10 Hal yang Harus Disadari Ibu untuk Diupayakan Sepenuh Hati – Menjadi ibu bagi sebagian orang berarti menjadi orang yang layak dihormati tanpa perlu mencari apa alasan kemuliaan kedudukan sebagai IBU. Di satu sisi, bukan pandangan yang salah namun di sisi lain, masih harus dicermati lagi.
Yang harus mencermatinya
adalah si ibu sendiri. Introspeksi diri, apakah memang dirinya sudah layak ditempatkan pada
posisi mulia? Secara logika sederhana, ketika berinteraksi dengan orang lain,
tentunya komunikasi atau interaksi yang terjadi itu dari dua belah pihak, tidak
bisa hanya satu pihak saja.
Kita sering kali membutuhkan alasan untuk menghargai atau mengakui kredibilitas orang lain maka untuk meningkatkan kapasitas sebagai ibu, perlu menelisiki diri – apakah memang layak dimuliakan oleh buah hati?
By the way, saya disclaimer dulu
ya, ini merupakan hasil perenungan dan pengamatan saya selama hidup. Selama
jadi anak, kemudian jadi ibu, dan menjadi anggota masyarakat selama hampir 49
tahun. Belum terlalu lama sih ya tapi saya menggap perlu untuk merumuskannya
dalam tulisan ini. Minimal sebagai catatan buat anak-cucu kelak.
Menurut saya, ada 10 hal
yang harus disadari seorang ibu untuk dengan sengaja diupayakan sepenuh hati, selain memberikan
kebutuhan fisik berupa sandang, pangan, papan, atau kebutuhan masa depan berupa
pendidikan formal, yaitu:
1. Bonding
Mungkin bonding terbentuk
di awal kehidupan seorang anak ketika ibunya mengasuhnya dengan tulus. Melahirkan,
menyusui, menyapih, memandikan, menyuapi, dan seterusnya. Biasanya hal-hal yang
dilakukan dalam rutinitas keseharian akan meningkatkan kecintaan ibu pada anak
yang dilahirkannya sehingga tumbuhlah ikatan batin atau bonding antara
ibu dan anak.
Seorang anak akan terbuka
kepada ibunya jika merasa nyaman, merasa ada bonding yang kuat, dan tahu
ibunya sangat bisa dipercaya olehnya. Ada kisah seorang anak yang tidak bisa
dan tidak mau terbuka kepada ibunya. Oleh ibunya seolah disesali mengapa si
anak tidak terbuka padanya. Bagaimana dia bisa terbuka jika sering merasa
direndahkan dan tidak dipercaya oleh ibunya sendiri?
Ada pula anak yang kesulitan
menemukan jati dirinya karena mengalami pengabaian yang luar biasa oleh ibu
kandungnya sendiri. Ibu ada tapi tiada, serumah tapi bagaikan orang asing. Maka
dari itu, penting bagi ibu untuk menyadari pentingnya mengupayakan bonding dengan
anaknya. Bukan hanya untuk kepentingan anak, melainkan juga untuk kepentingan ibu sendiri.
2. Pembelajar
Belajar tentunya bukan
berarti bersekolah atau menimba ilmu di institusi pendidikan saja. Belajar bisa
dilakukan di mana saja, kapan saja, dengan berbagai cara. Anak sejatinya
bertumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikis. Dinamikanya perlu
disikapi sebaik mungkin.
Untuk satu anak saja, ibu
butuh belajar banyak dalam menjalankan perannya sebagai ibu, apalagi jika
dikaruniai lebih dari 1 anak. Tiap anak memiliki karakter, perilaku,
perkembangan, dan potensi yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu ibu
perlu senantiasa belajar, meluaskan wawasan dan kebijaksanaannya guna
menghadapi tantangan kehidupan yang senantiasa mengadang.
Jika memiliki ibu
pembelajar, anak niscaya meniru semangat ibu dalam belajar. Penting juga
mengupayakan agar anak memiliki keinginan dan kemauan untuk belajar karena
sejatinya kita memang harus terus belajar dalam menjalani kehidupan ini. Jika karakter
pembelajar menjadi bagian dari diri anak maka sampai tua pun anak memiliki daya
dorong besar dalam dirinya untuk menjadi pembelajar seumur hidup.
3. Mengetahui
Karakteristik Tiap Anak
Tiap anak berbeda. Berbeda
sifat, minat, hobi, kesukaan, kebutuhan dan sebagainya meskipun mereka lahir
dari rahim ibu yang sama. Tidak ada orang yang suka dibanding-bandingkan
ataupun disama-samakan dengan orang lain karena setiap orang merupakan pribadi
yang berbeda dan butuh diperlakukan secara spesifik.
Perasaan tidak dihargai
yang dirasakan anak bisa timbul dari kelalaian ibu dalam memahami karakter
spesifik anaknya dan efeknya bisa panjang ke belakang. Merasa tidak dihargai
juga berpotensi menimbulkan jatuhnya harga diri ke titik nadir dan hilangnya
rasa percaya diri. Ujung-ujungnya bisa depresi, pesimis, dan curiga atau tidak
percaya pada orang lain.
Maka saya membenarkan
ujaran seorang kawan bahwa “psikolog terbaik seorang anak adalah ibunya sendiri”. Tidak harus jadi
psikolog sih untuk mengenali anak sebagai pribadi unik. Dalam hal ini
psikolog sebagai istilah sebagai orang yang paling memahami psikis anak.
Sadari saja dulu bahwa anak bukan manusia
fotokopi dari ibu dan ayahnya meskipun berasal dari sel telur ibu dan sel sperma ayah. Anak adalah
individu berbeda yang akan menjadi manusia utuh dan berbaur dalam masyarakat.
Selanjutnya, butuh kepekaan dan keinginan ibu untuk terus belajar.
4. Memahami
Bahwa Ibu Juga Manusia
Sebagaimana manusia pada
umumnya, seorang ibu bisa juga tersalah dan orang yang salah seharusnya meminta
maaf.
Ada ibu yang beranggapan bahwa “ibu tidak pernah salah”. Kalaupun salah, harus
dimaklumi tanpa perlu meminta maaf. Benarkah anggapan demikian? Oh, tentu
tidak. Tentu saja dari sisi ibu, memperlihatkan kebesaran jiwa dengan berani meminta maaf.
5. Menjaga
Sikap
Menjaga sikap perlu. Sikap
baik akan ditiru anak, begitu pula sikap buruk, akan ditiru juga sebagaimana
pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Jika seorang ibu sering menghujat
atau nyinyir, bisa jadi difotokopi oleh anaknya. Jika ibu kerap memandang
rendah orang lain atau profesi tertentu, hal itu bisa ditiru anaknya.
Saya masih ingat, pernah
menonton talkshow Oprah Winfrey yang memuat bagaimana ibu bisa mewariskan perasaan yang berlebihan ataupun obsesi
tertentu pada anak perempuannya tanpa disadari olehnya dan saya pun
merasakannya. Saya “mewarisi” beberapa hal dari perasaan dan obsesi ibu saya yang
kemudian harus saya pilah-pilah lagi, mana yang perlu saya pegang dan mana yang
harus saya buang.
6. Memperlihatkan
Bahwa Ibu Punya Hak
Ibu perlu menegaskan kepemilikan ibu pada buah hatinya. Mengapa ini
penting bagi saya karena saya beberapa kali melihat dan mendengar tentang anak
yang dengan seenaknya mengambil barang berharga milik ibunya tanpa persetujuan karena
berpendapat ibunya pasti akan excuse atau memaafkan.
Ibu biasanya terlau baik,
rela berbagi dengan anaknya. Rela tak makan asalkan anaknya makan dan hal
demikian bisa dimaknai berbeda oleh buah hatinya tanpa disadarinya. Makanya
saya menggarisbawahi pentingnya hal ini.
Bahkan ibu perlu
memperlihatkan pada anak bahwa ibu berhak merasa tidak nyaman dan berhak kesal. Ada lho ibu
yang mampu menahan perasaan tidak nyamannya demi membiarkan anaknya
mengungkapkan ekspresi marahnya secara salah. Alhasil si anak menjadi orang yang
mudah marah.
7. Menghargai
Privasi Anggota Keluarga
Dengan sengaja mengajarkan
privasi antara penting karena saya melihat sendiri ada orang-orang yang tak
menghargai privasi saudaranya, berlangsung sejak kecil hingga dewasa. Ibu saya mengajarkan
untuk meminjam atau menyampaikan jika ingin menggunakan barang milik anggota
keluarga lainnya.
Dimulai dari hal sederhana
saja, seperti alat tulis dan pakaian. Biasanya sesama saudara kandung saling
meminjam dan keterusan tanpa bilang terlebih dulu. Sesekali lupa tidak masalah
sih ya tetapi sebaiknya dibiasakan agar nanti dengan orang lain pun
terbiasa. Jika tak menghargai privasi saudara atau orang tua sendiri, takutnya
kebablasan – akan sulit menghargai privasi orang lain karena menganggap orang
lain akan memaklumi.
8. Keterampilan
Berkomunikasi
Anak juga belajar dari
cara ibu berkomunikasi. Maka perlu bagi ibu untuk mengintrospeksi caranya berkomunikasi dengan orang lain, baik secara lisan
maupun tulisan. Anak akan mengamati bagaimana cara ibu berkomunikasi dengan
ayahnya dan bagaimana ibu berkomunikasi dengan orang lain, termasuk dalam
menyelesaikan permasalahan kehidupan.
Dalam era digital seperti
sekarang, terlihat masih banyak orang yang tidak tahu etika berkomunikasi di
dalam grup Whatsapp, ini juga menjadi catatan tersendiri bahwa penting untuk
mengajarkan literasi digital dasar pada anak, seperti cara mengirim dan
menanggapi pesan di grup WA.
9. Ibu Butuh
Waktu untuk Dirinya
Terkait dengan nomor 4, sebagai manusia yang bisa merasa lelah, ibu sesekali butuh waktu untuk dirinya sendiri agar bisa refresh dan kembali menjalani perannya dengan riang. Entah itu disebut sebagai healing atau me time, lakukanlah hal menyenangkan yang bisa dinikmati walau sebentar, bagaimana pun caranya selama itu positif tak mengapa. Tidak perlu setiap saat mencurahkan waktu dan perhatian hanya untuk suami, anak, dan keluarga besar. Ibu perlu menyadari bahwa untuk tetap waras dan bahagia, butuh upaya tersendiri untuk kesehatan mentalnya.
10.
Pendidikan Seks
Ada anak yang dilecehkan
secara seksual oleh bapak tirinya. Saat anaknya mengadu bagian tubuhnya ada
yang disentuh si bapak, ibunya malah berkata, “Ah, cuma begitu saja!” Akhirnya,
anak mengadukan kepada ayah kandung karena perlakuan tak senonoh diterimana
beberapa kali dari ayah tiri. Alhasil bapak kandung marah hingga berakibat
berpisahnya ibu dan suami barunya.
Sedihnya ketika tahu ada
kasus seperti ini. Ketika ibu kandung tak mampu menjadi benteng bagi anak
perempuannya, siapa yang bisa melakukannya? Efek negatif kepada psikis anaknya
banyak, terlebih dia mengalami pengabaian. Padahal pendidikan seks sejak dini
itu seyogianya diberikan oleh ibu, dimulai dengan mengajarkan anggota tubuh
mana saja yang tak boleh disentuh orang lain agar anak tak rentan mengalami pelecehan seksual.
***
By the way, tulisan ini tidak
bermaksud menafikan hal-hal penting lainnya. Tentunya penting untuk mengajarkan
akhlak, etika, dan etiket pada anak, pun penting untuk senantiasa mendoakan
anak. Untuk umat Islam, penting untuk mengajarkan tauhid, akidah, fiqih, dan
sebagainya.
Semuanya penting namun
poin saya di sini adalah, lebih menyoroti hal-hal kecil yang jika ibu
mengabaikannya, bisa berdampak negatif dalam hubungan sosial anak ke depannya.
Saya tak
hendak menggurui karena
saya pun masih perlu banyak belajar dan masih banyak khilaf dalam menjalani peran sebagai ibu. Well, jika ada yang ingin menambahkan poin
penting lain berdasarkan pengalamannya, silakan berkomentar di kolom komentar,
ya.
Makassar,
17 Februari 2023
Share :
Menghargai privasi semua anggota keluarga ini penting ya Mba, kadang kita lupa sebagai keluarga merasa punya hak untuk ikut campur semua hal. Paling sering tuh, ortu ke anak
ReplyDeleteNah, bisa kejadian yang seperti itu juga ya Mbak karena si ibu kebiasaan mengontrol anaknya dan menginginkan anak berada dalam kendalinya sehingga tidak menyadari ketika anaknya sudah menikah ada hal2 yang tidak bisa dikontrolnya (baca: ikut campur).
Deletesetuju mba. banyak sekali yang harus diupayakan oleh seorang ibu yaa.. makanya jadi ibu itu mesti berat banget dan perlu persiapan banyak sebelumnya
ReplyDeletePoint-pointnya menjadi perhatian dan fokus khususnya bagi seorang Ibu, kak Niar. Terima kasih sekali atas tulisannya yang menggugah semangat para Ibu untuk terus belajar dan memahami apa yang terbaik, bukan hanya untuk keluarga, pasangan dan anak-anak, tetapi juga untuk dirinya sendiri.
ReplyDeleteIntinya, life balance for a healthy soul.
sepakat dengan berbagai poin di atas mba. Memang tidak mudah menjadi Ibu dan tantangannya selalu nyata adanya. Tapi yang penting semangat untuk menjadi lebih baik selalu ada
ReplyDeletePeran Ibu yang sangat besar untuk keluarga, khususnya anaknya, perlu memang memerhatikan 10 poin di atas. Apalagi dalam pengasuhan anak, dan juga me time ya. Insightfull ini untuk calon ibu
ReplyDeleteJadi orang tua memang nggak bisa berhenti belajar dan juga berdoa demi kebaikan anak. Karena di setiap fase kehidupan anak pasti ada tantangannya tersendiri.
ReplyDelete