Pengasuhan
anak pun bukan sekadar
mencukupkan sandang, pangan, dan papannya. Tanggung
jawab terbesar dalam hal ini adalah bagaimana
menjadikan mereka manusia-manusia berkualitas. Untuk itu bukan hanya menyangkut aspek
intelektual mereka tetapi juga
emosional dan spiritual. Bahkan kalau mau digali lebih dalam lagi dan dikupas
segala hal yang berkaitan dengan tumbuh kembang dan pendidikan anak, ya ampun
... menjadi orangtua itu “teramat sangat
berat” terlebih di zaman yang makin edan
ini.
Perenungan
saya mengenai peran orangtua – ibu khususnya berlangsung hampir tiap saat
bahkan hingga hari ini. Sudah kadung menikah dan punya anak, konsekuensi
menjadi orangtua harus diterima dan diupayakan. Keterlibatan saya dalam
pengkaderan mahasiswa saat kuliah dulu menerbitkan bayangan bahwa pengasuhan
anak adalah bentuk pengkaderan juga.
Koleksi ini banyak membantu sejak hamil si sulung |
Titik
berat pengkaderan mahasiswa yang saya ketahui adalah pengembangan kepribadian,
melengkapi bekal keilmuan yang mereka terima di perkuliahan. Di kampus saya,
istilah untuk itu adalah “PPD – Program Pengembangan Diri”. Bila mahasiswa
mendapatkan PPD hanya beberapa kali saat kuliah maka dalam pandangan saya,
pengkaderan dalam keluarga adalah PPD paket dunia akhirat yang waktunya setiap
saat dan berkesinambungan, mulai saat merencanakan punya anak dan akan dilihat
hasilnya kelak di akhirat.
Bila
dalam pelatihan biasa instruktur atau trainer
berbeda dengan peserta latih atau trainee
maka pada pelatihan jenis PPD paket dunia akhirat ini terjadi dualisme, orangtua
dan anak sekaligus sebagai trainer dan
trainee. Orangtua mengajarkan anak
mengenai kehidupan sebagai orang yang lebih dulu hidup. Tetapi secara tak
langsung anak mengajari orangtua untuk menjadi sosok dewasa yang lebih
bijaksana dan lebih sabar. Misalnya saja untuk mengajarkan kecerdasan emosional
dalam mengatasi rasa marah baru bisa diajarkan kepada anak kalau orangtuanya
mampu mengendalikan amarah.
Bagaimana
saya tidak shock. Artikel-artikel
mengenai kesehatan anak yang harus diketahui orangtua saja amat banyak.
Misalnya tentang bagaimana menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan,
memelihara kesehatan anggota tubuh, gizi yang harus dipenuhi sejak janin dalam
kandungan hingga tahapan-tahapan tumbuh-kembang berikutnya, penyakit-penyakit
yang banyak menyerang anak, bagaimana menghindari dan mengatasi
penyakit-penyakit tersebut, aneka pengetahuan tentang kehamilan, merawat bayi,
tata laksana ASI, dan lain-lain.
Lalu
benak saya mulai membayangkan “draft” yang
harus saya susun sehubungan dengan PPD
paket dunia-akhirat yang menitik beratkan pada pengembangan afeksi, spiritual,
dan psikis anak. Hhhh ... berat ..
berat sekali. Apa saya sanggup mengemban amanah ini? Apa saya bisa menjadi ibu
yang baik buat anak-anak saya?
Perjuangan
yang tak mudah hingga dikaruniai keturunan menjentik saya. Saya dan suami
sama-sama bukan orang yang subur.
Secara medis, memiliki keturunan adalah mimpi bagi kami. Mimpi yang bisa jadi
kenyataan atau tetap menjadi impian. Rahmat-Nya yang teramat besar dengan
menitipkan tiga buah hati menyadarkan saya bahwa segala sesuatu yang dibebankan
pun diamanahkan oleh Yang Maha Kuasa kepada seseorang pasti masih dalam wilayah
kesanggupan orang itu.
Meski
sempat mengalami baby blues setelah
si sulung Affiq lahir sebelas tahun yang lalu, saya perlahan-lahan mengumpulkan
kesadaran dan kemampuan agar kuat mengemban amanah sebagai IBU. Tertatih-tatih,
karena melalui berbagai ujian yang beberapa di antaranya amat berat.
***
Kehamilan
dan persalinan adalah ujian yang mutlak dilewati seorang ibu. Jika tak banyak
belajar, seorang ibu pasti bingung, takut, atau stres dalam melaluinya. Tiga
kehamilan dan persalinan itu serupa tapi tak sama.
Serupanya,
saya melalui tiga persalinan normal dan tak mengidamkan hal-hal aneh kecuali
pada kehamilan ketiga: saya doyan sekali mencium aroma sabun apapun. Yang amat berbeda
adalah pengalaman melahirkan ketiganya. Affiq lahir setelah “terjebak” selama
setengah jam di jalan lahir akibat tali pusar yang meliliti lehernya sebanyak
tiga kali membuatnya tercekik dan tertarik masuk kembali setiap hendak keluar.
Athifah (6 tahun), proses lahirnya sangat cepat, hanya 3,5 jam setelah pecah ketuban.
Sedangkan
Afyad (3 tahun) lahir lebih cepat 2 jam dari perkiraan dokter, hanya melalui
proses satu kali mengejan. Saat-saat setelah kelahiran Afyad amat menegangkan
karena setelah ari-ari keluar dan bidan melakukan tindakan episiotomi untuk “merapikan”
kembali jalan lahir, tiba-tiba saja saya merasa kesakitan. Rasa sakit yang
muncul persis rasa sakit hendak melahirkan. Ada keinginan mengejan yang teramat
kuat.
Bidan
segera menelepon dokter. Kuasa Allah dokter sedang berada amat dekat dengan rumah
bersalin. Hanya hitungan menit, Dr. Fatma – nama dokter itu – tiba di ruang
bersalin. Saya kesakitan. Luar biasa sakit. Jalan lahir yang telah dijahit,
dibuka kembali. Lampu sorot besar bercahaya amat terang diarahkan kepada saya. Peralatan
operasi seperti gunting, kapas, dan benang berbagai ukuran disiapkan. OPERASI?
Ya,
operasi. Mendadak saja saya harus segera dioperasi. Berdasarkan diagnosa
dokter, ada pembuluh darah pada dinding jalan lahir (vagina) yang mengalami internal bleeding (pendarahan dalam).
Darahnya tak keluar tetapi menyesaki selaput pembuluh darah. Tak langsung bisa
ditemukan, pembuluh darah bermasalah itu masih harus dicari dulu selama
bermenit-menit.
Tiga
kali mengalami rasa sakit luar biasa saat melahirkan tak pernah membuat saya
terpekik-pekik. Kali ini saya terpekik-pekik menahan sakit. Untungnya tak sampai teriak-teriak.. Pasalnya saya tak dibius.
Setiap saya meminta, “Bius, dokter!” Dokter yang tenang itu hanya menghibur, “Sebentar
ya, sayang.”
Entah
berapa kali saya memintanya. Bagitu lagi jawaban Dr. Fatma. Saya hanya bisa
terpekik-pekik saat merasakan jarum dan benang ditisik di area yang baru saja
dilewati bayi saya itu. Darah terpercik di tirai, juga di baju dinas dokter. Syukurnya
suami
saya kuat melihat saya dalam kondisi seperti itu. Kehadirannya dalam setiap
proses persalinan, sangat membantu ketenangan psikis saya.
Belakangan
baru saya diberitahu, dalam kasus seperti itu pasien tak boleh dibius.
Pembiusan akan menyebabkan perubahan warna pada pembuluh darah sehingga dapat
menyebabkan lokasi pendarahan tak bisa ditemukan.
Jika
saja seorang ibu punya riwayat internal
bleeding pada dinding vagina maka ia pasti harus melahirkan secara operasi.
Saya tak punya riwayat itu, tahu-tahu saja di persalinan ketiga ini terjadi.
Amat berbahaya bagi kondisi saya jika saja dokter tak cepat datang atau jika
saya melahirkan di tempat yang peralatannya tak lengkap. Nyawa taruhannya.
Kehamilan
dan persalinan adalah sedikit ujian yang harus dilalui oleh setiap ibu. Setelah
itu pasti muncul soal-soal ujian lainnya. Soal-soal ujian muncul pada setiap
tahap perkembangan anak dan pasti sesuai dengan kemampuan ibu dan ayahnya. Dua
macam ujian-Nya pernah saya tulis di blog ini di tulisan berjudul Gara-Gara
Bang Salim dan Kejutan
Membahagiakan di Peringatan Maulid Nabi. Saat ini saya sedang mengerjakan
soal-soal lain. Besok-besok akan ada soal-soal lainnya.
Saya
berharap draft yang saya ajukan
bersama suami kepada Sang Pembuat Soal bisa berlangsung dengan baik, sesuai
dengan tujuan PPD paket dunia-akhirat yang kami dambakan: bersinergi antarkami (saya,
suami versus anak-anak) untuk
menjadikan kami makhluk yang lebih berkualitas di dunia dan di akhirat.
Soal-soal
yang Ia berikan bisa jadi ditarik-Nya setelah terjawab, bisa pula berulang di
masa-masa berikut. Saya berharap Allah membimbing kami di jalan-Nya yang lurus
dan memberi kesabaran juga kebijaksanaan dalam melaluinya.
Makassar, 3 November 2012
Catatan :
Tulisan ini diikutkan lomba #FFF Cincin Emas – jalinan persaudaraan Blogger se-Nusantara.
Keterangan mengenai lomba ini bisa dilihat di blog mbak Mubarika Darmayanti
(DL 6 November 2012).
Ikutan yuk.
Hadiahnya asyik lho:
Satu tiket pesawat ke Makassar untuk menghadiri kopdar Blogger Nusantara 9 - 11 November 2012 dan sebuah cincin emas 22 K.
Silakan juga dibaca:
Share :
Ngilu saya membayangkan mbak Niar teriak2 kesakitan tanpa bius. Jadi teringat 5 kali proses persalinan normal saya. Kelimanya memang tak pernah sama kondisinya. Tapi alhamdulillah tetap bisa normal.
ReplyDeleteUjian kita memang tak hanya selesai sampai disitu ya mbak Niar... Akan selalu ada. Semoga draft2 kita akan selalu sesuai dgn PPD yg ditetapkan.
Iya mbak Niken. Setelah menikah baru kita nyadar ya ternyata tanggung jawab orangtua itu - subhanallah besar sekali. Sy suka ngeri bila memperhatikan perkembangan zaman sekarang mbak.
DeleteALhamdulillah saya gak sampai teriak2, hanya terpekik2 tertahan ^__^
Iya aku juga ngilu bacanya... nggak bisa ngebayanginnn x_x
ReplyDeleteNgeri euy...
Semoga menang ya Mbak Niar...
Berdo'a semoga kelak tidak mengalami seperti ini Na ^__^
DeleteTerimakasih ya maaf sudah lama gak main ke blogmu
berarti memang tepat kiranya kalau banyak yang mengatakan bahwa surga itu di bawah telapak kaki ibu
ReplyDeleteAamiin. Menjadi ibu memang penuh perjuangan ^__^
Deletesubhanallah...
ReplyDeleteSubhanallah ...
Deleteduuhh kk ... ikut ngilu rasanya baca cerita ta' :(
ReplyDeleteMudah2an tidak mengalaminya Icha di persalinan berikut (siapa tahu masih mau nambah ^__^)
DeleteSubhanallah Mbak ... saya membayangkan persalinan dengan operasi yang tanpa di bius itu ..
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah lewat 3 tahun mbak :)
Deletehebat mak bisa melewati masa ujian yang seperti itu
ReplyDeleteMay Allah Bless You
Alhamdulillah. Allah yang Maha Hebat yang menolong saya mak. Terimakasih
Deletemasayaallah.. hebyat mbak, cuma terpekik. kalau saya pasti sdh teriak nangis hiks,
ReplyDeletesmoga berkah keluargnay ya mbak :)
Abis malu teriak2 mbak hihihi. Aamiin. Terimakasih yaa
Deletekak niar aku bacanya sampe merinding, sukses ya kak smoga menang :), baru sekarang bisa BW lagi
ReplyDeleteMaaf belum main ke blog Tia lagi. Terimakasih yaa
DeleteNgeri banget sih mak? Sy dua kali operasi tp yg pertama bius lokal, yg kedua bius total. Tapi saya memang sudah niatkan meskinpun pertamanya mau normal, sy cari klinik dg fasilitas operasi. Hanya untuk jaga2, meskipun akhirnya terpakai juga.
ReplyDeleteMemang harus memilih dengan baik rumah bersalin yang ditempati ya mak. Terimakasih sudah main ke mari :)
Delete