Tamu dari Helen Keller International Indonesia

Bulan Januari kemarin rombongan staf dari Helen Keller International (HKI) di Indonesia berkunjung ke sekolah bungsu saya. Di wilayah Makassar, HKI mengunjungi sekolah putra saya dan satu sekolah lainnya untuk melihat-lihat pelaksanaan pendidikan inklusif.


Oleh Ibu Kepala Sekolah saya diminta menemani beliau menerima tetamu. Saya bersedia saja karena penasaran tamu dari mana gerangan yang datang. Mulanya saya tidak diberi tahu secara rinci tamu-tamu yang akan datang. Saya pikir dari Dinas Pendidikan Kotamadya. Rupanya bukan. Tamu yang ini dari NGO internasional.


Ibu Kepala Sekolah menyampaikannya melalui suami saya yang mengantar-jemput putra kami. Pesan berantai ceritanya, hehe. Maka sebagai orang tua siswa yang baik, saya hadirlah di sekolah. Saya pikir saya akan bersama beberapa guru menemani Ibu Kepsek eh rupanya lebih banyak saya sendiri bersama Ibu Kepala Sekolah.

Helen Keller International Indonesia
Logo HKI

Rupanya guru-guru lain lagi pada sibuk. Seorang bapak guru – yang menjadi guru pendidikan khusus (GPK) yang dipercayakan sebagai koordinator para GPK ikut menemani tetapi tidak full karena beliau juga sibuk pada jam sekolah.


Maka saya bisa berbincang cukup banyak dengan beberapa orang dari HKI secara one on one. Maksudnya secara bergantian dengan salah seorang dari mereka. Kalau pihak HKI ingin tahu pendapat saya selaku orang tua siswa ABK (anak berkebutuhan khusus) barulah saya bicara. Kalau tidak ya saya diam.


HKI ini sebelumnya bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dalam program Pencegahan Penyebab dan Konsekuensi Kebuataan pada Anak di 6 Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan.


Keenam wilayah tersebut adalah Makassar, Parepare, Palopo, Gowa, Bulukumba, dan Bone. Kerja sama itu dituangkan dalam Naskah Perjanjian Kerja Sama Nomor 440.3.3/15295/Diskes dan Nomor 1154/HKI-JKT-OD/XII/2016 dan telah berakhir pada Desember 2017.


Helen Keller International Indonesia

HKI memang merupakan lembaga internasional non-pemerintah yang bertujuan untuk menyelamatkan penglihatan dan kehidupan pada kelompok masyarakat yang rentan. Kerja sama dengan Provinsi Sulawesi Selatan diteruskan dengan 18 kabupaten lainnya dalam kurun waktu 2018 – 2020.


Waktu saya tanyakan kepada salah seorang staf HKI, selanjutnya hasil surveinya mengenai pendidikan inklusif di sekolah putra saya akan menghasilkan apa, beliau belum bisa memberi penjelasan. Katanya menunggu keputusan dari pusat.


Saya mengamati, mereka sudah punya pola pertanyaan yang tertulis di atas kertas. Yang diwawancarai bukan hanya Ibu Kepala Sekolah dan saya selaku orang tua siswa ABK. GPK, siswa reguler, dan siswa ABK juga diwawancarai. Pertanyaannya seputar pengalaman kami di sekolah ini.


Saya juga mengobrol banyak dengan Pak Nunu dari HKI Jakarta. Beliau mengatakan perlunya masyarakat mendorong terlaksananya pendidikan inklusif. Beliau juga menanyakan kesan saya tentang sekolah ini, bagaimana harapan saya tentang pendidikan inklusif, dan beberapa hal lain. Saya ceritakan apa adanya.


Bahwa dengan segala keterbatasannya sebagai sekolah negeri, sekolah ini merupakan sekolah terbaik bagi saya karena sudah punya pattern yang sudah dirintis oleh kepala sekolah terdahulu, sekira tahun 2002 sebagai sekolah inklusif.


Helen Keller International Indonesia
Pak Nunu dan Ibu Kepala Sekolah.

Semua komponen sudah paham bagaimana bersikap kepara para difabel (different ability), baik itu para siswa, para guru, maupun para “insan kantin”. Ibu-ibu penjaga kantin menjaga anak-anak ABK dengan baik. Jika mereka tahu ada yang memiliki alergi terhadap jenis makanan tertentu, biarpun anak yang bersangkutan ingin membeli, ibu-ibu kantin tidak memberikannya.


Kepada salah seorang dari mereka saya bercerita mengenai topik PENDIDIKAN INKLUSIF yang saya angkat ketika mengikuti lomba menulis di website Bisnis.Com. Namun saya gagal masuk 50 besar karena yang masuk 50 besar di-like dan dan dibaca oleh banyak sekali orang. Seribuan likes dan puluhan ribu pembaca – entah bagaimana caranya bisa seperti mereka.




"Andai bisa masuk 50 besar, saya bisa bantu gaungkan isu ini supaya makin banyak yang ngeh. Sayangnya tidak," kata saya.


“Tidak apa, Bu. Nanti bisa ditulis lagi,” ujarnya. Hm, saya harus mengumpulkan semangat lagi nanti jika ingin menuliskan topik ini lagi. Besar juga effort tempo hari tapi ujung-ujungnya mentok. Ya, semoga saja saya bisa mengumpulkan semangat lagi nanti, hehe.


Rasanya masih pengen cerita lebih banyak lagi tapi apa daya, waktu mereka terbatas. Nomor WA saya dicatat oleh Mbak Mawar, salah satu staf HKI. Dalam hati saya mengucap syukur. Saya berharap semoga suatu saat masih dihubungi lagi untuk kisah dan usulan yang masih ingin saya sampaikan.

Makassar, 12 Februari 2020



Referensi tambahan:
  • http://p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/penandatanganan-perjanjian-kerjasama-antara-hki-helen-keller-international-dengan-dinas-kesehatan-prov-sulsel-dan-sosialisasi-program-pencegahan-penyebab-dan-konsekuensi-kebutaan-ada-anak-di-prov-sulsel-tahun-2018-2020, diakses pada 11 Februari 2020, pukul 21:03.
  • https://makassar.tribunnews.com/2018/09/14/bupati-gowa-bicara-masalah-kebutaan-di-kick-andy. Diakses pada 11 Februari 2020, pukul 21:09.



Baca juga:





Share :

20 Komentar di "Tamu dari Helen Keller International Indonesia"

  1. Mba Mugniar, salut banget Mba mau mengangkat tema ini agar diketahui secara luas oleh masyarakat. Semoga semangat Mba tetap menulis dan rajin mengabarkan tentang sekolah inklusif dan juga tema sejenis bisa membawa dampak yang signifikan pada masyarakat. Seenggaknya masyarakat jadi ngeh tentang disabilitas

    ReplyDelete
  2. MasyaAllah ini keren lho...
    Saling bekerjasama dalam menjaga anak-anak ABK, sampai bagian kantinpun berpartisipasi.

    Semoga makin banyak sekolah2 yg seperti ini ya. Aamiin

    ReplyDelete
  3. Banyak sekolah sudah menjadi sekolah inklusif, tapi tak jarang sekolah itu sebetulnya belum siap. Masih ada guru-guru yg kurang sabar mengajarkan anak berkebutuhan. Masih ada teman-teman lingkungan sekolah yg mengucilkan temannya yang mungkin difabel. Meski gak semuanya begitu sih. Ini PR buat kita semua.

    ReplyDelete
  4. Mak Niar mantap kaliiii. Diskusi semacam ini bisa meningkatkan wawasan sekaligus menjalin silaturahim yaaa. Apalagi dgn NGO yg keren buanget kayak Helen Keller, Good Job!

    ReplyDelete
  5. Pendidikan inklusif ini menarik tak aemua orang memahami, padahal sangat penting untuk penyetaraan pensdidikan ,👍

    ReplyDelete
  6. sepertinya aku harus rajin mampir ke blog mbak Mugniar, akus endiri belum tahu banyak tentang pendidikan inklusif ini, maklumlah baru 3 hari ini rajin BW haha

    ReplyDelete
  7. Semoga bakal ada kesempatan buat mbak mugniar buat menggaungkan tulisan tentang ini lagi ya mbak. Karena pendidikan inklusif memang perlu mendapatkan perhatian yang sama dengan lainnya.

    ReplyDelete
  8. sekolah inklusif memang penting banget eksistensinya dan juga jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan.

    ReplyDelete
  9. Mba informasi yang seperti ini sangat dibutuhkan bagi orangtua ABK, pendidikan inklusif harus lebih banyak dapat perhatian lagi ya

    ReplyDelete
  10. Belakangan ini sudah mulai nampak geliat sekolan inklusif di kota kami, kak. Dengan begitu anak-anak bisa terbiasa berada di lingkungan berbeda dan ngga lagi merasa aneh dengan anak Abk

    ReplyDelete
  11. Semoga kedatangan tamu dari Hellen Keller Internasionalmembawa banyak dampak positif ya Mbak.

    Btw, say akalau lombanya berdasarkan like, mundur teratur Mbak.

    ReplyDelete
  12. Saya sangat berharap semua sekolah di Indonesia menjadi Sekolah inklusi
    Sayangnya, harapan jauh diawan untuk jadi nyata ya?

    ReplyDelete
  13. Semangat Mbak Mugniar,, nulis terus ttg pendidikan inklusif. Kalau di ranah penelitian ada dimensi GESI jg, berkaitan dg hak² difabel dll agar hidup diterima dg layak di masyarakat.

    ReplyDelete
  14. MasyaAllah semoga dimudahkan dan diberi kelancara demi proses pendidikan inklusif ini, memang temanya agak berat ya bund. Buat aku yang belum ada anak, jadi masih meraba-raba soal pendidikan sekarang karena jarang mantau. Semoga ke depannya lebih baik aamiin

    ReplyDelete
  15. Masya Allah keren banget Mbak sampai dikunjungi HKI, semoga menjadikan tenaga didik, murid dan para orang tua semakin semangat untuk menjadi yang terbaik ke depannya.

    ReplyDelete
  16. Mungkin masih banyak ya yang belum tahu tentang pendidikan inklusif dan belum banyak sekolah juga yang menerapkan pendidikan ini. Kalau di tanah kelahiran saya juga kayaknya belum ada sekolah inklusif jadi memang bagus banget ada yang mengangkat isu ini seperti tulisan yang kak Niar ikutkan beberapa waktu lalu. Sayangnya masih kalah jumlah like dan komentar ya tapi salutlah kak Niar sudah memberikan banyak informasi terkait pendidikan inklusif lewat artikel tsb.

    ReplyDelete
  17. Mba Niar keren sekali, berani bersuara. Semoga makin banyak sekolah yang paham kesetaraan pendidikan, dengan sekolah inklusi :)

    ReplyDelete
  18. Ayo, semangat menulis lagi tentang isu pendidikan inklusi, Niar. Walau tidak masuk dalam 50 besar, you have your own audience! 😊❤️💪

    Semangat juga untuk HKI, ya! Dulu waktu di Aceh sempat akrab jg dg mereka. 😊💞

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah ya anak sekolah negeri yang menampung pendidikan inklusi, apalagi gurunya dibekali menghadapi anak ABK. Salut deh atas sekolah dan para guru. Wali murid juga kompak dan saling membantu ya, semangat selalu!

    ReplyDelete
  20. Semangat nulis lagi mbak.. masih banyak yang belum paham dengan pendidikan inklusif ini..

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^