Angan Keibuan dan Bahagia yang Sederhana

Saat menonton sebuah tayangan hiburan bertema Hari Ibu, putri mungil saya Athifah meneteskan air mata. Athifah tiba-tiba mendatangi saya yang sedang berada di ruang makan. Dia menangis dan langsung memeluk saya.

Saya tersenyum dan balas memeluknya. Tak perlu saya tanyakan mengapa dia menangis. Saya menyaksikannya nonton televisi dari ruang makan. Sembari menyaksikan acara televisi itu, dia mengusap-usap matanya . Saya tahu tayangan yang memperlihatkan kedekatan para ibu dengan anak-anak mereka itu membuatnya terharu dan mengapresiasi hubungan kami.


Yup, bagi saya ini adalah bentuk penghargaannya kepada relasi ibu dan anak di antara kami. Dan tahukah Anda, ini adalah hadiah yang sangat indah dan sangat berharga bagi saya. Saya menginginkan bonding yang kuat dengan anak-anak. Tak perlu hadiah berupa barang. Mereka dengan suka rela mengekspresikan rasa sayang dan perhatian mereka saja, saya sudah bahagia sekali.

Berbeda dengan si sulung Affiq yang lebih menahan diri dalam mengekspresikan perhatiannya, putri mungil saya ini jauh lebih ekspresif. Kadang-kadang malah lebay, hehehe. Terhadap Affiq, saya sudah senang ketika dia memperhatikan saya dengan cara menelepon saat saya belum pulang dan bertanya, “Kenapa Mama lama sekali?” Cukup itu saja. Rasanya sudah NYESS luar biasa.

Beda anak, beda wataknya. Beda juga caranya mengekspresikan perasaannya. Dua anak saya yang terkecil sangat terlihat responnya ketika saya memeluk atau mencium mereka. Berbeda dengan si sulung yang sudah duduk di bangku SMA. Tapi tentunya saya tetap menghargainya. Saya sudah merasa bahagia ketika mengusap-usap kepalanya dan dia tak menolak. Nyaris dia tak menunjukkan ekspresi tapi saya bisa melihat dia menikmati sentuhan naluri keibuan yang saya coba tularkan kepadanya.

Sejak menyandang status IBU, saya makin memahami betapa sederhananya kebahagiaan. Cukup bisa menyaksikan senyum dan tawa mereka saja hati sudah berbunga-bunga. Apalagi kalau melihat wajah bahagia mereka karena hal-hal yang sebenarnya juga sederhana, semisal usai memakan nasi goreng buatan saya yang mereka pinta.

Jadi ibu menjadikan saya belajar banyak. Tentang menyederhanakan kebahagiaan, tentang kesabaran, tentang ketulusan memberi, dan lain-lain sebagainya. Sampai sekarang pun, saya belum merasa menjadi ahli tetapi saya akan terus belajar. Mudah-mudahan anak-anak kelak dengan tulus mematrikan saya dalam hati dan pikiran mereka sebagai the best-nya mereka. Ibu sekalian, bagaimana dengan Anda? Setujukah dengan saya?




Share :

2 Komentar di "Angan Keibuan dan Bahagia yang Sederhana"

  1. aaaaaaaaaah atifahhh, pengen ketemu lg hihihi

    ReplyDelete
  2. ya itulah ibu.. senyum anak adalah senyum ibu, bahagia anak adalah bahagia ibu juga. jadi saya setuju sama mba

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^