Drama Pembelajaran Daring: ke Sekolah untuk Setor Tugas

Drama Pembelajaran Daring: ke Sekolah untuk Setor Tugas – Sudah akan siap-siap tidur ketika tadi malam guru IPA mengirimkan notifikasi pelaksanaan ulangan hariah hari ini. Kabarnya setiap hari, selama 6 hari ke depan, mulai hari Senin ini adalah jadwal ulangan harian secara daring semua bidang studi.

Oke baik, tak masalah itu. Namun kemudian saya teringat pesan ibu guru untuk datang ke sekolah pada Senin pukul sepuluh pagi membawa buku tugas IPA. Akan diperiksa dan diberi nilai, kata beliau.

Mulanya saya tak berkeberatan dengan permintaan ini. Untungnya sekolah Athifah tak jauh. Lalu kemudian saya terpikir dua hal ini

Pertama. Hari Senin bukan jadwal IPA, bagaimana caranya putri saya ke sekolah sementara dia harus mengerjakan pelajaran yang sudah ada dalam daftar mata pelajaran hari Senin? Kan dia akan terganggu!


Drama pembelajaran daring


Kedua. Bukannya Athifah sudah menyelesaikan semua tugas dan mengirimkannya secara daring? Kan kita sedang menjalani pembelajaran daring. Lalu mengapa pula harus kumpulkan buku? 

Sebenarnya kami sudah merasa belajar menyenangkan di rumah itu nyaman-nyaman saja, cukup upload, tidak perlu ke sekolah lagi apalagi kota kami masih zona merah pandemi.

“Kenapa ya, gurumu suruh bawa buku tugas ke sekolah? Kan sudah foto dan kirim ke WA-nya?” tanya saya kepada putri remaja kelas 8 itu.

“Sekarang beredar di Tiktok, ada aplikasi yang seperti sudah mengerjakan tugas, sudah menulis di buku padahal tidak,” ucap putri saya.

“Maksudnya? Bagaimana caranya?” saya tidak terpikirkan. Dunia memang semakin canggih ya. Saya pikir tidak ada cara mengakali kalau guru meminta siswa menulis di buku tulis maka harus ditulis. Titik. Eh rupanya teknologi memudahkannya.

“Tinggal copas di Google, Ma. Terus nanti hurupnya dijadikan hand writing, baru kirim mi ke gurunya. Barangkali ini yang mau ibu guru cek,” ujar Athifah lagi.

Oalah, begitu, ya. Bisa jadi. Diikuti sajalah kemauan gurunya. Kalau Athifah belum selesai mengerjakan tugasnya, saya saja yang pergi. Tapi saya mau konfirmasi dulu, apakah jadi "keharusan" datang ke sekolah pada hari Senin ini?

Saya bertanya di grup Whatsapp kepada guru IPA pada malam hari itu, usai beliau mengirim notifikasi. Tunggu sekian jam, tak ada balasan. Saya kirimkan pesan ke nomor Whatsapp pribadinya. Tetap tak ada balasan. Menjelang jam 10 pagi, saya bergegas bersiap.

Athifah sudah tuntas mengerjakan tugas dari 2 dua bidang studinya jadi saya ajak saja dia pergi. Saya masih mencoba menelepon guru IPA. Kalau memang tak jadi kan tak usah buang energi dan waktu ke sekolah.


Drama pembelajaran daring


Saya telepon hingga nada dering berhenti. Saya coba telepon lagi dan menunggu hingga nadanya berhenti. Tak diangkat juga. Bagaimana ini, tak ada pesan yang digubris dan tak ada telepon yang diangkat?

Saya memutuskan kami pergi dan memesan mobil ojek online. Rasanya serba salah. Kalau masih menunggu, takutnya kelamaan. Kalau gurunya sudah datang di sekolah dan sudah pulang ketika kami datang bisa marah beliau.

Setidaknya saya sudah berusaha dan kesalahan bukan ada di pihak kami kalaupun saya tetap pergi ke sekolah dan gurunya tak ada. Paling tidak, kami berusaha melakukan “kewajiban”. Itu saja prinsip yang saya pegang.

Ndak bisakah anak-anak jangan ke sekolah dulu, Bu?” tanya sopir mobil ojek online mempertanyakan kepergian kami.

“Itu mi juga, Pak. Sudah dikirimkan lewat WA tugasnya seperti yang diminta. Kalau diminta lewat Google Classroom, sudah juga dikerjakan. Tapi masih disuruh kumpul bukunya. Saya konfirmasi lewat WA dan telepon tidak direspon. Takutnya kalau kami tidak datang nanti kenapa-kenapa lagi,” jawab saya.

Tak lama kemudian kami sampai di sekolah Athifah. Sejumlah anak terlihat di seantero sekolah. Tidak sebanyak hari sekolah biasa. Mereka menggunakan masker. Tak terlihat aktivitas di dalam kelas, baik dilantai 1 maupun di lantai 2. Demikian pula di ruang guru. Tak ada apa-apa di sana.

Di manakah ibu guru IPA?

Saya menengok pesan WA. Belum juga dibalas olehnya. Saya mengetikkan pesan: Ibu, saya di sekolah, di mana ki’ ditemui? Saya ke sekolah sehubungan dengan pesan ini - saya upload screenshot permintaannya supaya anak-anak datang ke sekolah. 

Saya tengok pewaktu di gadget, masih menunjukkan jam 10 lewat 20 menit. Lega. Artinya saya tidak telat-telat amat menunaikan “kewajiban” jika ini sebuah kewajiban meskipun saya tidak tahu dasar apa yang menjadikannya kewajiban.

Tak perlu menunggu lama, pesan saya langsung berbalas. Isinya seperti ini:

Maaf, Bu, saya tidak ke sekolah. Masih sakit kepala habis pulang dari luar kota dengan teman-teman guru. Besok saja, in syaa Allah jam 11-an saya ke sekolah. Maaf ya, Bu.

Owh baiklah kalau demikian.

Sebagai orang tua yang beradab, tidak ada pilihan lain selain menjawabnya dengan “TIDAK APA-APA, BU”. 

Drama pembelajaran daring
Jalan-jalan kitaa.

Yeah, mari menyisihkan waktu lagi esok hari. Kalau perlu jalan-jalan lagi dengan taksi online demi menunaikan kewajiban.

Anggap saja perjalanan kali ini sebagai us time antara saya dengan Athifah. Salah satu cara murah-meriah membentuk bonding antara ibu dan anak perempuan satu-satunya. Pas banget kami memanfaatkan diskon jadi bayar ojek daringnya hanya Rp. 8.000 sekali jalan.

Di dalam mobil baru saya sadari bahwa ternyata jemari tangan putri saya sudah lebih panjang daripada jemari tangan saya. Saat ini memang dia sudah hampir setinggi saya. Sekian tahun ke depan in syaa Allah dia lebih tinggi daripada saya. Yah, anggap saja ini sebuah perjalanan meningkatkan ikatan batin kita, Nak.

Makassar, 7 September 2020

Baca juga cerita drama-drama lainnya:

 



Share :

18 Komentar di "Drama Pembelajaran Daring: ke Sekolah untuk Setor Tugas"

  1. Untung sabar jaki, kalau saya kapang dapat perlakuan begitu moro-moro terusma 😬 bisa-bisanya itu, bikin "alasan" segampang itu. Esmosi jadinya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yah ... mau marah juga ndak ada mi gunanya, Kak hehehe.

      Delete
  2. Ya begitulah
    Dimana mana akhirnya guru yang kewalahan
    Tapi seharusnya guru memberikan info dari awal
    Biar tak ada rasa kecewa
    Ya ya mau apalagi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yah begitulah.
      Sebagai orang tua siswa, saya hanya "sedikit" kewalahan.

      Delete
  3. Baru tahu ternyata aplikasi tiktok bisa mengelabuhi guru ya mbak...tapi kadang saya juga kurang sreg dengan pembelajaran online, guru terkesan semaunya saat memulai pembelajaran. Kalau normalnya harusnya sekolah masuk jam 7.15, namun saat online gini jam 9 baru absen. Semoga pandemi segera berakhir dan anak2 bisa kembali menjalani rutinitas di sekolah dengan normal.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bukan Tiktonya, Mbak. Jadi, viral di Tiktok, aplikasi yang memperlihatkan cara untuk mengelabui.

      Kalau memperpanjang waktu, siswa pun banyak yang demikian, Mbak. Seringkali sekolah yang biasanya selesai jam berapa, molor jadinya dan guru tetap menunggu. Malah ada yang sampai malam, kasihan gurunya.

      Delete
  4. Saya tau ada aplikasi untuk tulisan tangan, tapi saya baru tau ternyata ada yang menyalahgunakannya untuk mengerjakan tugas. Miris, deh!
    Soal guru yang susah dihubungi dan ternyata gak bisa datang ke sekolah, saya hanya bisa ngelus dada, Mbak hahaha...

    ReplyDelete
  5. Subhanallah, sudah meluangkan waktu ke sekolah ya padahal.. Semangat selalu ya sekolah daringnya, semoga Allah mudahkan, Aamiin..

    ReplyDelete
  6. ada yang share cara caranya di tiktok sepertinya ya mbaak, anak anak tiktok kelewat kreatif memang, ada hal yang positif yang di share, adapula yang negatifnya hhuhu

    ReplyDelete
  7. Buang ongkos, buang tenaga ini namanya hihihi *Devil* banget ya kau mbak.
    Semoga aja gurunya nanti lebih disiplin kalau memang tidak bisa datang bisa infokan sebelumnya

    ReplyDelete
  8. Wah saya kurang update soal tiktok nih jadi ga tahu menahu banget.. PJJ memang kadang ga terlalu efektif yah kecuali sekolah2 tertentu yg gurunya mendapat pengawasan ketat dari yayasan

    ReplyDelete
  9. Hadeuh...drama pembelajaran daring ini gak ada habis-habisnya yaa kak. Lama lama, kalau postingannya dikumpulkan, bisa jadi satu buku nih. Wkwkwk.

    ReplyDelete
  10. Lhoalah, kalau memang tidak datang harusnya beliau berkabar ya Kak.... Dan apakah nggak diizinkan juga bukunya diantar saja dengan ojek online begitu? Duh suka deg-degan saya kalau dengar kabar anak-anak harus berangkat sekolah walau hanya sekali sekali. Di Surabaya kondisi penularan di sekolah cukup tinggi soalnya Kak.... Semoga sehat sehat selalu ya kita....

    ReplyDelete
  11. Oalalaa...sebenarnya pasti dalam hati gemas banget ya dengan gurunya ya Mba. :)
    Luar biasa, Mb Niar bisa menyikapinya dengan sabar. Kalau aku pasti udah uring-uringan itu. :))

    ReplyDelete
  12. Haha anakku jg bukunya diantar ke sekolah yg SD. Kalau yg Tk ambil modul dan kirim lagi tiap minggu. Ya sudahlah lbh baik begitu dulu sementara ini. Walau kadang ya bikin emaknya cekot2 aja rasanya yaa semangaaaat :D
    Hmmm, baru tau soal teknologi utk manipulasi gtu, agak sedih sbnrnya :(

    ReplyDelete
  13. Semangat ya anak cantik. Belaajr di rumah emang pertama kali karna wabah ini. Jadi,tetap semabgat walau ada drama yaa

    ReplyDelete
  14. Canggih banget siih...anak-anak ini kalau diminta berbuat yang curang.
    Anak zaman sekarang diberi banya privilege malah menggampangkan.
    Sedih sekali.

    Athifah...
    MashaAllah, semangat belajar daring yaa...sholiha.

    ReplyDelete
  15. Mudah mudahan pandeminya cepet berakhir ya mba. Biar bisa sekolah tatap muka lagi. Semangat terus belajarnya ananda sholihah

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^