Pelatihan dan Ujian yang Berkesinambungan

Melahap bahan-bahan bacaan mengenai keluarga pengasuhan anak di awal pernikahan 13,5 tahun yang lalu sempat membuat saya shock. Betapa tidak. Pernikahan ternyata bukan hanya menyatukan saya dan suami. Bukan hanya sekadar merangkul keluarga suami agar saya menjadi bagian di dalamnya. Bukan hanya melayani suami dengan baik. Tetapi pada pernikahan juga terikut aneka tanggung jawab terkait pengasuhan anak.

Pengasuhan anak pun bukan sekadar mencukupkan sandang, pangan, dan papannya. Tanggung jawab terbesar dalam hal ini adalah bagaimana menjadikan mereka manusia-manusia berkualitas. Untuk itu bukan hanya menyangkut aspek intelektual mereka tetapi juga emosional dan spiritual. Bahkan kalau mau digali lebih dalam lagi dan dikupas segala hal yang berkaitan dengan tumbuh kembang dan pendidikan anak, ya ampun ... menjadi orangtua itu “teramat sangat berat” terlebih di zaman yang makin edan ini.

Perenungan saya mengenai peran orangtua – ibu khususnya berlangsung hampir tiap saat bahkan hingga hari ini. Sudah kadung menikah dan punya anak, konsekuensi menjadi orangtua harus diterima dan diupayakan. Keterlibatan saya dalam pengkaderan mahasiswa saat kuliah dulu menerbitkan bayangan bahwa pengasuhan anak adalah bentuk pengkaderan juga.

Koleksi ini banyak membantu sejak hamil si sulung
Titik berat pengkaderan mahasiswa yang saya ketahui adalah pengembangan kepribadian, melengkapi bekal keilmuan yang mereka terima di perkuliahan. Di kampus saya, istilah untuk itu adalah “PPD – Program Pengembangan Diri”. Bila mahasiswa mendapatkan PPD hanya beberapa kali saat kuliah maka dalam pandangan saya, pengkaderan dalam keluarga adalah PPD paket dunia akhirat yang waktunya setiap saat dan berkesinambungan, mulai saat merencanakan punya anak dan akan dilihat hasilnya kelak di akhirat.

Bila dalam pelatihan biasa instruktur atau trainer berbeda dengan peserta latih atau trainee maka pada pelatihan jenis PPD paket dunia akhirat ini terjadi dualisme, orangtua dan anak sekaligus sebagai trainer dan trainee. Orangtua mengajarkan anak mengenai kehidupan sebagai orang yang lebih dulu hidup. Tetapi secara tak langsung anak mengajari orangtua untuk menjadi sosok dewasa yang lebih bijaksana dan lebih sabar. Misalnya saja untuk mengajarkan kecerdasan emosional dalam mengatasi rasa marah baru bisa diajarkan kepada anak kalau orangtuanya mampu mengendalikan amarah.

Bagaimana saya tidak shock. Artikel-artikel mengenai kesehatan anak yang harus diketahui orangtua saja amat banyak. Misalnya tentang bagaimana menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan, memelihara kesehatan anggota tubuh, gizi yang harus dipenuhi sejak janin dalam kandungan hingga tahapan-tahapan tumbuh-kembang berikutnya, penyakit-penyakit yang banyak menyerang anak, bagaimana menghindari dan mengatasi penyakit-penyakit tersebut, aneka pengetahuan tentang kehamilan, merawat bayi, tata laksana ASI, dan lain-lain.

Lalu benak saya mulai membayangkan “draft” yang harus saya susun sehubungan dengan PPD paket dunia-akhirat yang menitik beratkan pada pengembangan afeksi, spiritual, dan psikis anak. Hhhh ... berat .. berat sekali. Apa saya sanggup mengemban amanah ini? Apa saya bisa menjadi ibu yang baik buat anak-anak saya?

Perjuangan yang tak mudah hingga dikaruniai keturunan menjentik saya. Saya dan suami sama-sama bukan orang yang subur. Secara medis, memiliki keturunan adalah mimpi bagi kami. Mimpi yang bisa jadi kenyataan atau tetap menjadi impian. Rahmat-Nya yang teramat besar dengan menitipkan tiga buah hati menyadarkan saya bahwa segala sesuatu yang dibebankan pun diamanahkan oleh Yang Maha Kuasa kepada seseorang pasti masih dalam wilayah kesanggupan orang itu.

Meski sempat mengalami baby blues setelah si sulung Affiq lahir sebelas tahun yang lalu, saya perlahan-lahan mengumpulkan kesadaran dan kemampuan agar kuat mengemban amanah sebagai IBU. Tertatih-tatih, karena melalui berbagai ujian yang beberapa di antaranya amat berat.

***

Kehamilan dan persalinan adalah ujian yang mutlak dilewati seorang ibu. Jika tak banyak belajar, seorang ibu pasti bingung, takut, atau stres dalam melaluinya. Tiga kehamilan dan persalinan itu serupa tapi tak sama.

Serupanya, saya melalui tiga persalinan normal dan tak mengidamkan hal-hal aneh kecuali pada kehamilan ketiga: saya doyan sekali mencium aroma sabun apapun. Yang amat berbeda adalah pengalaman melahirkan ketiganya. Affiq lahir setelah “terjebak” selama setengah jam di jalan lahir akibat tali pusar yang meliliti lehernya sebanyak tiga kali membuatnya tercekik dan tertarik masuk kembali setiap hendak keluar. Athifah (6 tahun), proses lahirnya sangat cepat, hanya 3,5 jam setelah pecah ketuban.

Sedangkan Afyad (3 tahun) lahir lebih cepat 2 jam dari perkiraan dokter, hanya melalui proses satu kali mengejan. Saat-saat setelah kelahiran Afyad amat menegangkan karena setelah ari-ari keluar dan bidan melakukan tindakan episiotomi untuk “merapikan” kembali jalan lahir, tiba-tiba saja saya merasa kesakitan. Rasa sakit yang muncul persis rasa sakit hendak melahirkan. Ada keinginan mengejan yang teramat kuat.

Bidan segera menelepon dokter. Kuasa Allah dokter sedang berada amat dekat dengan rumah bersalin. Hanya hitungan menit, Dr. Fatma – nama dokter itu – tiba di ruang bersalin. Saya kesakitan. Luar biasa sakit. Jalan lahir yang telah dijahit, dibuka kembali. Lampu sorot besar bercahaya amat terang diarahkan kepada saya. Peralatan operasi seperti gunting, kapas, dan benang berbagai ukuran disiapkan. OPERASI?

Ya, operasi. Mendadak saja saya harus segera dioperasi. Berdasarkan diagnosa dokter, ada pembuluh darah pada dinding jalan lahir (vagina) yang mengalami internal bleeding (pendarahan dalam). Darahnya tak keluar tetapi menyesaki selaput pembuluh darah. Tak langsung bisa ditemukan, pembuluh darah bermasalah itu masih harus dicari dulu selama bermenit-menit.

Tiga kali mengalami rasa sakit luar biasa saat melahirkan tak pernah membuat saya terpekik-pekik. Kali ini saya terpekik-pekik menahan sakit. Untungnya tak sampai teriak-teriak.. Pasalnya saya tak dibius. Setiap saya meminta, “Bius, dokter!” Dokter yang tenang itu hanya menghibur, “Sebentar ya, sayang.”

Entah berapa kali saya memintanya. Bagitu lagi jawaban Dr. Fatma. Saya hanya bisa terpekik-pekik saat merasakan jarum dan benang ditisik di area yang baru saja dilewati bayi saya itu. Darah terpercik di tirai, juga di baju dinas dokter. Syukurnya suami saya kuat melihat saya dalam kondisi seperti itu. Kehadirannya dalam setiap proses persalinan, sangat membantu ketenangan psikis saya.

Belakangan baru saya diberitahu, dalam kasus seperti itu pasien tak boleh dibius. Pembiusan akan menyebabkan perubahan warna pada pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan lokasi pendarahan tak bisa ditemukan.

Jika saja seorang ibu punya riwayat internal bleeding pada dinding vagina maka ia pasti harus melahirkan secara operasi. Saya tak punya riwayat itu, tahu-tahu saja di persalinan ketiga ini terjadi. Amat berbahaya bagi kondisi saya jika saja dokter tak cepat datang atau jika saya melahirkan di tempat yang peralatannya tak lengkap. Nyawa taruhannya.

Kehamilan dan persalinan adalah sedikit ujian yang harus dilalui oleh setiap ibu. Setelah itu pasti muncul soal-soal ujian lainnya. Soal-soal ujian muncul pada setiap tahap perkembangan anak dan pasti sesuai dengan kemampuan ibu dan ayahnya. Dua macam ujian-Nya pernah saya tulis di blog ini di tulisan berjudul Gara-Gara Bang Salim dan Kejutan Membahagiakan di Peringatan Maulid Nabi. Saat ini saya sedang mengerjakan soal-soal lain. Besok-besok akan ada soal-soal lainnya.

Saya berharap draft yang saya ajukan bersama suami kepada Sang Pembuat Soal bisa berlangsung dengan baik, sesuai dengan tujuan PPD paket dunia-akhirat yang kami dambakan: bersinergi antarkami (saya, suami versus anak-anak) untuk menjadikan kami makhluk yang lebih berkualitas di dunia dan di akhirat.

Soal-soal yang Ia berikan bisa jadi ditarik-Nya setelah terjawab, bisa pula berulang di masa-masa berikut. Saya berharap Allah membimbing kami di jalan-Nya yang lurus dan memberi kesabaran juga kebijaksanaan dalam melaluinya.

Makassar, 3 November 2012


Catatan : 

Tulisan ini diikutkan lomba #FFF Cincin Emas – jalinan persaudaraan Blogger se-Nusantara.
Keterangan mengenai lomba ini bisa dilihat di blog mbak Mubarika Darmayanti 
(DL 6 November 2012).
Ikutan yuk. 

Hadiahnya asyik lho: 
Satu tiket pesawat ke Makassar untuk menghadiri kopdar Blogger Nusantara 9 - 11 November 2012 dan sebuah cincin emas 22 K.


Silakan juga dibaca:










Share :

20 Komentar di "Pelatihan dan Ujian yang Berkesinambungan "

  1. Ngilu saya membayangkan mbak Niar teriak2 kesakitan tanpa bius. Jadi teringat 5 kali proses persalinan normal saya. Kelimanya memang tak pernah sama kondisinya. Tapi alhamdulillah tetap bisa normal.

    Ujian kita memang tak hanya selesai sampai disitu ya mbak Niar... Akan selalu ada. Semoga draft2 kita akan selalu sesuai dgn PPD yg ditetapkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak Niken. Setelah menikah baru kita nyadar ya ternyata tanggung jawab orangtua itu - subhanallah besar sekali. Sy suka ngeri bila memperhatikan perkembangan zaman sekarang mbak.

      ALhamdulillah saya gak sampai teriak2, hanya terpekik2 tertahan ^__^

      Delete
  2. Iya aku juga ngilu bacanya... nggak bisa ngebayanginnn x_x
    Ngeri euy...
    Semoga menang ya Mbak Niar...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berdo'a semoga kelak tidak mengalami seperti ini Na ^__^
      Terimakasih ya maaf sudah lama gak main ke blogmu

      Delete
  3. berarti memang tepat kiranya kalau banyak yang mengatakan bahwa surga itu di bawah telapak kaki ibu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Menjadi ibu memang penuh perjuangan ^__^

      Delete
  4. duuhh kk ... ikut ngilu rasanya baca cerita ta' :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mudah2an tidak mengalaminya Icha di persalinan berikut (siapa tahu masih mau nambah ^__^)

      Delete
  5. Subhanallah Mbak ... saya membayangkan persalinan dengan operasi yang tanpa di bius itu ..

    ReplyDelete
  6. hebat mak bisa melewati masa ujian yang seperti itu
    May Allah Bless You

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah. Allah yang Maha Hebat yang menolong saya mak. Terimakasih

      Delete
  7. masayaallah.. hebyat mbak, cuma terpekik. kalau saya pasti sdh teriak nangis hiks,

    smoga berkah keluargnay ya mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Abis malu teriak2 mbak hihihi. Aamiin. Terimakasih yaa

      Delete
  8. kak niar aku bacanya sampe merinding, sukses ya kak smoga menang :), baru sekarang bisa BW lagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf belum main ke blog Tia lagi. Terimakasih yaa

      Delete
  9. Ngeri banget sih mak? Sy dua kali operasi tp yg pertama bius lokal, yg kedua bius total. Tapi saya memang sudah niatkan meskinpun pertamanya mau normal, sy cari klinik dg fasilitas operasi. Hanya untuk jaga2, meskipun akhirnya terpakai juga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang harus memilih dengan baik rumah bersalin yang ditempati ya mak. Terimakasih sudah main ke mari :)

      Delete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^