Sering kali Mama mengingat-ingat masa-masa remajanya
untuk menghadapi nona mungilnya. Eh bukan nona mungil lagi, sih. Dia sekarang
gadis remaja dengan tinggi badan yang hampir sama dengan Mama. Mama mencoba
mengingat-ingat masa remajanya namun tentunya tak berharap Athifah sama persis dengan
dirinya dulu.
Mama mengakui, salah satu kemiripan Athifah dengan dirinya
adalah daya kritisnya. Jangan salah bicara maka nona ini akan menggunakan
kata-kata Mama sebagai “senjata”. Lalu voila, terjadilah senjata makan
tuan. Jangan tanya berapa kali sudah hal ini terjadi. Nona itu pasti tak sadar
namun setelah membaca ini pasti dia menyadarinya.
Mama menuliskan ini di blog dengan sepengetahuannya. “Mama
tulis ya tentang kamu waktu bicara soal marah-marah itu,”kata Mama suatu hari. “Terserah,”
ucapnya.
Jadi ceritanya begini. Gadis ini menceritakan suatu hari
di sekolah dia menangis keras. Katanya sebal sama teman-temannya yang memakai
barang-barangnya. Memang selama ini banyak di antara kawan-kawannya yang malas
membawa barang sendiri. Entah itu untuk keperluan tulis-menulis atau untuk
prakarya di sekolah, atau untuk tugas lain.
Jadinya mereka sibuk meminta sana-sini kepada kawan-kawan
yang rajin. Gondok sekali Athifah sama anak-anak model begini. Jelas saja kan.
Kalau dirimu bersiap untuk suatu hal lalu pada waktunya, orang-orang di
sekelilingmu mengambil dengan seenaknya persiapan yang sudah kau lakukan, apa
tidak jengkel?
Tetapi cerita tentang menangis ini membuat Mama ter-“eh”
... maksudnya bengong dan di dalam hatinya bilang “eh” 😅 tapi Mama paham sih, anak perempuannya ini sepertinya tipikal
Feeling dalam pola kepribadian STIFIN atau Sanguinis yang penuh perasaan
dan extrovert dalam menunjukkannya. Sangat berbeda dengan Mama yang jauh
lebih introvert.
Maka Mama tak dapat menahan dirinya untuk berkata, “Ih,
jangan mi juga sampai menangis keras begitu.”
“Lagi haid ka’, Ma. Makanya saya menangis keras.
Kan pengaruh hormon,” kurang lebih itu kata gadis Mama, menghubungkan lompatan
perasaannya dengan keadaan emosionalnya di sekolah.
“Heh? Jangan mi juga kapang sampai begitu,”
ucap Mama, setengah geli dan takjub.
“Mama juga toh, kalau lagi haid suka marah-marah!”plak
... dengan sangat telak dia membuat Mama terdiam dan secepat mungkin
introspeksi diri. Keki ... kekiiii banget tapi Mama menyadari inilah
realita dan cermin yang disodorkan putrinya. Mama bisa bilang apa? 🙈🙇
Baiquelah Nak. Mama akan mencoba belajar lebih sabar,
lagi. Anak-anak memang harus menjadi tempat orang tua belajar bersabar. Terima kasih atas feed back-mu.
Makassar, 16 November 2019
Baca juga:
Share :
Wah, saya pernah dan mungkin masih akan merasakan hal yang sama dengan gadis nya kak mugniar. Tapi positifnya dia masih mau jujur dengan perasaannya, sehingga orgtua bisa mencari solusi dri masalah tersebut. Semangat kak mugniar, semoga lelah seorang ibu akan berbuah pahala 😇😇
ReplyDeleteTerima kasih Alifah. 😍
Delete