Pembelajaran Daring: Solusi Atau Masalah

Pembelajaran Daring: Solusi atau Masalah, menjadi topik diskusi virtual yang menarik bagi saya selaku orang tua dari 3 anak sehingga saya mengusahakan untuk hadir di Zoom meeting room. Saya penasaran, apakah hasil akhir dari diskusi ini. Pembelajaran daring sekarang ini beroleh masalah ataukah telah menjadi solusi?

Diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Kelompok Kerja Guru Kota Makassar pada 28 April lalu menghadirkan 3 nara sumber:
  • Dr. Pantja Nur Wahidin, S.Pd., M.Pd – Kepala Bidang (Kabid) GTK Dinas Pendidikan Kota Makassar
  • Muhammad Irfan, S.Pd., M.Pd – Ketua Program Studi (Prodi) PGSD FIP UNM
  • Dr. Abdul Rahman Bando, SP., M.Si – Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar
Pada awalnya, masing-masing nara sumber sepakat dengan apa yang dikatakan Pak Pantja Nur Wahidin terkait shock yang dialami semua sektor karena perubahan yang drastis dalam sebulan terakhir ini. Tak ada yang menyangka perubahan metode pembelajaran ruang kelas menjadi belajar dari rumah akibat pandemi Covid-19.


Pak Rahman mengatakan bahwa semua stake holder pendidikan dipaksa bisa berinovasi, mampu beradaptasi dengan situasi ini. Menurut Pak Rahman, kebijakan pembelajaran daring ini memaksa kita mencari cara agar pesan pendidikan tetap sampai kepada anak didik.

Kurang lebih 250.000 peserta didik dalam jenjang PAUD, SD, SMP, kesetaraan paket A, B, C di Makassar membutuhkan energi, gagasan, dan kekompakan juga kesamaan persepsi antara para stake holer dan para pendidik agar hak mereka akan pesan pendidikan ini sampai kepada mereka.

1. Masalah-masalah dalam Pembelajaran Daring


Berangkat dari pandangan yang serupa, kesemua nara sumber melihat aneka masalah yang muncul dalam pelaksanaan pembelajaran daring. Masalah-masalah tersebut adalah:

a. Masalah yang terjadi pada guru.


Pak Pantja menyebutkan bahwa ada 3 tipe guru yang dilihatnya terkait pembelajaran daring: melek IT (terutama usia milenial yang sudah ikut pelatihan multimedia), tidak tahu gunakan multimedia hanya WA tapi tidak bisa manfaatkan WA dengan baik, dan tidak tahu manfaatkan WA hanya tahu pakai handphone.

“Sekarang ini yang diprogram adalah program yang radikal – pembelajaran daring. Semua orang kaget: di tingkat dinas, kementerian, guru, kepala sekolah. Ibarat mau belajar berenang, tidak tahu berenang akhirnya belajar sendiri dalam situasi ketidaktahuan,” papar Pak Pantja.

Pak Irfan mengatakan adanya tipe-tipe guru berikut: guru yang pasrah dengan keadaan dan tidak mau bertanya, ada yang gaptek dan baru mau belajar juga mau bertanya, dan ada yang kebablasan dalam menggunakan teknologi informasi – dia menggunakan Google Meet, WA, Google Class Room, dan Zoom sekaligus.

Di samping itu, menurut Pak Irfan, beberapa tenaga pendidik memberikan tugas terlalu banyak. Ibarat kata “walaupun sekolah lock down, tugas-tugas bikin siswanya smack down”.


Selain itu, Pak Rahman mengatakan adanya keluhan yang masuk kepadanya mengenai keterbatasan kuota data internet yang dimiliki guru – hal ini diamini Pak Alfian selaku moderator diskusi. Belum semua guru bisa terpenuhi kebutuhannya akan kuota. Mengenai hal ini, telah diupayakan solusi.

Untuk ranah yang membutuhkan kreativitas dan inovasi, Pak Rahman mengakui adanya guru yang mengalami keterbelakangan dalam berinovasi ketika melaksanakan tugasnya.

Selain itu ada komplain dari masyarakat yang masuk ke Pak Rahman terkait anak mereka yang terlalu banyak dibebani tugas oleh guru.

Setelah Pak Rahman mencoba mencari tahu, banyaknya tugas siswa ini merupakan dampak dari guru yang terlalu tinggi “rasa ingin mencobanya” sehingga memberikan sesuatu kepada anak-anak melalui aplikasi online tanpa menghitung berapa durasi waktu yang dbutuhkan anak-anak untuk merespon balik.

Di satu sisi, melalui pembelajaran daring via TVRI, pemenuhan kurikulum sudah terpenuhi namun di sisi lain, guru punya kewajiban mengajar. Kalau tidak, bisa dianggap makan gaji buta. Akhirnya guru tetap mengajar walaupun mirip dengan TVRI. 
“Sayangnya, TVRI kasih tugas, guru juga kasih tugas, melahirkan masalah baru lagi,” kata Pak Rahman.

b. Masalah yang terjadi pada anak didik dan orang tua.


Pak Rahman juga menerima komplain dari peserta didik. Anak-anak didik tidak semua memiliki HP android. Ada pula yang memiliki ponsel android namun tidak punya cukup kuota. Bahkan ada yang harus menumpang menggunakan ponsel tetangga untuk sekadar belajar daring.


Pak Pantja mengemukakan keterbatasan orang tua dalam mendampingi anak-anaknya. Karena orang tua sebenarnya diharapkan mampu mendampingi anak-anaknya selama belajar di rumah. Tak semua orang tua memiliki fasilitas memadai.

“Pembelajaran daring ini, juga tergantung dengan orang tua. Bayangkan kalau dia punya dua atau lebih anak yang belajar di rumah dan punya HP hanya satu. Maka akan kesulitan,” tukas Pak Pantja.

c. Masalah lain dalam pembelajaran daring.


Khusus di Kota Makassar kita bisa melaksanakan pembelajaran daring untuk hampir di atas 70% wilayah kota. Masih ada wilayah yang tidak memungkinkan pembelajaran daring-nya, misalnya yang berada di pulau-pulau.
“Bahkan di dalam kota sendiri, jaringan tersedia tapi fasilitas daring-nya yang tidak memungkinkan untuk diselenggarakan secara utuh pembelajaran daring,” ucap Pak Rahman.

Menurut Pak Rahman, kita baru belajar melaksanakan kegiatan belajar-mengajar daring ini karena belum memiliki format bakunya. Sebagian belajar otodidak. Meskipun kita merancang dengan mengacu kepada kurikulum yang ada namun metode bermacam ragam ini membutuhkan interpretasi tenaga pendidik kita.

Untuk melakukan workshop singkat secara langsung atau konvensional tidak memungkinkan. Hanya bisa sharing  informasi dan sharing kebijakan kepada kepsek dan guru melalui virtual meeting. Di sana-sini ada keterbatasan. Tentunya hal ini membutuhkan waktu lama untuk transfer knowledge kepada para pelaksana pendidikan di tingkat sekolah.


Di sisi lain ada elemen masyarakat yang hanya mengkritisi tanpa memberikan solusi. “Kasihan para kepala sekolah yang banyak diserang akan keterbatasan. Padahal kondisi ini tidak pernah direncanakan dan tidak pernah dibayangkan,” ujar Pak Rahman.

Infrastruktur yang sudah terbentuk belum menyesuai dengan situasi yang tidak diharapkan dan direncanakan ini. Memang dari sisi kebijakan penganggaran harus direalokasi lagi.
“Sekarang belum fix kecuali untuk penganggaran biaya tak terduga. Dukungan dana pendidikan masih menjadi pembicaraan panjang di APBD Dinas Pendidikan dan parlemen, sampai sekarang belum final,” ujar Pak Rahman.

2. Upaya Mencari Solusi Pembelajaran E-Learning


Dari pemaparan para nara sumber, terlihat ada titik cerah solus di tengah pandemi Covid-19 yang telah/bisa/akan dilakukan terkait pembelajaran daring ini. Berikut resume-nya:

a. Technology is not the end.


Pak Irfan menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 memaksa kita melupakan ruang belajar untuk beralih kepada tatap maya dan kolaborasi inter personal sebagai cara belajar jaman now. Namun demikian, harap digarisbawahi bahwa technology is not the end.
“Teknologi bukan segala-galanya, jangan sampai kita lupa anak-anak bukan robot yang hanya mengerjakan tugas yang menyebabkan orang tuanya mengeluh. Perlunya teknologi ini kita coba gunakan dalam pembelajaran kita dengan adanya interaksi dalam proses pembelajaran. Ada sentuhan guru di situ!” tukas Pak Irfan.

Cara belajar sekarang itu ternyata ada 4: tatap muka, tatap maya, personal, kolaborasi. Keempat cara ini oleh Pak Irfan kemudian disebutkan sebagai “ruang belajar” 1, 2, 3, dan 4. Jika menggunakan grup Whatsapp, jangan hanya jadikan grup sebagai tempat delivery tugas dan mengembalikan tugas. Guru tetap harus memberikan “sentuhan” selayaknya di dalam kelas.

Pak Irfan kemudian memberikan contoh pembelajarn menggunakan WA group: untuk menerapkan ruang belajar 2,3,4.

Misalnya, guru mengirimkan video orang yang sedang makan untuk membahas cara kerja pencernaan (kelas 5 SD) ke grup setelah sebelumnya janjian dengan anak-anak jam 8. Minta anak-anak untuk mengamatinya.

Ruang belajar jaman now. Sumber: materi Pak Irfan.

Berikan pertanyaan di grup WA, misalnya: apa yang dilakukan orang tersebut? Ke mana makanan yang dimakannya pergi? Apa sebabnya makanan itu habis? Beri kesempatan anak-anak untuk aktif menjawabnya di WA sekira 10 – 12 menit.

Pada kegiatan kedua, guru memberikan penguatan. Berikan penjelasan, bisa dengan chatting. Setelah itu, guru kirimkan bahan bacaan dan lembar kegiatan sehingga sentuhan guru hadir dalam ruang di WA group.

Selanjutnya, kegiatan ketiga berlangsung sekira 20 menit untuk siswa, guru menunggu. Jangan hanya berikan tugas dan menunggu siswa kumpulkan tugas saja. Tak mengapa hanya gunakan WA, bukan masalah. Namun kegiatan pembelajaran itu tetap ada sehingga ada proses yang dilalui anak-anak dalam belajar.

Selama ini banyak yang memberikan tugas sementara anak belajar sendiri, hanya bertanya kepada orang tua yang membersamai anak belajar di rumah. Bagaimana jika orang tua tidak paham mata pelajaran tersebut? Akibatnya anak tidak bisa mengerjakan, kan?

Nah, di sinilah perlu adanya proses diskusi yang mungkin makan waktu 1,5 jam sehingga para siwa mendapatkan informasi dari apa-apa yang guru ditanyakan. Setelah itu berikan lembar evaluasi untuk mengetahui apa kemampuan yang sudah mereka dapatkan.
“Dampingi anak-anak. Tugas kita sebagai guru itu mendampingi. Gunakan waktu, kira-kira sama dengan tatap muka atau lebih sedikit. Gunakan untuk membimbing anak-anak,” tukas Pak Irfan sembari menekankan supaya guru tak kebablasan dalam pembelajaran daring.

Pertanyaan kunci dilemparkan oleh Pak Irfan: “Bagaimana sekarang Bapak/ibu pastikan anak-anak sudah mampu?”

b. 8 indikator pelaksanaan pembelajaran daring.


Berikut ini 8 dari 10 indikator untuk keperluan guru sekolah dasar, diambil Pak Irfan dari OLC (Online Learning Consortium) 2020:
  1. Rancangan pembelajaran. Apakah guru membuat rancangannya? Tetap harus ada sehingga kita paham kira-kira apa yang akan diperoleh anak-anak dalam kegiatan belajar daring. Rancang sedemikian rupa dengan prinsip centered learning.
  2. Aksesibilitas. Kegiatan pembelajaran daring mudah diakses kapan saja, di mana saja serta mungkin menggunakan perangkat yang memudahkan siswa dan orang tuanya.
  3. Capaian pembelajaran (learning outcome). Apa yang mau dicapai ketika anak mau belajar? Akan menjadi alat ukur untuk ukur kualitas pembelajaran. Boleh jadi kita berharap anak bisa berpikir kritis dalam pembelajaran daring. Sangat mungkin tergantung cara guru membelajarkan siswa.
  4. Dengan memberikan konten pembelajaran. Kontennya sperti apa? Apakah selaras? Variatif? Jangan hanya mengirim LKS terus. Gabungkan videokah, power point, bacaan lain, dan seterusnya.
  5. Ada aktivitas belajar. Apakah itu? Bedakan aktivitas belajar dengan aktivitas yang kita berikan. Aktivitas belajar seharusnya adalah adanya kegiatan yang mengarahkan anak untuk melakukan pembelajaran. Sekali-kali harus dipantau misalnya menggunakan WA, memberikan tugas. Tanyakan apakah ada masalah dengan yang guru berikan? Jika ada masalah persilakan siswa bertanya. Seperti selayaknya mengajar di dalam kelas. Jangan lepas tangan setelah memberikan tugas.
  6. Ada aktivitas tugas. Jangan terlalu banyak tetapi pastikan berhubungan dengan kompetensi yang ingin dicapai.
  7. Ada aktivitas diskusi. Kekurangannya selama ini tak ada lagi proses diskusi bagaimana kalau salah? Guru tinggal menyalahkan. Tidak boleh hanya begitu. Harus ada diskusi. Kita tdak tahu kapan Covide akan selesai. Jika Covid berlanjut maka kita akan lakukan yang seperti ini terus. Kita perlu ubah bentuk pembelajaran kita.
  8. Melakukan evaluasi. Evaluasi itu, bisa dengan mengirimkan lembar kegiatan. Namun yang bagus itu adalah dengan mengukur kemampuan siswa. Tidak hanya dengan bertanya atau membuat soal tetapi juga dengan meminta anak mengukur. Tanyakan kepada mereka apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka pahami. Itu bisa digunakan untuk mengukur pemahaman mereka.


c. Efektivitas pembelajaran daring.

Kunci efektivitas dari pembelajaran daring yang diungkapkan Pak Irfan adalah sebagai berikut:
  1. Guru harus kreatif dalam membuat perencanaan supaya anak-anak dan guru tidak mudah bosan.
  2. Guru harus mampu manfaatkan media online, serendah-rendahnya WA. Harus ada proses di dalamnya selayaknya bentuk kegiatan belajar-mengajar. Ada timbal-balik yang muncul. Kalau tiba waktunya minta mereka berdiskusi.
  3. Mampu menyajikan pembelajaran yang terencana dan efektif dalam keterbatasan waktu. Harap diingat bahwa ponsel yang digunakan siswa merupakan milik bersama jadi tentukanlah waktunya, misalnya  1-2 jam untuk kegiatan belajar-mengajar.
  4. Guru harus mampu menyatukan persepsi dan konsentrasi anak. Gunakan grup untuk menyatukannya.
  5. Mampu melakukan perannya sebagai motivator, akselerator, komunikator, dan mediator. “Guru harus menyediakan waktunya 24 jam 7 hari untuk menyiapkan anak-anak kita. Mediasi, fasilitasi, dan motivasi mereka belajar,” tutur Pak Irfan.
  6. Guru harus mampu melibatkan orang tua siswa dalam pembelajaran dengan tepat sehingga orang tua harus tahu porsinya, jangan sampai orang tua yang menjawabkan soal-soal yang diberikan guru.

d. Langkah Dinas Pendidikan Kota Makassar.


Bapak Abdul Rahman Bando menyampakan bahwa di Makassar, setiap ada kebijakan pemerintah pusat, segera diambil langkah penyesuaian.

Misalnya pada 16 Maret lalu ketika kebijakan pertama Mendikbud mengenai anak-anak dihentikan belajar di kelas, hari itu juga segera direspon dengan mengadakan pertemuan dengan seluruh kepala sekolah SD dan SMP guna menindaklanjuti dengan kebijakan untuk kota Makassar.

Pek Rahman.

Dinas Pendidikan Kota Makassar seantiasa memfasilitasi untuk terus membenahi sistem IT di Dinas Pendidikan supaya menjadi wadah berbagi informasi dan inovasi. Pak Rahman mengakui masih adanya keterbatasan tetapi pihaknya tidak pernah berhenti berpikir untuk lahirkan gagasan-gagasan baru untuk sukseskan pembelajaran daring.

Jajaran Dinas Pendidikan akan terus menjalankan proses pembelajaran reguler. Ada ujian, evaluasi, penamatan, kenaikan kelas, ijazah, PPDB (penerimaan peserta didik baru) yang diupayakan direspon dengan baik. Perlu diantisipasi bilamana tahun ajaran baru diundurkan.

3. Harapan dan Rekomendasi Terhadap Pembelajaran Daring


a. Kreatif dan inovatif.
“Pembelajaran daring membutuhkan kreativitas,” ujar Pak Pantja. Hal yang senada diungkapkan pula oleh Pak Irfan dan Pak Rahman.
“Guru menjalankan tugasnya sebagai kewajiban dan sebagai panggilan nurani agar tidak berhenti memberikan inovasi dan informasi pendidikan kepada anak-anak kita,” tutur Pak Rahman.

b. Ubah mindset dan terus belajar.
“Kita perlu ubah mindset dalam memberikan pembelajaran. Tanyalah orang di sekitar kita untuk menggunakan tools,” ucap Pak Irfan, mengajak segenap guru untuk terus belajar.

“Harus lakukan sekarang, tidak bisa menuggu. Tugas guru adalah memberikan pelayanan. Dengan memberikan pelayanan yang baik akan kita dapatkan anak-anak masa depan yang walaupun pernah mengalami berada di masa pandemi, mereka memiliki kemampuan yang luar biasa. Kita harus miliki dampak positif bagi sekitar kita. Lakukan upskilling dan upgrading,” ujar Pak Irfan lagi.

Pak Irfan (kiri atas).

c. Perkuat komunikasi guru dan kepala sekolah.
“Sayangnya dengan adanya belajar di rumah, nyaris komunikasi antar guru tidak terjadi. Di grup WA pun nyaris tak ada diskusi. Kepsek, tagihlah guru-guru kita seperti apa perencanaannya. Adakan diskusi!” tukas Pak Irfan.

d. Sharing untuk replikasi.
Pak Rahman mengakui kini banyak guru yang melebihi ekspektasi. Guru-guru tersebut mampu membuat simulasi pembelajaran yang membuat anak-anak tidak bosan. Harapan Pak Rahman, agar guru-guru hebat yang mengalami pembelajaran daring yang efisien, bisa sharing kepada guru-guru lain agar pencapaiannya bisa direplikasi.

e. Memperhatikan waktu siswa merespon balik tugas.
Menurut Pak Rahman, inovasi pembelajaran daring harus memperhatikan waktu untuk merespon balik tugas dari guru. Apalagi di tingkat SMP. Jika masing-masing guru mata pelajaran memberikan tugas, sementara ada lebih dari 10 mata pelajaran, bisa dibayangkan bagaimana repotnya anak-anak merespon balik tugas-tugas itu sementara perangkat yang dimilikinya belum tentu memadai.

f. Efisiensi pembelajaran di tingkat pendidikan dasar.
Pak Rahman mengatakan bahwa Covid akan lahirkan revolusi pendidikan di Indonesia. Beliau berharap UNM mampu menggagas efisiensi pembelajaran di tingkat pendidikan dasar. Mata pelajaran terlalu banyak, akibatnya anak kesulitan menguasai bidang tertentu. “Kalau seandainya 3 atau 4 (mata pelajaran), anak tidak mengeluh,” tukas Pak Rahman.

g. Akan lahir guru-guru hebat.
Pak Rahman juga menyampaikan optimismenya bahwa melalui situasi pandemi ini akan hadir guru-guru hebat karena situasi ini memaksa guru-guru yang tidak melek teknologi untuk belajar dari anak dan keluarganya. Apalagi guru-guru yang usianya di atas 55 tahun, mereka belajar banyak hal.

h. Hati-hati dalam penggunaan anggaran.

Pak Rahman mengingatkan para kepala sekolah agar berhati-hati dalam menggunakan anggaran dalam masa pandemi ini meskipun ada kelonggaran. Perhatikan regulasi yang begitu cepat berubah. Uang yang leluar dalam situasi bencana tetap akan diaudit. Semua perencanaan dan penggunaan anggaran akan dimintai pertanggungjawabannya.


4. Harapan Orang Tua untuk Pembelajaran Daring.


Bersyukur saya mendapat kesempatan untuk menyampaikan tanggapan selaku orang tua dari seorang mahasiswa, seorang siswi SMP, dan seorang siswa SD (yang bungsu ini masuk lewat jalur inklusi). Namun sayangnya, kata teman yang juga ikut diskusi ini, suara saya terputus-putus maka besar harapan saya untuk menyampaikannya melalui tulisan ini:

a. Solusi untuk sekolah dan orang tua yang kesulitan melakukan pembelajaran daring.

Tak semua sekolah di kota Makassar beruntung. Ada yang para siswanya datang dari strata menengah ke bawah yang kendala utamanya ada pada perangkat telekomunikasi dan kuota. Selain itu kendala lainnya adalah kemampuan dan kemauan orang tuanya untuk mendampingi anaknya belajar.

b. Solusi online agar efektif untuk pendidikan inklusif dan guru honor.

Apa kabar dengan denyut pendidikan inklusif di kota ini? Bagaimana caranya agar anak-anak berkebutuhan khusus bisa belajar dengan baik, sebaik anak-anak sekolah lainnya? Adakah harapan mereka bisa menikmati pelajaran dengan baik seperti sebelum pandemi berlangsung? Apa kabar guru honorer? (Para guru pendidikan khusus (GPK) yang mendukung pendidikan inklusif di sekolah bungsu saya semuanya honorer). Bagaimana mereka bisa bekerja dengan baik dan tetap bisa hidup layak?

c. Solusi pembelajaran untuk kompetensi literasi digital.

The new normal” ini membuat kita harus senantiasa akrab dengan dunia digital. Bercakap-cakap menjadi lebih sering dalam dunia digital. Mau tidak mau, kemampuan literasi digital menjadi salah satu kompetensi yang dibutuhkan. Siapkah kita dengan pemenuhan kompetensi ini?

Saya menaruh harap, sistem pendidikan kita juga menaruh perhatian terhadap kompetensi literasi digital ini. Tak bisa dipungkiri, dalam pergaulan di dunia maya, ada etiket dan etika yang harus diperhatikan sebagaimana pergaulan di dunia nyata.

Kalau di dunia nyata mimik wajah, bahasa tubuh, dan intonasi suara menjadi komponen penting dalam berkomunikasi, berbeda halnya di dunia maya.

Jangan sampai ada kebiasaan menuliskan tanda seru – apalagi sampai 3 tanda seru di dalam berkalimat di ruang maya. Jangan sampai mengetikkan pesan dengan huruf besar semua. Jangan abaikan kebiasaan memberi salam dahulu ketika memulai percakapan. Hal-hal tersebut merupakan contoh hal-hal yang patut diperhatikan dalam berkomunikasi di ruang maya.

💙💚💛💜


Jika Pak Rahman menitip pesan mengenai jumlah bidang studi kepada para akademisi di fakultas kependidikan UNM maka saya menitip pesan mengenai pendidikan literasi digital yang menjadi penting pada era pandemi ini.

Saya percaya apa yang disampaikan oleh Pak Rahman Bando bahwa Kementerian Pendidikan merancang skenario sampai akhir tahun dan akan ada penyesuaian-penyesuaian. Maka izinkanlah saya sebagai orang tua siswa, sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional menaruh harap juga, semoga dimasukkan ke dalam skenario untuk bagi kepentingan anak-anak kita.
Izinkan saya mengutip perkataan Pak Pantja, “Pembelajaran daring ini sebenarnya solusi. Bukan daring-nya yang bermasalah, melainkan pengguna daringnya.”

Semoga diskusi virtual ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi anak-anak kita – anak-anak bangsa ini. Saya setuju dengan closing statement Pak Rahman bahwa seluruh ide, gagasan, inovasi yang cemerlang yang dlahirkan dalam situasi sekarang akan tercatat dalam sejarah perjalanan hidup dan menjadi bagian amal jariyah. Maka terusah berinovasi, dengarkan keluhan dan cari solusinya.

Dan saya kira kita semua pun setuju dengan apa yang dikatakan Pak Irfan bahwa hikmah pandemi Covid-19 ini adalah kerja-kerja menjadi efektif dan efisien. Tanpa atau dengan adanya Covid, guru tetap harus berkembang.

Ya, guru dan anak-anak kita tetap harus berkembang menjadi lebih baik, begitu pun orang tua siswa, seharusnya juga mampu untuk terus belajar dalam menyikapi perubahan zaman baik itu perangkat daring-nya memadai ataupun tidak. Mari berkembang bersama, maju bersama.

Makassar, 15 Mei 2020

Baca juga:


Share :

10 Komentar di "Pembelajaran Daring: Solusi Atau Masalah"

  1. Maasyaa ALLAH Tabarakallah..
    Keren Bund..👍👍
    Izin share tulisannya ya Bund..🙏🙏
    Jazaakillahu khairan wabarakallahu fiik bunda Mugniar..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masya Allah, baarakallahu fiik, Bunda. Silakan, dengan senang hati. Semoga bermanfaat. :)

      Delete
  2. It's Ok Bund, woles aja.. Komen yg kasar itu sebenarnya apresiasi terselubung dari ketidakmampuan mengakui kelebihan orang lain.. Bil Hamasah ;)

    ReplyDelete
  3. Ya awalnya mungkin karena belum terbiasa saja jadi sedikit terkendala. Namun memang secara umum pembelajaran ut level SMA ke bawah rasanya masih lebih baik secara konvensional

    ReplyDelete
  4. Saya baru menonton sebuah video yang menyentuh di IG. Bunyi kalimat dalam video tersebut kurang lebih seperti ini Bu: "kalau mau belajar cuma pinter dari google saja cukup, di google ada semua tau semua. Guru itu digugu dan ditiru, kelebihan dari guru memiliki perasa, mendidik, mengajar dan membentuk karakter siswa-siswa" (Intinya belajar daring kelamaan kurang eventif dan tidak membentuk berkarater).

    ReplyDelete
  5. Drama learning by daring yah, hahaha. Someday I am almost sleep when learning online.

    ReplyDelete
  6. Tapi tetep lebih bagus belajar tatap muka sih, apalagi udah lama begini. Tadinya udah mau masuk bulan ini tapi kayanya ga jadi lagi, bulan depan juga belum tentu :(

    Yang sulit itu anak2 SD, karena kalau via daring kadang mereka juga ga terlalu konsen, apalagi waktunya sebentar, beda dengan belajar tatap muka.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^