Ironi Zona Merah - Tiba-tiba hari ini pengen bikin puisi di Facebook. Jiwa penyair saya tergugah untuk menuangkan hal-hal yang sebenarnya ingin banyak dikatakan tetapi speechless tidak tahu mau bilang apa. Terkait dengan pandemi dan keadaan masyarakat dekat rumah yang tak peduli padahal daerah kami masih zona merah covid-19. Sungguh sebuah ironi.
***
Sumber gambar cnnindonesia.com |
IRONI HARI INI
Hari ini
ke luar rumah saja
hanya sekitar sini
semuanya seperti biasa
ketika sebelum pandemi
belasan orang tak
menutup muka
hanya diriku seorang
diri
dan seorang remaja
remaja bermasker dagu
pelengkap ironi
Rappocini 120720
***
“Orang-orang sini pada ndak
pakai masker, Pa,” kata saya pada pak suami.
“Iya, cuma kita di rumah
ini yang pakai masker, sama ibu di depan rumah,” pak suami menanggapi ucapan
saya.
“Tidak. Ibu itu ndak
pake masker. Saya ketemu di warung tadi.”
“Kemarin-kemarin dia
pakai masker. Berarti tidak mi.”
Aplikasi Peduli Lindungi menunjukkan kami masih berada di zona merah covid-19. |
Miris, ya? Sebuah ironi. Padahal
wilayah kami masih zona merah covid-19. Kondisi seperti ini bikin mengurut dada
tapi saya sadari, tidak boleh membuat diri sampai terbebani karena harus
menjaga kesehatan mental.
Tadi pagi saya ke warung
sebelah rumah. Dengan warung sebelah, hanya berjarak sepelemparan batu saja.
Kami hanya diantarai gang kecil berlebar sekira 2,5 meter. Di warung tersebut,
area yang ditempati pembeli hanyalah di bagian luar meja etalase yang berbentuk
huruf L.
Saya hitung, kurang lebih
luasan kaki-kaki huruf L etalase tersebut 2 x 1 meter dan 3 x 1 meter persegi
saja. Saya berpapasan dengan sekira 7 orang lain di area 2 meter persegi dan 3
meter persegi itu. Saya yang mengenakan masker membuang wajah setiap berpapasan
dengan sangat dekat dengan para pembeli.
Dari semua yang ke warung
itu, hanya saya dan seorang remaja putri yang mengenakan masker. Tapi hanya
saya yang mengenakan masker dengan benar. Remaja putri itu hanya memaskerkan
dagunya saja.
Sulit untuk jaga jarak 1
– 2 meter di dalam warung. Eh bukan sulit, malah tak mungkin sama sekali karena
pada bagian yang lebih panjang berjejer kardus-kardus stok si empunya warung.
Di dalam bagian dalam etalase, si empunya warung dan keluarganya tak ada yang
bermasker. Memang mereka tak pernah memakai masker ketika melayani para pembeli.
Orang-orang yang masuk
setelah saya tak menunggu hingga cukup berjarak dengan yang sudah ada di dalam
warung. Pun tak ada sistem antre. Saat saya sedang dilayani, bergantian mereka
menyebutkan barang yang diinginkan, tanda minta dilayani bersamaan.
Menggemaskan!
Di sekitar warung sejumlah
orang yang tak mengenakan masker. Kebiasaan masyarakat sekitar sini ya begitu
memang, tanpa masker padahal sudah 3 bulan masa pandemi berjalan, zona daerah
kami masih saja merah. Ya, menyikapi virus corona mereka masih
bersikap sama padahal kota Makassar masih menjadi episentrum utama penyebaran covid-19 di Sulawesi Selatan selain 3 kabupaten lain.
Kompas TV, tentang airborne.
Padahal dua hari ini lagi
ramai dibahas mengenai “airborne” sehubungan pandemi COVID-19 yang masih
melanda dunia. Yang dimaksud airborne transsmission adalah penularan
melalui udara. Jadi, penularan bukan hanya melalui droplet atau percikan
air liur. Airborne – jika dilihat di Google Translate berarti “di udara,
yang terbang, yang diluncurkan di angkasa, yang ada di udara”.
Dua hari ini, baik itu
media mainstream seperti televisi nasional maupun media online membahas
hal ini. Asal muasalnya adalah WHO dalam laporan yang diunggah pada tanggal 9
Juli kemarin menjelaskan cara-cara penyebaran virus covid-19.
Dalam laporan tersebut,
ada point yang menyebutkan “Transmission of SARS-CoV-2: Implications
for Infection Prevention Precautions adalah airborne transmission”.
Pemimpin Teknis WHO untuk
Pencegahan dan Kontrol Infeksi Dr Benedetta Alleganzi dikutip dari CNN menyatakan
mengakui adanya bukti baru. Dugaan virus corona menyebar melalui airborne
berkembang melalui 239 ilmuwan yang berasal dari berbagai negara yang mengirimkan
surat terbuka kepada WHO.
Sumber gambar: bbc.co.uk |
Para ilmuwan tersebut telah mengeluarkan hasil berjudul It is Time to Address Airborne Transmission of covid-19. Penemuan mereka menyatakan bahwa virus corona dapat menulari orang ke orang melalui udara. Para ilmuwan tersebut meminta WHO merevisi panduan memutus mata rantai penyebaran covid-19.
Jadi, jika dulu dikatakan
penyebaran melalui aerosol itu di dalam lingkup tertentu seperti fasilitas
kesehatan maka sekarang yang perlu diwaspadai adalah penyebaran virus corona
melalui transmisi udara di mana saja, seperti di mal, perkantoran, dan sudah
pasti di warung sempit. Maka kepatuhan dalam memakai masker masih menjadi
kewajiban.
Berita tentang ini bisa
ditonton melalui pesawat televisi di rumah-rumah kita dan mereka tetapi
entahlah, apa yang membuat mereka, seperti pula banyak orang di negara ini yang
tidak peduli dengan kesehatan sendiri meskipun berada di zona merah covid-19. Yuk, jaga diri, jaga keluarga kita.
Makassar, 12 Juli 2020
Referensi
- https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5088904/who-sebut-virus-corona-airborne-apa-artinya diakses 12 Juli 2020, pukul 13:51.
- https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5087299/kata-who-soal-kemungkinan-covid-19-airborne-sampai-mana-vaksin-corona, diakses 12 Juli 2020, pukul 13:53.
- Baca selengkapnya di artikel "Corona Bisa Menular Lewat Airborne: Pendapat Peneliti, WHO, Dokter", https://tirto.id/fPUe.
Baca juga
- Corona: Penyakit Kritis Hingga Mutasi
- Corona dan Orang Tua Kita
- Secarik Kisah Pertemuan dengan Pejuang Berantas Corona di Lapangan
- Pahami Prosedur IGD Rumah Sakit Saat Pandemi, Jangan Emosi Dulu
Share :
Saya termasuk yang masih taat menjalankan protokol kesehatan. Bahkan sampai saat ini anak-anak enggak pergi sama sekali. Hanya olahraga di depan rumah saja yang gang buntu dan minim tetangga. Saya pun heran Mbak, enggak di Makassar di Jakarta pun sama. Sekarang kalau ke minimarket dekat kompleks saya pun termasuk yang bermasker , juga mbak kasirnya. Yang lain hanya satu dua yang pakai...banyak yang enggak. Padahal di kelurahan saya juga masih zona merah. Belum lagi baca status tetangga yang sudah ngemol dan pergi jalan-jalan ke sana-kemari, foto deket-deketan ga maskeran ...duh, kayak dobel-dobel nyawanya yaaa
ReplyDeleteYa begitulah mbak..tingkat kesadaran masy.sebagian besar masih cuek dengan.mengabaikan protokol kesehatan..pdhal aturan itu dibuat untuk kepentingan bersama ya..ironi emang..tp kita hrs tetap patuhi protokol kekhatan demi diri kita sendiri..
ReplyDeleteSekarang yang pakai masker kian sedikit. Bahkan ke pasar tradisional hampir 60% sudah pada lepas masker miris banget dengan keadaan orang-orang yang makin tidak perduli lagi dengan keadaan ya mbak
ReplyDeleteMakin ke sini bukannya makin baik malah makin ngeri ya Kak. Ini beneran, nggak diduga, bahkan lembaga akabri yang sangat disiplin pun bisa kena.
ReplyDeleteKadang2 beberapa manusia itu meremehkan ya mbak. Pasrah boleh tapi ikhtiar tetap wajib. Saya juga sebisa mungkin walau keluar rumah dekat tetap pakai masker.
ReplyDeleteSemoga kesadaran masyarakat segera timbul ya, Kak. Jika tak eman dengan dirinya setidaknya untuk menjaga kesehatan orang-orang di sekitarnya
ReplyDeleteaku kalo keluar rumah wajib pake masker
ReplyDeleteyaaa cuma itu sih yg bisa dilakukan
sama sering2 cuci tangan
btw banner komunitasnya mbak mugniat banyak banget ya
ngeri-ngeri sedap sih kalau terpaksa keluar rumah mau beli apa apa eh berpapasan dengan yang ga pake masker, takut banget :(
ReplyDeleteDi sini juga sama mbak, dari heboh-hebohnya bulan maret lalu juga masih banyak yang ngerasa santai. Kadang orang cuek karena merasa dirinya dan keluarganya nggak kena, huhuhu.
ReplyDeleteJika tak ada kesadaran dari diri sendiri mau bagaimanapun akan sulit,karena walau kita sudah sangat berhati hati tapi pembeli yang lain seakan cuek bahkan menganggap remeh.
ReplyDeleteSemoga makin banyak warga sadar akan bahaya virus corona ini dan selalu menggunakan masker saat berada diluar rumah
Waduh.. keadaan semakin gawat tapi orang-orang semakin santai ya kak Mugni. Saya sebenarnya lebih kesal ketika mall sudah buka tapi sekolah ditutup. Tapi karena pemerintah lemah dalam membiayai rakyat maka tidak bisa menerapkan lock down.
ReplyDeleteSeperti berada di 2 sisi mata uang.
Huhuhu miris banget emmang kak yang pada ga pakai masker dan seakan ngeremehin corona banget. Aku suka kesel liat nya , semoga mereka sadar ya dan corona cepat berlalu.
ReplyDeletePuisi singkat yang makjleb banget. Tapi ya memang demikian kondisinya sekarang :( Gak heran kalau kitanya pesimis sama kondisi negara sendiri. Hiks.
ReplyDeleteMasker memang gak bisa mengobati corona, tapi masker adalah solusi. Kita gak tahu apakah kita carrier, atau kita bisa tertular tanpa sengaja dengan virus ini. Jadi ya mau gak mau, suka gak suka harussssss disiplin bermasker ya mba.
ReplyDeletecorona oh corona
ReplyDelete