Budaya Belajar Gembira dan Pertanyaan Besarnya – Lebih setengah abad hidup saya ini, baru kali ini sistem pendidikan nasional secara khusus membahasakan “Budaya Belajar Aman Nyaman Gembira” – BBANG. BBANG selayaknya menjadi bagian dari keseharian para pelajar Indonesia agar terwujud tujuannya "belajar aman nyaman dan gembira", sebagaimana tercantum dalam tulisan berjudul Budaya Belajar Nyaman untuk Semua Anak.
Dalam
tulisan ini khusus saya bahas komponen budaya belajar GEMBIRA sementara komponen
budaya belajar aman dan nyaman bisa dibaca dalam tulisan-tulisan berjudul Skor 5 untuk Sekolah Aman? dan Budaya Belajar Nyaman untuk Semua Anak.
Definisi Budaya Belajar Gembira
Apa
itu budaya belajar GEMBIRA?
Budaya belajar gembira adalah budaya
belajar yang menerapkan pembelajaran mendalam, dengan pembelajaran yang
positif, ramah, penuh semangat, dan menggembirakan sehingga murid tidak hanya
belajar karena kewajiban, melainkan terdorong oleh rasa ingin tahu, antusiasme,
dan minat yang tumbuh secara alami.
Jelas
ya, semasa sekolah pasti kita bersemangat belajar jika meminati mata pelajaran
tertentu. Rasa antusias muncul begitu pun keingintahuan sehingga belajar terasa
menyenangkan, terlebih jika guru membawakan materinya dengan cara yang
menyenangkan.
Ada
3 aspek budaya belajar gembira, yaitu:
1. Gembira dalam belajar.
Suasana
pembelajaran yang mendorong antusiasme dan keterlibatan aktif murid dalam
proses pembelajaran.
2. Gembira dalam bermain.
Tersedianya
waktu dan ruang bermain sebagai bagian dari kegiatan harian, waktu dan ruang bermain
yang cukup serta aman menjadi prasyarat untuk menciptakan budaya belajar yang menggembirakan
terutama di jenjang PAUD dan SD.
3. Gembira dalam mengembangkan bakat dan minat.
Dalam
hal ini, murid diberi kesempatan untuk menyalurkan ide dan kreativitasnya dalam
suasana yang mendukung, bebas dari penilaian berlebihan, dan penuh apresiasi.
Kegiatan seperti seni, olahraga, teknologi, kepemimpinan, atau kegiatan ekstrakurikuler menjadi bagian
esensial dari pembelajaran yang utuh dan menggembirakan.
Saya
highlight kalimat terakhir dari poin ke-3 aspek budaya belajar gembira.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sudah waktunya seni, olahraga, teknologi,
kepemimpinan, dan kegiatan ekstrakurikuler menjadi bagian penting dari pendidikan
nasional kita.
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan
Permendikbudristek
46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP)
masih menjadi isu penting dalam sistem pendidikan nasional. Enam bentuk
kekerasan yang didefinisikan secara terperinci dalam Permendikbudristek PPKSP
tersebut adalah:
- Kekerasan fisik.
- Kekerasan psikis.
- Perundungan.
- Kekerasan seksual.
- Diskriminasi dan intoleransi.
- Kebijakan yang mengandung kekerasan.
Bentuk-bentuk
dari ke-6 jenis kekerasan tersebut dapat dilakukan secara:
- Fisik.
- Verbal.
- Nonverbal.
- Melalui media teknologi dan informasi (termasuk daring/online).
Adapun
sasaran dari peraturan tersebut mencakup peserta didik, pendidik, tenaga
kependidikan, dan warga satuan pendidikan lainnya (masyarakat yang beraktivitas
atau yang bekerja di satuan pendidikan).
Sementara
itu, upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan
dilaksanakan dengan prinsip:
- Nondiskriminasi.
- Kepentingan terbaik bagi anak.
- Partisipasi anak.
- Keadilan dan kesetaraan gender.
- Kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.
- Akuntabilitas.
- Kehati-hatian.
- Keberlanjutan pendidikan.
Upaya
pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dimaksudkan
untuk membangun lingkungan satuan pendidikan yang ramah, aman, inklusif,
setara, dan bebas dari tindakan diskriminasi dan intoleransi.
Tanda Tanya Besar
Tak
dapat saya gambarkan betapa bahagianya saya mengetahui hal-hal di atas. Terbayangkan
jika semua hal yang saya paparkan terkait pelatihan Fasilitasi dan Advokasi Kebijakan Penguatan Karakter yang saya
ikuti selama tanggal 24-26 September lalu ini di BBPMP sukses menjadi bagian
dari sistem pendidikan kita, generasi emaslah yang akan dihasilkan.
Generasi
emas ini in syaa Allah akan menjadi orang-orang yang punya semangat
belajar tinggi, berkarakter terpuji, dan mampu membangun kerja sama yang baik. Intinya,
mereka akan menjadi orang-orang yang memiliki “8 DIMENSI PROFIL LULUSAN”. Orang-orang
seperti ini, di mana pun beraktivitas akan mendatangkan manfaat bagi
sekitarnya.
Namun
demikian, harapan besar itu terbentur pada SATU PERTANYAAN BESAR di benak yang
sayangnya, tak berkesempatan saya tanyakan pada saat pelatihan.
Begini
– untuk menghasilkan anak-anak yang GEMBIRA, tentunya butuh guru-guru yang
selalu BERGEMBIRA sehingga mampu menciptakan suasana belajar yang KONDUSIF bagi
anak-anak didiknya. Sementara di sisi lain tak dapat dipungkiri bahwa guru juga
manusia biasa yang kerap bergelut dengan aneka permasalahan hidup setiap
harinya.
Misalnya,
ada kontrakan yang harus dibayarkan sewanya setiap bulanannya, ada bermacam
cicilan yang harus dilunasi setiap bulannya, ada keluarga inti dan keluarga
besar yang harus dinafkahi, ada kepala sekolah yang temperamen lagi otoriter, anak
sakit, istri melahirkan, besaran gaji tak menutupi pengeluaran, dan sederet
permasalahan lainnya.
Ketika
masalah kehidupan mendera, output-nya bisa berupa ekspresi wajah, bahasa
tubuh, sikap, dan tindakan yang terpengaruh oleh perasaan-perasaan negatif yang
timbul terkait masalah-masalah yang ada. Bukanlah hal mudah untuk membangkitkan
suasana GEMBIRA untuk siswa-siswinya.
PERTANYAAN
BESARNYA adalah ….
SIAPA yang bertanggung jawab untuk senantiasa menimbulkan
dan memelihara rasa GEMBIRA dalam diri guru? Adakah REGULASI yang mengatur hal ini? Adakah MEKANISME yang BERPIHAK pada GURU?
Tulisan ke-8
di blog ini
B E R S A M B
U N G
Bahan dari tulisan ini berasal dari
Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kemdikdasmen yang saya dapatkan selama
mengikuti pelatihan.
Bapak,
Ibu yang satuan pendidikannya masih termasuk dalam daftar residu (tercatat
belum mengimplementasikan/belum pernah lapor), jika sudah mengimplementasikan
program penguatan karakter diharapkan mengisi tautan https://bit.ly/tinjut7kaih.
*Catatan saya dari pelatihan
Fasilitasi dan Advokasi Kebijakan Penguatan Karakter yang diselenggarakan oleh
Puspeka, Kemdikdasmen untuk Sulawesi Selatan pada tanggal 24-26 September 2025.
Saat itu saya mewakili KEB (Kumpulan Emak-emak Blogger).
Share :
0 Response to "Budaya Belajar Gembira dan Pertanyaan Besarnya"
Post a Comment
Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^