Diskusi yang
diselenggarakan oleh Forum Kelompok Kerja Guru Kota Makassar pada 28 April lalu
menghadirkan 3 nara sumber:
- Dr. Pantja Nur Wahidin,
S.Pd., M.Pd – Kepala
Bidang (Kabid) GTK Dinas Pendidikan Kota Makassar
- Muhammad Irfan, S.Pd.,
M.Pd – Ketua Program
Studi (Prodi) PGSD FIP UNM
- Dr. Abdul Rahman Bando,
SP., M.Si – Kepala Dinas
Pendidikan Kota Makassar
Pak Rahman mengatakan
bahwa semua stake holder pendidikan dipaksa bisa berinovasi, mampu
beradaptasi dengan situasi ini. Menurut Pak Rahman, kebijakan pembelajaran
daring ini memaksa kita mencari cara agar pesan pendidikan tetap sampai
kepada anak didik.
Kurang lebih 250.000
peserta didik dalam jenjang PAUD, SD, SMP, kesetaraan paket A, B, C di Makassar
membutuhkan energi, gagasan, dan kekompakan juga kesamaan persepsi antara para stake
holer dan para pendidik agar hak mereka akan pesan pendidikan ini sampai
kepada mereka.
1. Masalah-masalah
dalam Pembelajaran Daring
Berangkat dari pandangan
yang serupa, kesemua nara sumber melihat aneka masalah yang muncul dalam pelaksanaan
pembelajaran daring. Masalah-masalah tersebut adalah:
a. Masalah
yang terjadi pada guru.
Pak Pantja menyebutkan
bahwa ada 3 tipe guru yang dilihatnya terkait pembelajaran daring: melek IT
(terutama usia milenial yang sudah ikut pelatihan multimedia), tidak tahu
gunakan multimedia hanya WA tapi tidak bisa manfaatkan WA dengan baik, dan tidak
tahu manfaatkan WA hanya tahu pakai handphone.
“Sekarang ini yang diprogram adalah program yang radikal – pembelajaran daring. Semua orang kaget: di tingkat dinas, kementerian, guru, kepala sekolah. Ibarat mau belajar berenang, tidak tahu berenang akhirnya belajar sendiri dalam situasi ketidaktahuan,” papar Pak Pantja.
Pak Irfan mengatakan adanya
tipe-tipe guru berikut: guru yang pasrah dengan keadaan dan tidak mau bertanya,
ada yang gaptek dan baru mau belajar juga mau bertanya, dan ada yang kebablasan
dalam menggunakan teknologi informasi – dia menggunakan Google Meet, WA, Google
Class Room, dan Zoom sekaligus.
Di samping itu, menurut
Pak Irfan, beberapa tenaga pendidik memberikan tugas terlalu banyak. Ibarat kata
“walaupun sekolah lock down, tugas-tugas bikin siswanya smack down”.
Selain itu, Pak Rahman
mengatakan adanya keluhan yang masuk kepadanya mengenai keterbatasan kuota data
internet yang dimiliki guru – hal ini diamini Pak Alfian selaku moderator
diskusi. Belum semua guru bisa terpenuhi kebutuhannya akan kuota. Mengenai hal
ini, telah diupayakan solusi.
Untuk ranah yang
membutuhkan kreativitas dan inovasi, Pak Rahman mengakui adanya guru yang
mengalami keterbelakangan dalam berinovasi ketika melaksanakan tugasnya.
Selain itu ada komplain
dari masyarakat yang masuk ke Pak Rahman terkait anak mereka yang terlalu
banyak dibebani tugas oleh guru.
Setelah Pak Rahman mencoba
mencari tahu, banyaknya tugas siswa ini merupakan dampak dari guru yang terlalu
tinggi “rasa ingin mencobanya” sehingga memberikan sesuatu kepada anak-anak
melalui aplikasi online tanpa menghitung berapa durasi waktu yang
dbutuhkan anak-anak untuk merespon balik.
Di satu sisi, melalui
pembelajaran daring via TVRI, pemenuhan kurikulum sudah terpenuhi namun di sisi
lain, guru punya kewajiban mengajar. Kalau tidak, bisa dianggap makan gaji
buta. Akhirnya guru tetap mengajar walaupun mirip dengan TVRI.
“Sayangnya, TVRI kasih tugas, guru juga kasih tugas, melahirkan masalah baru lagi,” kata Pak Rahman.
b. Masalah
yang terjadi pada anak didik dan orang tua.
Pak Rahman juga menerima
komplain dari peserta didik. Anak-anak didik tidak semua memiliki HP android.
Ada pula yang memiliki ponsel android namun tidak punya cukup kuota. Bahkan ada
yang harus menumpang menggunakan ponsel tetangga untuk sekadar belajar daring.
Pak Pantja mengemukakan
keterbatasan orang tua dalam mendampingi anak-anaknya. Karena orang tua sebenarnya
diharapkan mampu mendampingi anak-anaknya selama belajar di rumah. Tak semua
orang tua memiliki fasilitas memadai.
“Pembelajaran daring ini, juga tergantung dengan orang tua. Bayangkan kalau dia punya dua atau lebih anak yang belajar di rumah dan punya HP hanya satu. Maka akan kesulitan,” tukas Pak Pantja.
c. Masalah
lain dalam pembelajaran daring.
Khusus di Kota Makassar
kita bisa melaksanakan pembelajaran daring untuk hampir di atas 70% wilayah
kota. Masih ada wilayah yang tidak memungkinkan pembelajaran daring-nya,
misalnya yang berada di pulau-pulau.
“Bahkan di dalam kota sendiri, jaringan tersedia tapi fasilitas daring-nya yang tidak memungkinkan untuk diselenggarakan secara utuh pembelajaran daring,” ucap Pak Rahman.
Menurut Pak Rahman, kita
baru belajar melaksanakan kegiatan belajar-mengajar daring ini karena belum
memiliki format bakunya. Sebagian belajar otodidak. Meskipun kita merancang
dengan mengacu kepada kurikulum yang ada namun metode bermacam ragam ini
membutuhkan interpretasi tenaga pendidik kita.
Untuk melakukan workshop
singkat secara langsung atau konvensional tidak memungkinkan. Hanya bisa sharing informasi dan sharing kebijakan kepada kepsek
dan guru melalui virtual meeting. Di sana-sini ada keterbatasan.
Tentunya hal ini membutuhkan waktu lama untuk transfer knowledge kepada
para pelaksana pendidikan di tingkat sekolah.
Di sisi lain ada elemen
masyarakat yang hanya mengkritisi tanpa memberikan solusi. “Kasihan para kepala
sekolah yang banyak diserang akan keterbatasan. Padahal kondisi ini tidak pernah
direncanakan dan tidak pernah dibayangkan,” ujar Pak Rahman.
Infrastruktur yang sudah
terbentuk belum menyesuai dengan situasi yang tidak diharapkan dan direncanakan
ini. Memang dari sisi kebijakan penganggaran harus direalokasi lagi.
“Sekarang belum fix kecuali untuk penganggaran biaya tak terduga. Dukungan dana pendidikan masih menjadi pembicaraan panjang di APBD Dinas Pendidikan dan parlemen, sampai sekarang belum final,” ujar Pak Rahman.
2. Upaya
Mencari Solusi Pembelajaran E-Learning
Dari pemaparan para
nara sumber, terlihat ada titik cerah solus di tengah pandemi Covid-19 yang
telah/bisa/akan dilakukan terkait pembelajaran daring ini. Berikut resume-nya:
a. Technology
is not the end.
Pak Irfan menyampaikan
bahwa pandemi Covid-19 memaksa kita melupakan ruang belajar untuk beralih kepada
tatap maya dan kolaborasi inter personal sebagai cara belajar jaman now.
Namun demikian, harap digarisbawahi bahwa technology is not the end.
“Teknologi bukan segala-galanya, jangan sampai kita lupa anak-anak bukan robot yang hanya mengerjakan tugas yang menyebabkan orang tuanya mengeluh. Perlunya teknologi ini kita coba gunakan dalam pembelajaran kita dengan adanya interaksi dalam proses pembelajaran. Ada sentuhan guru di situ!” tukas Pak Irfan.
Cara belajar sekarang itu
ternyata ada 4: tatap muka, tatap maya, personal, kolaborasi. Keempat cara ini
oleh Pak Irfan kemudian disebutkan sebagai “ruang belajar” 1, 2, 3, dan 4. Jika
menggunakan grup Whatsapp, jangan hanya jadikan grup sebagai tempat delivery
tugas dan mengembalikan tugas. Guru tetap harus memberikan “sentuhan”
selayaknya di dalam kelas.
Pak Irfan kemudian memberikan
contoh pembelajarn menggunakan WA group: untuk menerapkan ruang belajar
2,3,4.
Misalnya, guru
mengirimkan video orang yang sedang makan untuk membahas cara kerja pencernaan
(kelas 5 SD) ke grup setelah sebelumnya janjian dengan anak-anak jam 8. Minta
anak-anak untuk mengamatinya.
Ruang belajar jaman now. Sumber: materi Pak Irfan. |
Berikan pertanyaan di grup
WA, misalnya: apa yang dilakukan orang tersebut? Ke mana makanan yang
dimakannya pergi? Apa sebabnya makanan itu habis? Beri kesempatan anak-anak untuk
aktif menjawabnya di WA sekira 10 – 12 menit.
Pada kegiatan kedua, guru
memberikan penguatan. Berikan penjelasan, bisa dengan chatting. Setelah
itu, guru kirimkan bahan bacaan dan lembar kegiatan sehingga sentuhan guru
hadir dalam ruang di WA group.
Selanjutnya, kegiatan
ketiga berlangsung sekira 20 menit untuk siswa, guru menunggu. Jangan hanya
berikan tugas dan menunggu siswa kumpulkan tugas saja. Tak mengapa hanya
gunakan WA, bukan masalah. Namun kegiatan pembelajaran itu tetap ada sehingga ada
proses yang dilalui anak-anak dalam belajar.
Selama ini banyak yang
memberikan tugas sementara anak belajar sendiri, hanya bertanya kepada orang
tua yang membersamai
anak belajar di rumah. Bagaimana jika orang tua tidak paham mata pelajaran
tersebut? Akibatnya anak tidak bisa mengerjakan, kan?
Nah, di sinilah perlu
adanya proses diskusi yang mungkin makan waktu 1,5 jam sehingga para siwa mendapatkan
informasi dari apa-apa yang guru ditanyakan. Setelah itu berikan lembar
evaluasi untuk mengetahui apa kemampuan yang sudah mereka dapatkan.
“Dampingi anak-anak. Tugas kita sebagai guru itu mendampingi. Gunakan waktu, kira-kira sama dengan tatap muka atau lebih sedikit. Gunakan untuk membimbing anak-anak,” tukas Pak Irfan sembari menekankan supaya guru tak kebablasan dalam pembelajaran daring.
Pertanyaan kunci
dilemparkan oleh Pak Irfan: “Bagaimana sekarang Bapak/ibu pastikan anak-anak
sudah mampu?”
b. 8 indikator
pelaksanaan pembelajaran daring.
Berikut ini 8 dari 10 indikator
untuk keperluan guru sekolah dasar, diambil Pak Irfan dari OLC (Online
Learning Consortium) 2020:
- Rancangan pembelajaran. Apakah guru membuat rancangannya? Tetap harus ada sehingga kita paham kira-kira apa yang akan diperoleh anak-anak dalam kegiatan belajar daring. Rancang sedemikian rupa dengan prinsip centered learning.
- Aksesibilitas. Kegiatan pembelajaran daring mudah diakses kapan saja, di mana saja serta mungkin menggunakan perangkat yang memudahkan siswa dan orang tuanya.
- Capaian pembelajaran (learning outcome). Apa yang mau dicapai ketika anak mau belajar? Akan menjadi alat ukur untuk ukur kualitas pembelajaran. Boleh jadi kita berharap anak bisa berpikir kritis dalam pembelajaran daring. Sangat mungkin tergantung cara guru membelajarkan siswa.
- Dengan memberikan konten pembelajaran. Kontennya sperti apa? Apakah selaras? Variatif? Jangan hanya mengirim LKS terus. Gabungkan videokah, power point, bacaan lain, dan seterusnya.
- Ada aktivitas belajar. Apakah itu? Bedakan aktivitas belajar dengan aktivitas yang kita berikan. Aktivitas belajar seharusnya adalah adanya kegiatan yang mengarahkan anak untuk melakukan pembelajaran. Sekali-kali harus dipantau misalnya menggunakan WA, memberikan tugas. Tanyakan apakah ada masalah dengan yang guru berikan? Jika ada masalah persilakan siswa bertanya. Seperti selayaknya mengajar di dalam kelas. Jangan lepas tangan setelah memberikan tugas.
- Ada aktivitas tugas. Jangan terlalu banyak tetapi pastikan berhubungan dengan kompetensi yang ingin dicapai.
- Ada aktivitas diskusi. Kekurangannya selama ini tak ada lagi proses diskusi bagaimana kalau salah? Guru tinggal menyalahkan. Tidak boleh hanya begitu. Harus ada diskusi. Kita tdak tahu kapan Covide akan selesai. Jika Covid berlanjut maka kita akan lakukan yang seperti ini terus. Kita perlu ubah bentuk pembelajaran kita.
- Melakukan evaluasi. Evaluasi itu, bisa dengan mengirimkan lembar kegiatan. Namun yang bagus itu adalah dengan mengukur kemampuan siswa. Tidak hanya dengan bertanya atau membuat soal tetapi juga dengan meminta anak mengukur. Tanyakan kepada mereka apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka pahami. Itu bisa digunakan untuk mengukur pemahaman mereka.
c. Efektivitas pembelajaran daring.
Kunci efektivitas dari
pembelajaran daring yang diungkapkan Pak Irfan adalah sebagai berikut:
- Guru harus kreatif dalam membuat perencanaan supaya anak-anak dan guru tidak mudah bosan.
- Guru harus mampu manfaatkan media online, serendah-rendahnya WA. Harus ada proses di dalamnya selayaknya bentuk kegiatan belajar-mengajar. Ada timbal-balik yang muncul. Kalau tiba waktunya minta mereka berdiskusi.
- Mampu menyajikan pembelajaran yang terencana dan efektif dalam keterbatasan waktu. Harap diingat bahwa ponsel yang digunakan siswa merupakan milik bersama jadi tentukanlah waktunya, misalnya 1-2 jam untuk kegiatan belajar-mengajar.
- Guru harus mampu menyatukan persepsi dan konsentrasi anak. Gunakan grup untuk menyatukannya.
- Mampu melakukan perannya sebagai motivator, akselerator, komunikator, dan mediator. “Guru harus menyediakan waktunya 24 jam 7 hari untuk menyiapkan anak-anak kita. Mediasi, fasilitasi, dan motivasi mereka belajar,” tutur Pak Irfan.
- Guru harus mampu melibatkan orang tua siswa dalam pembelajaran dengan tepat sehingga orang tua harus tahu porsinya, jangan sampai orang tua yang menjawabkan soal-soal yang diberikan guru.
d. Langkah
Dinas Pendidikan Kota Makassar.
Bapak Abdul Rahman Bando menyampakan
bahwa di Makassar, setiap ada kebijakan pemerintah pusat, segera diambil
langkah penyesuaian.
Misalnya pada 16 Maret
lalu ketika kebijakan pertama Mendikbud mengenai anak-anak dihentikan belajar
di kelas, hari itu juga segera direspon dengan mengadakan pertemuan dengan
seluruh kepala sekolah SD dan SMP guna menindaklanjuti dengan kebijakan untuk
kota Makassar.
Pek Rahman. |
Dinas Pendidikan Kota Makassar
seantiasa memfasilitasi untuk terus membenahi sistem IT di Dinas Pendidikan
supaya menjadi wadah berbagi informasi dan inovasi. Pak Rahman mengakui masih adanya
keterbatasan tetapi pihaknya tidak pernah berhenti berpikir untuk lahirkan
gagasan-gagasan baru untuk sukseskan pembelajaran daring.
Jajaran Dinas Pendidikan
akan terus menjalankan proses pembelajaran reguler. Ada ujian, evaluasi,
penamatan, kenaikan kelas, ijazah, PPDB (penerimaan peserta didik baru) yang diupayakan
direspon dengan baik. Perlu diantisipasi bilamana tahun ajaran baru diundurkan.
3. Harapan
dan Rekomendasi Terhadap Pembelajaran Daring
a. Kreatif dan inovatif.
“Pembelajaran daring
membutuhkan kreativitas,” ujar Pak Pantja. Hal yang senada diungkapkan pula
oleh Pak Irfan dan Pak Rahman.
“Guru menjalankan tugasnya sebagai kewajiban dan sebagai panggilan nurani agar tidak berhenti memberikan inovasi dan informasi pendidikan kepada anak-anak kita,” tutur Pak Rahman.
b. Ubah mindset dan terus belajar.
“Kita perlu ubah mindset dalam memberikan pembelajaran. Tanyalah orang di sekitar kita untuk menggunakan tools,” ucap Pak Irfan, mengajak segenap guru untuk terus belajar.
“Harus lakukan sekarang, tidak bisa menuggu. Tugas guru adalah memberikan pelayanan. Dengan memberikan pelayanan yang baik akan kita dapatkan anak-anak masa depan yang walaupun pernah mengalami berada di masa pandemi, mereka memiliki kemampuan yang luar biasa. Kita harus miliki dampak positif bagi sekitar kita. Lakukan upskilling dan upgrading,” ujar Pak Irfan lagi.
Pak Irfan (kiri atas). |
c. Perkuat komunikasi guru dan kepala sekolah.
“Sayangnya dengan adanya belajar di rumah, nyaris komunikasi antar guru tidak terjadi. Di grup WA pun nyaris tak ada diskusi. Kepsek, tagihlah guru-guru kita seperti apa perencanaannya. Adakan diskusi!” tukas Pak Irfan.
d. Sharing untuk replikasi.
Pak Rahman mengakui kini
banyak guru yang melebihi ekspektasi. Guru-guru tersebut mampu membuat simulasi
pembelajaran yang membuat anak-anak tidak bosan. Harapan Pak Rahman, agar guru-guru
hebat yang mengalami pembelajaran daring yang efisien, bisa sharing kepada
guru-guru lain agar pencapaiannya bisa direplikasi.
e. Memperhatikan waktu siswa merespon balik
tugas.
Menurut Pak Rahman, inovasi
pembelajaran daring harus memperhatikan waktu untuk merespon balik tugas dari
guru. Apalagi di tingkat SMP. Jika masing-masing guru mata pelajaran memberikan
tugas, sementara ada lebih dari 10 mata pelajaran, bisa dibayangkan bagaimana
repotnya anak-anak merespon balik tugas-tugas itu sementara perangkat yang
dimilikinya belum tentu memadai.
f. Efisiensi pembelajaran di tingkat pendidikan dasar.
Pak Rahman mengatakan
bahwa Covid akan lahirkan revolusi pendidikan di Indonesia. Beliau berharap UNM
mampu menggagas efisiensi pembelajaran di tingkat pendidikan dasar. Mata pelajaran
terlalu banyak, akibatnya anak kesulitan menguasai bidang tertentu. “Kalau
seandainya 3 atau 4 (mata pelajaran), anak tidak mengeluh,” tukas Pak Rahman.
g. Akan lahir guru-guru hebat.
Pak Rahman juga
menyampaikan optimismenya bahwa melalui situasi pandemi ini akan hadir guru-guru
hebat karena situasi ini memaksa guru-guru yang tidak melek teknologi untuk
belajar dari anak dan keluarganya. Apalagi guru-guru yang usianya di atas 55 tahun,
mereka belajar banyak hal.
h. Hati-hati
dalam penggunaan anggaran.
Pak Rahman mengingatkan para
kepala sekolah agar berhati-hati dalam menggunakan anggaran dalam masa pandemi
ini meskipun ada kelonggaran. Perhatikan regulasi yang begitu cepat berubah. Uang
yang leluar dalam situasi bencana tetap akan diaudit. Semua perencanaan dan
penggunaan anggaran akan dimintai pertanggungjawabannya.
4. Harapan Orang Tua untuk Pembelajaran Daring.
Bersyukur saya
mendapat kesempatan untuk menyampaikan tanggapan selaku orang tua dari seorang
mahasiswa, seorang siswi SMP, dan seorang siswa SD (yang bungsu ini masuk lewat jalur inklusi). Namun sayangnya, kata teman
yang juga ikut diskusi ini, suara saya terputus-putus maka besar harapan saya
untuk menyampaikannya melalui tulisan ini:
a. Solusi
untuk sekolah dan orang tua yang kesulitan melakukan pembelajaran daring.
Tak semua sekolah di kota
Makassar beruntung. Ada yang para siswanya datang dari strata menengah ke bawah
yang kendala utamanya ada pada perangkat telekomunikasi dan kuota. Selain itu
kendala lainnya adalah kemampuan dan kemauan orang tuanya untuk mendampingi
anaknya belajar.
b. Solusi
online agar efektif untuk pendidikan inklusif dan guru honor.
Apa kabar dengan denyut
pendidikan inklusif di kota ini? Bagaimana caranya agar anak-anak berkebutuhan
khusus bisa belajar dengan baik, sebaik anak-anak sekolah lainnya? Adakah
harapan mereka bisa menikmati pelajaran dengan baik seperti sebelum pandemi
berlangsung? Apa kabar guru honorer? (Para guru pendidikan khusus (GPK) yang mendukung pendidikan inklusif di sekolah bungsu saya semuanya honorer). Bagaimana mereka bisa bekerja dengan baik
dan tetap bisa hidup layak?
c. Solusi
pembelajaran untuk kompetensi literasi digital.
“The new normal”
ini membuat kita harus senantiasa akrab dengan dunia digital. Bercakap-cakap menjadi
lebih sering dalam dunia digital. Mau tidak mau, kemampuan literasi digital
menjadi salah satu kompetensi yang dibutuhkan. Siapkah kita dengan pemenuhan
kompetensi ini?
Saya menaruh harap, sistem
pendidikan kita juga menaruh perhatian terhadap kompetensi literasi digital ini.
Tak bisa dipungkiri, dalam pergaulan di dunia maya, ada etiket dan etika yang
harus diperhatikan sebagaimana pergaulan di dunia nyata.
Kalau di dunia nyata
mimik wajah, bahasa tubuh, dan intonasi suara menjadi komponen penting dalam
berkomunikasi, berbeda halnya di dunia maya.
Jangan sampai ada kebiasaan
menuliskan tanda seru – apalagi sampai 3 tanda seru di dalam berkalimat di ruang
maya. Jangan sampai mengetikkan pesan dengan huruf besar semua. Jangan abaikan
kebiasaan memberi salam dahulu ketika memulai percakapan. Hal-hal tersebut
merupakan contoh hal-hal yang patut diperhatikan dalam berkomunikasi di ruang
maya.
💙💚💛💜
Jika Pak Rahman menitip
pesan mengenai jumlah bidang studi kepada para akademisi di fakultas kependidikan
UNM maka saya menitip pesan mengenai pendidikan literasi digital yang menjadi
penting pada era pandemi ini.
Saya percaya apa yang
disampaikan oleh Pak Rahman Bando bahwa Kementerian Pendidikan merancang
skenario sampai akhir tahun dan akan ada penyesuaian-penyesuaian. Maka
izinkanlah saya sebagai orang tua siswa, sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional menaruh harap juga, semoga dimasukkan ke dalam skenario untuk bagi
kepentingan anak-anak kita.
Izinkan saya mengutip perkataan Pak Pantja, “Pembelajaran daring ini sebenarnya solusi. Bukan daring-nya yang bermasalah, melainkan pengguna daringnya.”
Semoga diskusi virtual
ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi anak-anak kita – anak-anak
bangsa ini. Saya setuju dengan closing statement Pak Rahman bahwa seluruh
ide, gagasan, inovasi yang cemerlang yang dlahirkan dalam situasi sekarang akan
tercatat dalam sejarah perjalanan hidup dan menjadi bagian amal jariyah. Maka terusah
berinovasi, dengarkan keluhan dan cari solusinya.
Dan saya kira kita semua
pun setuju dengan apa yang dikatakan Pak Irfan bahwa hikmah pandemi Covid-19
ini adalah kerja-kerja menjadi efektif dan efisien. Tanpa atau dengan adanya
Covid, guru tetap harus berkembang.
Ya, guru dan anak-anak
kita tetap harus berkembang menjadi lebih baik, begitu pun orang tua siswa, seharusnya
juga mampu untuk terus belajar dalam menyikapi perubahan zaman baik itu
perangkat daring-nya memadai ataupun tidak. Mari berkembang bersama, maju
bersama.
Makassar, 15 Mei 2020
Baca juga:
- Kiat Membersamai Anak Belajar di Rumah Agar Memiliki Motivasi Belajar
- Pentingnya Self Healing Bagi Orang Tua dalam Masa Pandemi
- 6 Tips Anti Waswas Belajar dari Rumah
- 7 Langkah Menjaga Kesehatan Mental Menghadapi Pandemi Covid-19
- Menyebar Vibrasi Positif dalam Masa Pandemi Covid-19 untuk Meningkatkan Imun Tubuh
- Wujudkan Pemerataan Sistem Pendidikan Inklusif untuk Capai Tujuan Pendidikan Nasional
- [Opini Harian Fajar] Menanti Merdekanya Pendidikan yang Inklusif Bagi Semua Anak
Share :
Super sekali
ReplyDeleteTerima kasih Pak Guru.
DeleteMaasyaa ALLAH Tabarakallah..
ReplyDeleteKeren Bund..👍👍
Izin share tulisannya ya Bund..🙏🙏
Jazaakillahu khairan wabarakallahu fiik bunda Mugniar..
Masya Allah, baarakallahu fiik, Bunda. Silakan, dengan senang hati. Semoga bermanfaat. :)
DeleteIt's Ok Bund, woles aja.. Komen yg kasar itu sebenarnya apresiasi terselubung dari ketidakmampuan mengakui kelebihan orang lain.. Bil Hamasah ;)
ReplyDeleteHehe, siap.
DeleteYa awalnya mungkin karena belum terbiasa saja jadi sedikit terkendala. Namun memang secara umum pembelajaran ut level SMA ke bawah rasanya masih lebih baik secara konvensional
ReplyDeleteSaya baru menonton sebuah video yang menyentuh di IG. Bunyi kalimat dalam video tersebut kurang lebih seperti ini Bu: "kalau mau belajar cuma pinter dari google saja cukup, di google ada semua tau semua. Guru itu digugu dan ditiru, kelebihan dari guru memiliki perasa, mendidik, mengajar dan membentuk karakter siswa-siswa" (Intinya belajar daring kelamaan kurang eventif dan tidak membentuk berkarater).
ReplyDeleteDrama learning by daring yah, hahaha. Someday I am almost sleep when learning online.
ReplyDeleteTapi tetep lebih bagus belajar tatap muka sih, apalagi udah lama begini. Tadinya udah mau masuk bulan ini tapi kayanya ga jadi lagi, bulan depan juga belum tentu :(
ReplyDeleteYang sulit itu anak2 SD, karena kalau via daring kadang mereka juga ga terlalu konsen, apalagi waktunya sebentar, beda dengan belajar tatap muka.