Materi tersebut saya simak ketika Asosiasi Psikolog Sekolah Indonesia
(APSI) menyelenggarakan Kulwapp (Kuliah Whatsapp) pada tanggal 21 April 2020 lalu.
Materi ini menjadi penting pada masa pandemi Covid-19 ini karena fenomena virus
Corona telah menyebabkan dinamika baru yang membuat semua orang harus menyesuaikan
diri, termasuk orang tua dalam menjalani perannya.
Peran
yang Dijalani Orang Tua dan Dinamika Akibat Pandemi Covid-19
Peran orang tua banyak sekali, di antaranya adalah sebagai orang tua
sendiri yang salah satu tugasnya adalah memastikan anak-anaknya baik-baik saja,
sebagai pengurus rumah tangga, sebagai teman bagi anak, sebagai partner bagi
pasangan, dan sebagai pekerja. Dalam menjalani peran-peran tersebut, orang tua
pun harus menyesuaikan diri dengan dinamika yang berubah.
Dalam menjalani peran-peran tersebut, tantangan lain yang harus dihadapi
orang tua adalah tekanan akibat 3 macam dampak: dampak sosial, dampak ekonomi, dan dampak psikologi.
Bagaimana tidak, meluasnya pandemi Covid-19 telah mengakibatkan banyak
jadwal pertemuan yang tertunda atau batal. Di sisi lain, keadaan ekonomi tak
sama lagi dengan dulu karena banyak bisnis yang tak bisa lagi berjalan
sebagaimana mestinya. Nah, kedua dampak ini menimbulkan dampak psikologi.
Kemudian dampak sosial, dampak ekonomi, dan dampak psikologi ini memengaruhi
orang tua dalam membersamai anak di rumah. Sementara anak-anak pun jadi punya kebutuhan
untuk lebih diperhatikan karena mereka harus belajar dan beraktivitas di rumah
saja.
Dinamika
Akibat Pandemi Covid-19: Problem ataukah Keberuntungan?
Ibu Sitti Murdiana memberikan pertanyaan, apakah semua dinamika ini akan
kita terima sebagai:
- Problem (masalah) yang sulit, jadi bagaimana menghadapinya?
- Keberuntungan yang patut disyukuri.
Jika kita menganggapnya sebagai keberuntungan, berarti kita menyadari adanya
dukungan dari lingkungan sekitar kita untuk menjalaninya sebagai suatu kebaikan.
Dengan demikian, point penting berikutnya adalah: BAGAIMANA MENSYUKURINYA?
“Cara kita mensyukurinya adalah dengan memanfaatkan segala yang bisa dimanfaatkan dan menikmati segala hal yang terjadi,” ujar Bu Diana – nama sapaan dari Ibu Sitti Murdiana.
Dengan demikian kita bisa menjalani hari dengan mudah, tidak terbebani.
Bersyukur letaknya bukan pada perilaku, dia ada di dalam diri seseorang.
Bagaimana dia memaknakan sesuatu itu sebagai hal yang positif.
Nah, bagaimana jika sebaliknya?
Bagaimana jika kita menganggap hal-hal tadi sebagai problem?
Tentunya jika menganggap situasi pandemi ini sebagai problem, konsekuensinya adalah munculnya kelelahan psikis atau kelelahan emosional. Jika tak dihadapi dengan baik, jelas saja membuat kita lelah. Jika menyadari ini, bagaimana menghadapinya? Nah, di sinilah dibutuhkan SELF HEALING.
Pentingnya
Self Healing bagi Orang Tua
Apa itu self healing?
Self healing adalah
mekanisme penyembuhan alamiah
dari luka batin atau
kelelahan emosional
dengan menggunakan
seluruh kemampuan
atau kekuatan diri yang
dimiliki oleh seseorang.
Sejatinya, setiap orang nih
memiliki mekanisme self healing sendiri yang bekerja secara otomatis di
dalam dirinya untuk mengatasi stres ataupun ketegangan yang dialaminya.
“Jadi, setiap orang punya self healing kecuali kalau dia tidak mau pakai,” ucap Bu Diana dalam presentasinya.
Contoh kecilnya saja, ketika tangan kita terkena panas maka secara
otomatis kita menarik tangan menjauh dari sumber panas. Sesaat ada pikiran apa
yang terjadi dengan tangan kita tetapi kalau yang terjadi hanyalah “hal kecil”,
seseorang yang tangannya terkena panas akan berpikir bahwa hal kecil ini tidak apa-apa,
akan membaik setelah diobati.
Namun ada orang yang “tidak mau memakai mekanisme self healing-nya”,
yaitu orang yang tinggal dengan menangisi tangannya yang kena panas itu. Orang
seperti ini panik dan fokus saja pada stresnya. Maka mekanisme self healing tidak
bisa bekerja secara otomatis.
Bila hanya berfokus pada problem, atau kepanikan, atau stres maka secara
tidak sengaja kita menghambat bekerjanya pikiran dan perasaan untuk MENERIMA
masalah yang dialami. Proses healing akan bekerja ketika kita memahami
dan menerima apa yang terjadi. “Itu jembatannya untuk masuk ke self healing,”
tutur Bu Diana.
Orang yang tak mampu menerima keadaan secara simultan hanya akan berkutat
pada stres atau sesuatu yang menimbulkan stres. Berputar-putar saja di situ,
ya.
Bu Diana memberikan ilustrasi: problem yang muncul menimbulkan ketidaksesuaian
dan ketidaknyamanan yang membuat seseorang menolaknya. Penolakannya terhadap
kondisi ini menimbulkan perasaan negatif yang memicu munculnya tindakan
tertentu.
Nah, tindakan karena perasaan negatif tersebut akan membuat seseorang
memaksa dirinya untuk mengeluarkan lebih banyak energi untuk berpikir dan
merasakan sesuatu sehingga dalam kondisi ini seseorang akan mudah merasa letih
dan kehabisan energi.
Konflik yang tidak selesai di dalam diri bisa menimbulkan emosi negatif
yang harus dikontrol. Mengontrolnya adalah dengan menyelesaikannya atau dengan
mencoba mengurainya. Mengurai bisa menghindarkan kita dari penumpukan emosi negatif.
Jika tak berhasil dan tetap negatif maka merasa letih dan kehabisan energi bisa
terjadi.
Siapa yang mau MERASA LETIH dan KEHABISAN ENERGI?
Kalau berada dalam kondisi ini konsekuensinya pasti ada lho, yaitu menjerumuskan kita kepada satu kata:
MENYERAH!
Ada yang mau menyerah?
Saya sih, tidak, Kawan! Saya yakin Anda pun tidak, ya?
Nah, bagaimana caranya supaya kita tidak jatuh dalam kondisi MENYERAH?
Segeralah mencari cara untuk mengembangkan SELF HEALING!
Cara
Mengaktifkan Mekanisme Self Healing bagi orang tua
Lalu, adakah cara untuk mengaktifkan mekanisme healing dalam diri
seseorang? Ada, kawan! Caranya yaitu:
1. Mengatasi kepanikan
dengan mencari informasi. Informasi nantinya membawa kepada tujuan tertentu yang bisa meredam kepanikan.
Panik bersifat tidak rasional. Disertai dengan rasa cemas,
ketakutan akan suatu hal padahal sesuatu itu belum tentu akan terjadi. Salah
satu cara untuk mengatasi kepanikan adalah dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya,
tentunya informasi yang valid, ya. Dengan demikian akan diketahui bahwa
orang lain pun sama dengan diri kita.
2. Mengubah fokus terhadap masalah menjadi fokus pada solusi.
Misalnya ketika kita memikirkan kesulitan anak dalam belajar jika hanya
belajar di rumah, jangan berkutat di situ terus. Biarkan dulu beberapa hari
untuk menyesuaikan diri. Jika sudah cukup, cari pendekatan yang pas agar anak
mau belajar.
Coba cara 1, jika tidak berhasil coba cara 2, cara 3, dan seterusnya.
Tidak boleh patah semangat. Ingat untuk mempertahankan kondisi psikologis kita
agar tidak berada pada kondisi yang kompleks sekali sehingga sulit berpikir untuk
memecahkan masalah.
Take a me time. |
Bagaimana 3 jurus fokus pada solusi:
*Menyadari hal-hal positif mengenai diri sendiri.
Misalnya dengan menyadari posisi diri sebagai ibu yang dibutuhkan,
sebagai pribadi yang memiliki kemampuan tertentu. Hal ini akan menimbulkan
semangat baru.
*Menyadari hal-hal positif yang kita miliki.
Apa yang kita miliki? Rumah yang nyaman? Anak-anak yang menyenangkan?
Pasangan yang pengertian? Koneksi internet yang memadai? Ketersediaan bahan
pangan di pekarangan sendiri? Ketika menyadari hal-hal positif yang kita miliki,
bersyukurlah.
*Menyadari hal positif yang dapat dilakukan.
Dalam kondisi terbatas, ternyata masih ada hal-hal positif yang bisa kita
lakukan. Misalnya bisa banyak mendampingi anak, bisa ngobrol banyak dengan
pasangan, bisa tetap bekerja dari rumah, bisa melakukan hobi, dan sebagainya.
Ketiga hal ini akan menimbulkan SEMANGAT dan semangat ini yang akan membawa kita masuk ke dalam self
healing. Ingat-ingat hal-hal positif ini ketika sesekali timbul problem
dalam keseharian kita. Inilah pentingnya self healing bagi orang tua
dalam membersamai anak di masa pandemi.
Ibu Diana berpesan kepada para orang tua untuk senantiasa mengurai masalah yang ditemuinya karena sesungguhnya setiap hari kita menemukan masalah. Dengan menyadari adanya masalah dan bisa mendefinisikannya (mendefinisikan ini istilah saya – red) lalu mengurainya maka 50% dari masalah sudah selesai, tinggal bagaimana menjalaninya.
Tips jika sedang berada dalam keadaan emosional yang sangat lelah
dalam menjalani rutinitas, menurut Ibu Diana adalah dengan mengalihkan perhatian kepada
hal lain, jangan memaksakan diri mengerjakan sesuatu. Rileks sejenak, luangkan
waktu untuk menikmati hal yang menyenangkan bagi kita (me time – red)
setelah nyaman barulah kembali ke rutinitas.
Tidak bisa dipungkiri ya bahwa kesehatan mental dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini penting.
Tidak bisa dipungkiri ya bahwa kesehatan mental dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini penting.
Menurut Bu Diana, orang
tua hendaknya
menyelesaikan terlebih dulu
konflik dalam dirinya
dan mengembangkan
hal-hal positif, barulah
setelah itu membersamai anak.
Ketika seseorang mengembangkan hal-hal positif dalam dirinya maka energi
yang muncul adalah energi positif yang dapat menguatkan munculnya cara baru,
ide baru, dan pendekatan dalam penyelesaian masalah. Dengan demikian, hari-hari
yang dilaluinya terasa lebih mudah meskipun masalah masih ada di sekitarnya.
Makassar, 30 April 2020
Gambar-gambar berasal dari Pixabay.com.
Selesai tulisan ke-2 dari
2 tulisan. Tulisan ke-1:
Baca juga:
- 7 Langkah Menjaga Kesehatan Mental Menghadapi Pandemi Covid-19
- Menyebar Vibrasi Positif dalam Masa Pandemi Covid-19 untuk Meningkatkan Imun Tubuh
Share :
Self healing penting banget sih disaat sekarang ini, aku pun juga melakukan self healing. Sebenarnya biar kalau lagi jadi gurunya anakku tuh gak pakai emosi, hahahahaa... Semoga virusnya cepat pergi ya dan keadaannya kembali seperti dulu lagi.
ReplyDeleteMenyerah itu kayak mundur sebelum berperang ya? Kadang kita merasa tak mampu lalu maunya marah2 melulu, berdiam diri, ga mau makan trus stres jadi penyakit deh. Kita butuh self healing supaya bisa tenang dan nyaman dalam menghadapi masalah apapun.
ReplyDeleteOrang tua hendaknya menyelesaikan terlebih dulu konflik dalam dirinya
ReplyDeletedan mengembangkan hal-hal positif, barulah setelah itu membersamai anak.
Ini penting bgt ya Mak. Karena gimanapun juga, ortu harus hadir penuh dan sadar utuh ketika menjalankan perannya
Baik sekali kalau emak-emak tau tentang ini. Karena di masa pandemi seoerti sekarang, sejatinya bukan hanya anak-anak saja yang rentan terserang stress, tapi emak sebagai pendamping juga bisa mengalami.
ReplyDeleteSemoga wabah ini segera berlalu dan keadaan bisa normal kembali. Aamiin.
Nah bagian yg terkadang sulit itu yg menyelesaikan konflik yg ada di dlm diri sendiri ya Mba, banyak dari kita yg blm selesai dgn diri sendiri hingga sulit ketika hrs mendampingi anak
ReplyDeletewah cocok banget nih buat saya yang kalo lg PMS sering melow sampai irrasional gitu :D. Dan saat pandemi ini ada saat2 di mana saya melow banget krn LDR (haha..malah curcol)
ReplyDeleteNah kemaren aku juga habis ikutan bagaimana cara mengelola emosi dan mengurangi tingkat stres. Lumayan membantu bukan karena dari seminarnya aja, tapi karena masih bisa berkumpul secara online bersama teman-teman itu sesuatu banget, merasa tidak sendirian dan bisa punya semangat hidup lagi
ReplyDeleteKalau begitu aku lebih dulu self healing sebelum menyelamatkan yang lain. Kalau saya butuh waktu agak lama buat menyembuhkan diri dari sesuatu yang enggak mengenakkan.
ReplyDeleteSelf healing gak cuma buat orgtua aja sih, tapi buat semuanya. Dan memang buat orgtua paling penting sih. Aku ngerasain banget soalnya. Karena akupun juga suka self healing buat meredam emosi aku selama pandemi ini :)
ReplyDeletestay positive..no matter how hard it might be. I always try to remeber to be grateful for every single thing I have at this point
ReplyDeleteNah kutipan terakhir itu kadang sulit untuk aku lakukan, kadang konflik dengan diri sendiri atau dengan orang lain belum selesai eh membersamai anak,, kalau masih bisa ditahan sih gak apa-apa tapi kalau udah lelah banget kadang suka salah meluapkan,, aku kudu belanjar self healing lebih lagi nih, kasian kalo aku gak fokus pas bareng anak
ReplyDeleteIntinya bisa berdamai dengan keadaan dan diri sendiri ya,mbak. Justru karena momentum ini aku jadi sadar makna "nrimo" yang sering dibilang orang2 tua dulu. Intinya nrimo dulu, jadi bisa lebih rasional dan nyaman menjalani hidup.
ReplyDeleteIya ya, Mba semua yg kita hadapi ini bisa ringan atau berat, tergantung bagaimana cara kita melihatnya. Kalau kita selalu melihatnya secara negatif ya akan berat jalaninya. Kalau positif ya akan ringan dan malah bs menikmatinya.
ReplyDeleteSetuju banget terutama pada bagian ini:
ReplyDelete"... tips jika sedang berada dalam keadaan emosional yang sangat lelah dalam menjalani rutinitas, menurut Ibu Diana adalah dengan mengalihkan perhatian kepada hal lain, jangan memaksakan diri mengerjakan sesuatu. Rileks sejenak, luangkan waktu untuk menikmati hal yang menyenangkan bagi kita (me time – red) setelah nyaman barulah kembali ke rutinitas!"
YES.
Mengalihkan perhatian ke hal lain!
Me time.
Itulah yang aku lakukan Mak Niar.
Insya Allah, it works!
Laaf banget nih sharingnya.
Aku, padamu, Mak Niar!
Waah sepertinya aku harus menerapkan self healing nih mbak. Bawaañnya emosi aja kalau anak yang diajarin gak mudeng - mudeng. Pengin marah terus masak gitu aja gak bisa sih? Hihihi
ReplyDeleteSaya sepakat dengan ibu dia hanya memanfaatkan dan memaksimalkan potensi atau apa yang ada di sekitar kita itu menjadi lebih baik seperti kondisi sekarang ini kadang anak-anak meminta hal-hal yang diluar kendali atau di luar yang kita punya tetapi Dengan pemahaman yang kuat akhirnya mereka bisa memahami dan tidak menuntut macam-macam
ReplyDeleteBener juga sih ya mbak sebagai orangtua kkta harus bisa menyelesaikan konflik dalam diri dulu sebelum membantu anak apalagi di situasi seperti ini jangan jadi stress semuanya
ReplyDeleteBerbicara tentang konflik, boleh dikatakan hampir semua orang memiliki konflik di dalam dirinya. Aku sendiri, jika tidak ekstra dalam menyemangati diri, sulit sekali rasanya untuk sembuh dari luka-luka masalalu. Tapi memang benar yang Mbak Niar tuliskan. Jika kita tidak fokus pada hal positif, kita akan sulit untuk menemukan solusinya. Bagaimana bisa menjadi orangtua yang bisa diteladani, kalau diri sendiri masih berkutat dengan problema pribadi. Makasih artikelnya, Mbak.
ReplyDelete3 jurus fokus ini harus diikuti nih. Apapun yang dihadapi sekarang, kita tetap harus berpikir positif ya mak
ReplyDeleteSepertinya self healing ini wajib dilakukan, terutama emaknya duku ya Mbak, baru kemudian menangani anak-anaknya. Semoga kita dan keluarga kita selalu sehat.
ReplyDeleteMenyelesaikan konflik dalam diri sendiri sebelum membersamai anak. Hmm...setuju banget dengan bagian ini.
ReplyDeleteKlo aku lebih pada pendekatan agama untuk membangun self healing ini. Banyak bersyukur dan membangun pola pikir positif, insha Allah kita mampu menyembuhkan diri sendiri dan bangkit dr keterpurukan untuk selanjutnya menularkan semangat yang lahir dari dalam diri tersebut pada orang-orang terdekat.
Saat pandemi ini penting banget menjaga kesehatan mental selain fisik. Karena situasi saat ini rentan membuat orang panik & stress berlebihan. Setuju mba, kekuatan pikiran positif adalah kunci untuk bisa melakukan self healing.
ReplyDeleteSalah satu self healing saya baru-baru ini adalah tidak mendengarkan berita yang akan memicu kepanikan dan kekhawatiran berlebihan.
ReplyDeleteIya mbak, aku juga mencoba terus untuk berpikir positif dan mengeluarkan kata kata positif tak hanya untuk anak tapi juga diri sendiri, karena itu salah satu kunci keluar dari stress yang terjadi every time and every momen. Ga cuma saat pandemi tapi emang stress itu bisa hinggap kapan aja
ReplyDeleteAku nggak bohong sih, sekarang merasa energi terkuras banget. Bisa karena bosen, bisa karena emang pekerjaan numpuk. Dan aku lagi sering berdoa untuk minta kekuatan mengendalikan emosi. Nggak minta yang aneh- aneh..emosi terkontrol itu aja dulu
ReplyDelete