Anomali pada Pentas Monolog

Anomali pada Pentas Monolog – Anak  gadisku kerap bercerita tentang kegiatannya. Seperti di awal-awal pelaksanaan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) bulan Agustus lalu. Dia bercerita bahwa pada PKKMB hari kedua ada pentas monolog.

Pentas Monolog


Ide ceritanya menarik. Tentang anak gadis yang haus kasih sayang ayah dan mengira cinta yang ditawarkan lawan jenis adalah bentuk kasih yang dia harapkan yang akan mengisi satu ruang kosong dalam hatinya. Anak gadis itu kemudian dirudapaksa oleh pacarnya. Sampai di sini saja saya ikut sedih mendengarnya sekaligus senang dengan ide ceritanya.

Sedih karena cerita itu berupa simulasi dunia nyata yang pernah saya ceritakan kepada putri saya supaya dia berhati-hati pada tawaran lelaki yang bisa kapan saja datang padanya. Juga membuat saya aware untuk meminta suami sering ngobrol dengan putri kami. Saya sudah pernah menyampaikan kepada suami bahwa kedekatannya dengan putri kami adalah salah satu highlight dalam perkembangan putri kami. Syukurnya, pak suami menyambut baik dan mereka sering ngobrol mulai dari sejarah, Islam, sampai anime. Mereka juga cocok nonton bareng anime atau film India.

Saya merasasenang karena kating (kakak tingkat) memilih cerita yang bermakna untuk disampaikan dalam monolog. Pesannya dalam untuk disimak oleh perempuan maupun lelaki dewasa muda yang berstatus mahasiswa baru yang menjadi tamu mereka hari itu.

Saat saya mahasiswa, belum terpikir hal demikian. Secara perlahan pemahaman mengenai pentingnya peran ayah baru masuk dalam wawasan saya sekian tahun lalu, saat anak-anak sudah beranjak besar.

Beberapa kali saya mendengar psikolog menjelaskan bahwa anak perempuan yang kekurangan perhatian ayah lebih mudah ditaklukkan oleh laki-laki yang menawarkan cinta, lantas kemudian merenggut kehormatannya. Ada juga beberapa kisah nyata memilukan yang saya dengar terkait hal tersebut. Luar biasa jika dalam usia muda kakak tingkat putriku sudah memiliki wawasan itu.

Yang mengejutkan adalah reaksi sejumlah penonton maba. Kata anak gadisku, saat bagian cerita dip*rkosa itu, ada yang malah riuh bertepuk tangan. Lalu sejumlah maba cowok tersenyum dan tertawa.

What? Anomali yang menyiratkan apa ini?

Walau pentas seni saja namun yang wajarlah bereaksi. Ceritanya kan bukan cerita lucu, melainkan drama kehidupan yang menguras air mata. Kalau tak mampu atau tak mau menangis ya bersikap tenanglah. Menghargai suatu pentas itu salah satunya dengan bereaksi secara wajar atau proporsional, bukan anomali atau bertolak belakang. Mereka kan orang dewasa yang  seharusnya mentalnya sudah dewasa, bukan hanya fisiknya.

"Ngeri toh Ma? Masa ketawa dengar cerita begitu," ujar putriku.

"Iya ngeri itu. Kan bukan cerita lucu," timpalku.

Syukurlah, putriku sependapat denganku. Sayangnya dia belum bisa mengenali siapa anak yang tertawa itu, kupikir sebaiknya dia tidak dekat-dekat anak laki-laki model begitu. Akal lelaki model dia tak bisa membedakan mana baik dan buruk padahal akalnya bisa membawanya kuliah di Universitas Hasanuddin.

Tak bisa kubayangkan jika dia terkait kisah serupa “tokoh perudapaksa” dari cerita yang dibawakan dalam monolog itu, mungkin dia melakukan hal yang sama. Maka tak maulah saya dia ada di dekat putri saya. Mengerikan!

Menjadi tugasku untuk mendoakan, semoga Allah mendekatkan putriku dengan orang-orang baik dan menjauhkannya dari orang-orang tak baik.

Makassar, 22 September 2025

 



Share :

0 Response to "Anomali pada Pentas Monolog"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^