Ini Rindu

Ini Rindu - Melepas anak pergi jauh untuk waktu yang agak lama menjadi pengalaman saya pada awal bulan Agustus ini ketika si sulung berangkat PKL bersama kawan-kawan kuliahnya ke Yogyakarta untuk jangka waktu 3 bulan. Saya berencana mengantarnya hingga bandara sementara Pak Suami lebih cuek – tidak perlu katanya – dasar bapak-bapak 😆.

Tentunya saya tidak dong, namanya anak pertama kali pergi jauh dan agak lama, masa tidak disertai hingga bandara? Selama ini dia paling lama pergi sekitar 3 hari dan masih di wilayah Sulawesi Selatan maka saya menganggap perlu menjadikan momentum ini istimewa.

Ini Rindu

Si anak sulung tak berkeberatan diantar, dia menanyakan apakah papanya akan mengantar atau tidak. Ketika papanya mengatakan tidak, dia diam saja namun saya kemudian sampaikan ke dia, saya akan mengantarnya.

Keinginan berangkat keesokan paginya dalam keadaan damai gagal. Anak bujang ini sudah diwanti-wanti untuk pulang cepat dari kampus supaya bisa cepat mengepak koper dan beristirahat … eh, dia malah nongkrong dengan teman-temannya dan baru pulang ke rumah pukul 10 malam. Itu juga setelah saya telepon dua kali. Menelepon kedua sudah dengan nada “ngamuk” yang naik satu oktaf.

Si sulung ini baru sembuh dari sakit. Dia mengalami gejala tipes pada bulan Juli lalu. Kondisinya baru membaik akhir Juli dan dia berangkat ke Yogyakarta awal Agustus. Bagaimana tidak gemas mamaknya. Gemas sekali Mamak, si anak bujang jadinya tidur jelang pukul 12 malam dan mamaknya tidak bisa tidur cepat karena menunggui dia pulang. Soalnya kan harus berangkat ke bandara setelah salat subuh berhubung pesawatnya take off jam 8.45. Rencana yang sudah disusun berantakan. Untungnya bisa bangun cepat keesokan harinya lalu bergegas ke bandara usai shalat subuh.

Semburat jingga di langit mengiringi taksi online yang kami tumpangi menuju bandara. Sempat bingung berhubung sama sekali belum pernah ke bandara baru. Maklum, sudah lama tidak naik pesawat terbang dan ini kesempatan pertama si anak bujang naik pesawat setelah bayi. 😀

Nasihat Mamak

Saya itu naik pesawat terakhir kali saat si sulung berusia 6 bulan. Usai suami resign dari perusahaan minyak di Riau, kami membawa si bayi naik pesawat terbang ribuan kilometer menempuh Sumatera, melewati pulau Jawa, ke pulau Sulawesi. Waktu itu bandara yang dipergunakan masih bandara lama, bukan bandara yang sekarang.

Papanya anak-anak sudah pernah bepergian naik pesawat setelah itu namun kali ini saya saja yang mengantar si sulung karena papanya masih harus mengantar si bungsu ke sekolah. Dia menyusul setelah urusan mengantar anak sekolah selesai.

Dalam perjalanan, saya sampaikan padanya untuk menjaga nama baik. Nama baik diri, keluarga, kampus, dan daerah asal. Berada di kampung orang itu harus pandai membawa diri dan menjauhi masalah karena orang-orang bakal menilai kita dengan dihubungkan dengan asal kita.

Taksi online berhenti di depan kawasan yang sedang dibangun. Kawasan di sebelah kiri itu tertutup pagar. Di seberang – di sebelah kanan sana, tampak kawasan yang sedang dibangun juga. Sudah ada sejumlah orang di situ.

Untungnya tak lama kemudian ada mobil berhenti dan ada teman Affiq di situ. Aman, tinggal mengekori mereka saja. Kami pun masuk ke kawasan di sisi kiri, masuk ke dalam bandara. Rupanya tempat kami diturunkan itu dekat dengan Terminal Kedatangan – letaknya di bagian depan. Sementara Terminal Keberangkatan letaknya di bagian belakang.

Terminal Keberangkatan sudah mulai ramai. Satu per satu kawan Affiq berdatangan. Rombongan mereka ada 16 orang, semuanya kawan seangkatan dan seprodi di kampus yang sama namun 3 orang berangkat dengan pesawat berbeda. Mereka mengontrak rumah bersama di Yogyakarta karena tujuan PKL-nya di kantor yang sama.

Saya berkenalan dengan dua orang tua kawan Affiq, tak lupa meminta nomor WA mereka juga. Pada si sulung saya minta nomor beberapa kawannya juga, mengingat sejak kuliah, kadang-kadang saya tak bisa menghubunginya sehingga perlu menghubungi kawannya terlebih dulu.

Salah satu alasan saya ingin mengantar Affiq adalah ingin melihat teman-temannya. Saya ingin memindai secara cepat teman-temannya dari pertemuan singkat di bandara. Di antara 16 orang, ada 5 perempuan. Spontan dari mulut saya keluar pertanyaan, “Di antara teman-temanmu ada yang pacaran?”

Jaga nama baik

“Ada … eh … ndak tahu,” jawabnya. Hm, dia tidak mau jujur rupanya.

“Kalau pacarmu, ada di antara mereka?” tanya saya pada mahasiswa semester 6 ini.

“Tidak ada. Saya tidak pernah pacaran,” ucapnya. Kalau yang ini saya percaya.

Diam-diam saya memperhatikan kawan-kawannya. Saya yakin akan segera tahu yang mana pasangan sejoli di antara mereka – kalau ada karena bahasa tubuh bisa menjelaskan tanpa mereka perlu mengakuinya.

Sekian menit berlalu, saya mendapatkan sepasang sejoli di antara mereka. “Yang itu toh temanmu yang berpacaran?” saya berbisik pada Affiq sembari memberi kode ke arah 2 sejoli itu. Mereka sedang tidak bermesraan di area bandara ini dan di antara mereka ada teman-teman mereka yang lainnya tetapi dari cara berkomunikasi dan bahasa tubuh mereka, saya tahu mereka pacaran. Affiq mengangguk.

Hasil pemindaian singkat saya mengisyaratkan “aura positif” dari kawan-kawan Affiq. Saya berharap mereka bisa jaga diri dan saling menjaga selama 3 bulan di perantauan. Jelang keberangkatan,  saya memeluk dan menciumnya sekali lagi sembari mengingatkan untuk menjaga diri dan selalu berdoa.

Mungkin 3 kali saya peluk-cium dia selama di bandara. Saya bersyukur dia tidak berkeberatan karena banyak juga anak cowok yang tak mau lagi diperlakukan seperti itu padahal tidak ada salahnya ya. Jarang-jarang lho ada kesempatan menyenangkan ibu dengan hanya mau dipeluk-cium saja.

Well, saya bukan orang yang ekspresif. Kepada si sulung, mungkin ini saat pertama saya peluk-cium dia sedemikian erat di usia dewasanya. Air mata saya tak sampai jatuh seperti ibu dari kawannya. Mata saya hanya berkaca-kaca sesaat saja tapi saya tahu saya merasakan rindu padanya untuk pertama kalinya, tepatnya ketika lebih sepekan yang lalu melihat fotonya menerima paket makanan siap santap yang saya pesankan melalui Shopee. “Ini rindu,” saya membatin.

Makassar, 27 Agustus 2022



Share :

0 Response to "Ini Rindu"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^