporate Communication Tuck School of Business di Dartmouth berpendapat, “If you want to to be a leader, you had better be able to communicate.[1]

Siapa pun yang meraih gelar sarjana, lantas mencari pekerjaan, dan berkarier tentunya memimpikan kariernya naik terus. Tidak ada yang selamanya menginginkan menjadi bawahan. Maka, mau tak mau ia harus belajar menjadi pemimpin dengan memiliki kemampuan lebih dalam berkomunikasi!

Ada cerita lain, tentang seseorang yang diterima bekerja karena oleh eksekutif bisnis yang menerimanya. Seseorang itu telah[2]:
  • Membawa diri dengan cara mengesankan.
  • Tidak mirip “pengemis” seperti kebanyakan pelamar.
  • Menghargai employer sekaligus menghargai dirinya sendiri.
  • Berkomunikasi dengan baik.
FT UNHAS. Setiap ke sini pasti terasa semacam resonansi dengan
masa lalu
Selain komunikasi dan kemampuan menghargai diri sendiri dan orang lain, kreativitas juga penting. Hal ini diungkapkan oleh Pak Danny Pomanto – wali kota Makassar pada Seminar Nasional Mengolah Industri Kreatif Berbasis Teknologi Menuju Makassar Kota Cerdas dan Berbudaya pada tanggal 4 Januari silam. Walau bukan alumni FISIP, Pak Danny yang arsitek ini mampu membuktikan dirinya bisa menjadi wali kota, salah satunya dengan kreativitas yang dimilikinya. Kreativitas bisa membuatnya memecahkan berbagai permasalahan kota yang ada.


Baru-baru ini saya menamatkan membaca autobiografi seorang laki-laki yang bisa dikatakan “fenomenal”. Lelaki Jawa bernama Suyoto Rais[3] ini tiga kali direkrut perusahaan di Jepang sebagai pegawai tetapnya, kemudian diutus ke Indonesia sebagai ekspatriat Jepang dengan gaji dan tunjangan yang sama persis dengan yang diperoleh orang asli Jepang. Fenomenal, kan. Tak ada orang lain yang punya pengalaman seperti ini.

Kalau menelisik uraian dalam bukunya, kemampuan teknik mesin yang dimilikinya memang membantunya meraih keberhasilan demi keberhasilan. Namun yang paling banyak membantunya adalah soft skill. Saya bisa menuliskan kompetensi yang dimiliki Suyoto Rais, sebagai berikut:
  • Mampu bangkit dari keterpurukan dan berjuang kembali setelah jatuh ke titik nadir.
  • Mampu mempelajari dan menyesuaikan diri dengan budaya baru dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dengan budaya kerja di perusahaan-perusahaan yang ditempatinya bekerja.
  • Mampu dengan cepat melihat di mana letak permasalahan dalam perusahaan dan menentukan dengan jitu langkah-langkah penyelesaiannya.
  • Mampu mengajarkan kembali kemampuan berpikir global dan keterampilan-keterampilan dalam bidang plant control/company management, project management, improvement of SQCD (safety, quality, cost, delivery), process planning, system developing, research, analysis & observation works, build and activate organization, and coaching/training to skill up (employee, students, and communities).
  • Memiliki kemampuan komunikasi dan negosiasi yang sangat baik.
  • Memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.
  • Tahu betul kekuatan dirinya.
  • Senantiasa memelihara jaringan pertemanan.


Mars UNHAS yang membangkitkan semangat. Saya mendapatkannya
di Facebook, mohon maaf, saya tidak tahu dari mana sumber aslinya
Mohon diberi tahu kalau ada yang tahu.

Hubungan Antara Parenting, Soft Skill, dan Peran Pendidikan Tinggi


Penyebarluasan ilmu parenting, baik itu mothering, fathering, maupun bagaimana agar ayah dan ibu bekerja sama dalam mengasuh dan mendidik anak menekankan pentingnya mengajarkan soft skill, juga kecerdasan emosional pada anak di samping mengajarkan hal-hal yang bersifat kognitif. Keseharian anak dengan orang tua diharapkan bisa menanamkan hal-hal baik yang kelak menjadi karakter si anak.

Saya menggarisbawahi kata “karakter” di sini karena penting. Apa yang dimaksud oleh Paul A. Argenti di atas (mengenai kemampuan berkomunikasi), apa-apa yang dilihat dari eksekutif bisnis yang menerima pegawai yang membuatnya terkesan itu, kreativitas Pak Danny Pomanto, dan poin-poin yang mendorong kesuksesan Suyoto Rais adalah bagian dari karakter yang mereka miliki. Soft skill, termasuk kecerdasan emosional yang penting untuk karier mereka sudah menjadi karakter mereka.

Jika orang tua dan sekolah, termasuk perguruan tinggi berkolaborasi dalam mengembangkan soft skill agar menjadi karakter positif pada anak, hasilnya tentu luar biasa. Universitas Hasanuddin bisa mengoptimalkan hal ini, terlebih sejak tanggal 22 Juli 2015 UNHAS telah ditetapkan oleh presiden RI menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTNBH) melalui Peraturan Pemerintah  RI No. 53 Tahun 2015 tentang  Statuta[4] Universitas Hasanuddin.

Di dalam PP Nomor 53 tahun 2015 itu diatur visi dan misi UNHAS. Visi Unhas adalah menjadi pusat unggulan dalam pengembangan insani, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya berbasis Benua Maritim Indonesia (BMI).

Sementara misi UNHAS adalah:
  • Menyediakan lingkungan belajar  yang berkualitas untuk mengembangkan kapasitas pembelajar yang adaptif-kreatif.
  • Melestarikan, mengembangkan, menemukan, dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya
  • Menerapkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya berbasis dan untuk kemaslahatan Benua Maritim Indonesia.
Sekitar danau UNHAS
Saya kembali menggarisbawahi dua hal dalam visi dan misi UNHAS.
Mengapa?
Karena bisa dilaksanakan sejalan dengan “program parenting” yang dilaksanakan orang tua di rumah. Pada kenyataannya, selama ini, pihak sekolah formal hanya menyediakan tempat belajar dan mengakomodasi penempaan hard skill anak didik. Sementara pengembangan diri (agar memiliki soft skill yang dibutuhkan) lebih banya didapat anak didik di luar bangku kuliah, melalui kegiatan ekstra kurikuler contohnya.

Padahal tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Selama ini, seperti ada yang “lepas” antara pendidikan tinggi dan rumah (orang tua) dalam hal pembentukan soft skill yang seharusnya dimiliki seseorang ketika lulus dari perguruan tinggi. Padahal tidak demikian. Seharusnya ada benang merahnya, seperti yang tertera pada Statuta dan Tujuan Pendidikan Nasional!

Nah, izinkan saya sekadar menyampaikan pesan kepada kampus merah kebanggaan saya. Agar di usia ke-60 tahun ini, semakin bijak dan makin akrab dengan mahasiswa agar tercipta kondisi yang semakin nyaman dan mendorong terbentuknya karakter yang baik dalam diri mahasiswa. Setidaknya,  3 hal berikut ini perlu diperhatikan:
  • Akomodasi kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler yang tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan. Anak-anak kita perlu ruang yang lebih lebar lagi untuk dapat membangkitkan dan mengasah semua potensi dari kompetensi berupa soft skil dalam diri mereka. Jangan hanya memberikan perhatian lebih kepada mereka yang akan berangkat berkompetisi di tingkat nasional/internasional saja, aktivitas yang tak menjanjikan hal itu pun perlu diakomodir.
  • Permantap komunikasi dengan para mahasiswa. Usia 60 tahun sudah matang sekali. UNHAS pasti bisa mengayomi dengan bijak semua yang ada di dalamnya. Perbanyak ruang komunikasi yang mengakrabkan hubungan antara pengambil kebijakan, dosen, dan mahasiswa.
  • Komunikasi dengan alumni UNHAS perlu ditingkatkan lagi demi mendapatkan informasi yang berguna bagi link & match-nya pendidikan tinggi dan dunia kerja. Bila perlu, sesekali alumni perlu didatangkan untuk memberi motivasi kepada mahasiswa.

Kalau karakter positif selalu ditanamkan sejak dari rumah sampai sekolah hingga pendidikan tinggi, saya optimis kalau anak-anak kita akan tumbuh sesuai harapan. Terlebih jika penyadaran mengenai era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) dan bagaimana menghadapinya diberikan. Bukan tak mungkin generasi tangguh yang berdaya saing tinggi bisa dihasilkan. Bukan hanya itu, kecintaan pada almamater, daerah, dan Indonesia juga menjadi hal yang niscaya akan menjadi karakter juga mengingat alumni yang sebelum-sebelumnya banyak yang punya semangat besar dalam berkontribusi bagi daerah dan bangsa ini.

Saya dan suami, beserta putra bungsu kami mengikuti seminar nasional
di UNHAS pada bulan Januari lalu
Mengapa saya menuliskan ini? Karena saya sekarang telah menjadi ibu dari 3 orang anak dan saya merasakan manfaat yang luar biasa dari keaktifan saya pada kegiatan-kegiatan di HME (Himpunan Mahasiswa Elektro) FT UNHAS dulu, telah menjadi pondasi yang memantapkan pengembangan diri saya hingga saat ini. Saya memang tidak bergelut dalam dunia engineering sesuai studi saya dulu tapi saat ini saya merasa mampu bersaing dengan ribuan bahkan jutaan blogger Indonesia walaupun usia saya sudah tidak muda lagi. Dengan menjadi blogger, saya bisa menjadi citizen journalist yang menyebarkan hal-hal baik melalui tulisan. Dan saya tidak setengah-setengah menjadi blogger. Anda boleh menyimak lebih dari 1.600 tulisan yang ada di blog ini kalau tak percaya!

Makassar, 1 Maret 2016


Tulisan ini diikutkan Lomba Blog #60ThnUNHAS 2016



Catatan kaki:


[1] Halaman 21 buku Public Speaking Mastery, 16 Rahasia Meningkatkan Kekayaan dan Melejitkan Karier dengan Teknik Public Speaking, ditulis oleh Ongky Hojanto, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, tahun 2013.

[2] Halaman 57 buku Berpikir & Berjiwa Besar, ditulis oleh David J. Schwartz, Ph. D, diterbitkan oleh Pustaka Delapratasa, tahun 2006.

[3] Buku Seindah Sakura di Langit Nusantara: Kisah Inspiratif Perjuangan Anak Desa Miskin Menjadi Seorang Profesional Global, ditulis oleh: Suyoto Rais, diterbitkan oleh Penebar Plus+ (Penebar Swadaya Group), tahun 2015.

[4] Statuta adalah anggaran dasar suatu organisasi (misalnya perguruan tinggi) (cek KBBI)


Share :

43 Komentar di "Pentingnya Orang Tua dan Pendidikan Tinggi Berkolaborasi dalam Membentuk Karakter Positif Anak"

  1. Keren, bun. Salut memang aku fans banget sama tulisan-tulisannya selama ini *pengakuan silent reader* hihi
    Terus berbagi ilmu dan hal baik lewat tulisan di blog ini ya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekadar sharing, Mbak Anggi. Siapa tahu ada manfaatnya :)

      Terima kasih atas apresiasinya :)

      Delete
  2. Duh, tetiba minder mau ikutan hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eh, jangaaan. Ayo, dong ikutan.
      Anggap ini trigger saja buat yang belum ikutan.
      Lagi pula, ini kan pengalaman saya saja. Pengalaman Rahmah pasti oke juga ;)

      Delete
  3. wah info keren, semoga menang ya Mbk :)

    ReplyDelete
  4. sukses lombanya mak..waw sudah 1600 tulisannya ya mak...keren

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, Mbak Kania. Tapi panjangnya beda-beda, banyak juga yang pendek. Buat "prasasti sejarah" saya hehehe

      Delete
  5. Lengkap dan bermanfaat. Semoga beruntung Ya, Mak Niar

    ReplyDelete
  6. Semoga berkah dan manfaat ya Mbak! Peran alumni untuk universitasnya memang sangat besar :)

    ReplyDelete
  7. Iya mbak, org yg mumpuni dalam pekerjaannya plus punya soft skill bagus tentunya lbh banyak dilirik sama org, ketimbang yg soft skillnya buruk

    ReplyDelete
  8. Keren mbak tulisannya, semoga menang ya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Alhamdulillah. Terima kasih Mbak Retno

      Delete
  9. Baca ini bikin aku jadi kangen belajar.... *brb kuliah lagi*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo saya sekarang senangnya kalo dapat kesempatan ikut2 seminar atau pelatihan, Mbak :)

      Delete
  10. waah bahasannya emang keren ...
    bener banget kalo ortu emang memepunyai peran besar dalam membentuk karakter anakbya Mak.

    Moga menang ya mak Niar, suksesss selalu..

    ReplyDelete
  11. Sukses lombanya ya Mak Mugniar. Ceritanya panjang dan mudah dipahami.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Alhamdulillah. Makasih ya Mak Astin

      Delete
  12. Orang tua adalah sekolah pertama untuk anaknya

    ReplyDelete
  13. Aku kok baru tahu kalau Mbak Niar kuliahnya jurusan teknik. :D Ngga nyimak dari dlu, ya.

    ReplyDelete
  14. Kuliah teknik tetapi kelihaian menulisnya mantap banget Bunda satu ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah kalo Rahmah melihatnya begitu. Saya masih terus belajar juga, Rahmah :))

      Delete
  15. senang yo mbak mengenang masa-masa kuliah dan merenungi apa yang kita jalani sekarang...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Senang menarik hikmahnya, tepatnya, Mbak Dwi. Semua proses yang kita jalani, pasti ada manfaatnya kalau direnungkan baik-baik :)

      Delete
  16. kereennn....menginspirasi. Mantap.

    ReplyDelete
  17. selamat mbak mugniar... tulisan yang bagus....

    ReplyDelete
  18. Saya dari dulu kalau baca tulisan Mbak Niar selalu terperangah. Gaya tulisannya cerdas, tidak bertele-tele,dan enak di baca. Mantaplah, pantas untuk menang. Selama ya Mbak

    ReplyDelete
  19. 1600 tulisan, wow hebat...salut...
    Selamat menginspirasi
    Terima kasih telah berbagi semangat

    ReplyDelete
  20. Salut sama tulisan mbak diatas.. selamat mbak telah memenangkan lomba ini ^_^.
    Salam blogger dari saya!

    ReplyDelete
  21. Luar biasa. Teruslah menginspirasi 👍

    ReplyDelete
  22. Selamat ya mbak Niar... Waw banget untuk 1600 nya 😊

    ReplyDelete
  23. Wah keren tulisannya ya, menarik ^_^

    ReplyDelete
  24. Setuju sih, pendidikan karakter juga tak kalah dengan pendidikan kecerdasan karena itu akan membentuk kepribadian positif.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^