Langganan
kami, Pangkas Rambut Rahmat, di jalan Rappocini Raya sudah tahu persis kelakuan si bungsu ini saat
dipangkas rambutnya. Sebelum masuk sekolah dasar, Afyad berteriak-teriak
histeris ketika alat cukur berada di atas kepalanya. Butuh kolaborasi kekuatan
sang papa memeganginya meronta-ronta dan kekuatan plus ketabahan si
tukang pangkas agar tetap rela memangkas rambut dia tanpa melukainya.
Saya masih ingat pengalaman di awal-awal
membawanya bercukur dulu, saya harus
membantu pak suami menahan gejolak si bungsu ini
dengan sekuat tenaga. Bukan hanya gerakan,
suara menjeritnya itu, lho, Minta ampun kerasnya.
Orang di luar sana bisa mengira sedang terjadi
penganiayaan. 🙈 Sebenarnya papanya
suara menjeritnya itu, lho, Minta ampun kerasnya.
Orang di luar sana bisa mengira sedang terjadi
penganiayaan. 🙈 Sebenarnya papanya
bisa mencukur rambut anaknya, sih.
Tapi
beliau butuh stok kesabaran berlebih dalam waktu lama untuk mencukur rambut si
bungsu karena harus dilakukan dalam waktu lama dan bertahap. Ketika gerak si
anak berlebihan, si papa terpaksa harus berhenti dan membiarkan anaknya
beraktivitas dulu. Dan jeda waktu ini bisa makan waktu berjam-jam. Makanya ndak
selalu si papa siap melakukannya lha aktivitasnya sendiri apa kabar kalau
meladeni si bungsu?
Sampai
kemarin saya harus mengumpulkan kekuatan dulu sebelum membawa Afyad bercukur.
Memang lebay sih kalimat sebelum ini tapi kira-kira seperti itulah yang
saya alami. Sebelum membawanya bercukur juga harus sering-sering sounding dulu.
Jadi, sudah berkali-kali diwacanakan baru bisa dilaksanakan.
Tibalah hari itu – kemarin tepatnya.
Ya, setelah 3 hari bersekolah.
Bukannya saat libur panjang kemarin haha.
Jangan tanya alasannya, diriku pun tak tahu 😁.
Kemarin sore saya menggandeng Afyad
ke salon dekat rumah. Kami ke salon saja
karena dia tak mau ke tukang pangkas
rambut langganan kami.
Anak
spesial dengan speech delay-nya ini sudah bisa mengungkapkan apa
keinginannya meskipun masih belum seperti anak sebayanya. “Tidak mau cukul.
Gunting saja!” pintanya. Dia tak mau rambutnya dicukur di tukang pangkas
langganan, maunya digunting saja.
Oya
tukang pangkas rambut itu maksudnya tukang cukur, ya. Para tukang cukur yang
berasal dari Madura di Makassar disebutnya “tukang pangkas” karena mereka tak
mau disebut sebagai “tukang cukur”, begitu kata teman saya yang pernah menelusuri dan mencoba menulis tentang tukang pangkas rambut di Makassar yang
berasal dari pulau garam itu.
Pak Jamal (kanan), pangkas rambut Oktober 2018 |
Tiba
di salon dekat rumah yang dimaksud, terlihat dua orang perempuan sedang duduk
di teras salon. Saya menebak, salah satu dari mereka adalah si pemilik salon.
Perempuan yang satu sedang menelusuri kepala yang lain. Sepertinya mereka
sedang melakukan kegiatan berburu kutu. 😎
“Mau
gunting rambut. Ndak mau ki dicukur rambutnya, maunya digunting
saja,” usai mengucap salam, saya tersenyum kepada keduanya sembari menunjuk
Afyad.
“Ndak rapi kalo digunting,” perempuan yang
di sebelah kiri menyahut. Oh rupanya
dialah si empunya salon. Perasaan saya
mengatakan bahwa kalimat yang baru saja
dia ucapkan merupakan tanda-tanda
dia akan menolak permintaan kami.
“Pernah
mi ke sini toh sama bapaknya? Banyak sekali goyangnya,” imbuhnya.
“Iyye’,
pernah mi. Oh, kita’ masih ingat? Iya, memang banyak sekali
goyangnya ini,” saya masih berusaha tersenyum. 😔
“Ndak
rapi ki kalo digunting. Harus pakai alat pi. Cepat ki juga
kalau pakai alat cukur. Kalau digunting baru banyak goyangnya, ndak bisa,”
tukas si pemilik salon. Tiba-tiba saya ingat, ada satu pemilik salon lain yang
pernah menolak Afyad bercukur. 😜
“Tuh,
Afyad, kata Tante harus dicukur rambutnya. Kalo digunting baru Afyad
banyak goyang nanti bisa kena gunting. Jadi, ke tukang cukur saja, nah sama
Papa?” saya menatap Afyad.
“Iya,
kalau bukan dia yang kena gunting, saya yang kena gunting,” ucap ibu pemilik
salon lagi.
“Nah,
iya, bisa-bisa Tante kena gunting atau Afyad yang kena gunting. Ke tukang cukur
mi, Nak, di’. Sudah cukur baru beli susu?” saya berkata kepada
Afyad, mengiming-iminginya dengan susu kemasan kotak seperti biasa.
Afyad
mengangguk pelan. Alhamdulillah. Sebuah anugerah jika dia akhirnya mau
ke tukang pangkas rambut. Pak Jamal di Pangkas Rambut Rahmat sebenarnya baik
sekali. Tak pernah sekali pun dia menolak kami ketika membawa Afyad ke sana.
Kali kedua dibawa ke Pangkas Rambut Rahmat,
sebelum masuk sekolah dasar
(sekarang Afyad kelas 2), masih luar biasa
kelakuan Afyad padanya. Afyad meronta-ronta
sekuat tenaga. Dia menjerit-jerit tak karuan.
Susu kotak kemasan yang sudah di depan mata
tak jadi diberikan kepadanya karena
dia tak menuntaskan cukurnya. 😪
Kami
pulang ke rumah dengan model rambutnya yang amburadul karena baru setengah
jalan dicukur. Eh bukan setengah, baru sepertiga jalan, ding. Dibawa ketiga
kali, keempat kali dan selanjutnya, Afyad berangsur-angsur lebih tenang hanya
saja masih berusaha escape berkali-kali dengan berbagai alasan.
Saya
sampai mengira, Afyadlah klien terlasak yang dihadapi oleh Pak Jamal. “Tidak.
Ada yang lebih lagi, sampai memukul,” jawab Pak Jamal ketika saya menanyakan
padanya. Fiuh syukurlah. Pantasan beliau tak pernah mengeluh setiap
memangkas rambut Afyad. 😍
Geli
dan tak suka dengan getaran alat cukur, sepertinya itulah alasan mengapa Afyad
begitu rewel ketika bercukur. Padahal sewaktu dibawa ke dokter gigi,
pengalamannya lebih menyakitkan tetapi dia sangat tegar.
Di dokter gigi, gusinya disuntik lebih dari 10x
karena ada 3 gigi yang hendak dicabut akibat
gigi ganti sudah tumbuh sementara
gigi lama masih kuat menancap. Namun waktu itu,
Afyad sama sekali tidak menangis. Kedua kali
ke dokter gigi untuk mencabut dua gigi
yang masih kuat menancap juga,
Afyad sama sekali tak menangis. 😅
Tapi
untuk bercukur? Hadeh, sungguh sebuah perjuangan panjang penuh drama.
Semoga saja setelah ini tidak lagi karena ketika dibawa oleh papanya ke Pangkas
Rambut Rahmat kemarin itu, Afyad tak banyak gerak lagi, juga tidak banyak usaha
escape. Dia sudah lebih tenang dan mau mengikuti instruksi Pak Jamal.
Hanya
saja ketika pencukuran rambut bagian tengah bawah dan bagian kanannya
dikerjakan, dia masih terbahak-bahak karena tak kuat menahan geli sembari
memendekkan lehernya. Untungnya Pak Jamal sabar menghadapinya. Sesampainya di
rumah, Afyad menunjukkan kepalanya yang sekarang sudah berambut super pendek
sembari tersenyum lebar.
Makassar, 10 Januari 2019
Baca juga: Model
Rambut Apa Ini?
Share :
Ehhehehhe
ReplyDeletebiarkan saja Afyad gondrong kak. nanti kalau sudah merasa gerah dia akan minta sendiri ji itu untuk dicukur, eh dipangkas..
ReplyDeletePengalaman dih, Oppa Lebug :D
Deleteini sama skali kak dengan ponakanku, sampai2 dia nda mau pake alat yg mesin itu dan mas mas maduranya jadi keringatan pas gilirannya dcukur, tiap mau cukur harus selalu di iming2 dgn main di mall atw jajan di alfamidi -__-
ReplyDeleteWah, untung anakku ndak sampai ji iming2 ke mall, lebih mahal hihi. Dia cukup susu kotak kemasan, alhamdulillah mau ji tapi memang penuh perjuangan :D. Dia tahu tak akan ada susu kalau tak bercukur.
DeleteAnakku juga, 2 tahun, paling susah dicukur. Nangis2 kaya diapain aja :P kalau dia karena serem denger suara alat cukur nya.. Suara hair dryer juga dia takut. 😅 entah sampai kapan begini
ReplyDeleteWah bisa jadi seperti Afyad, secara bertahap baru mau melunak, Mbak :)
Deletehahaha... sama anakku di rumah. Makanya semuanya gondrong hingga kelas 1 SD. Sampai sekarang yang sulung cuma mau di cukur pakai gunting.Kadang-kadang kalo moodnya lagi bagus mauji di cukur pakai mesin. Kalo trikku saya kasi senang-senang dulu hatinya sebelum pergi cukur. Biasanya tidak banyakji halangan berarti setelahnya.
ReplyDeletePakai gumtingnya di tukang cukurkah, Daeng? Sabarnya dih yang mau menggunting.
DeleteEmang kebayang sih tulisan ini, soalnya pas di tukang pangkas rambut, sering ketemu anak yang mau dicukur. Itu mang pangkasnya pasti kewalahan, entah karena nangis atau gak mau diem 🤣
ReplyDeleteHehehe problem banyak anak di Indonesia ya, Bang.
DeleteSaya baru tau kalo orang Madura maunya disebut tukang pangkas. Pantesan tukang cukur di depan rumahku tulisnya "Pangkas Rambut Madura Al Barokah"
ReplyDeletePadahal kata pangkas identik dengan rumput, heheh...
Begitulah hasil penelusuran teman, Mam Er. Di mana-mana di Makassar, usaha pangkas rambut yang pemiliknya orang Madura pasti tulisannya PANGKAS bukan CUKUR 😊
DeleteBaxa artikel inii jadi ingat waktu kecil sy cumanpunya du model itu cukur tentara sama mandarin hahahaa
ReplyDeleteMasih mendingan kita', adik laki-lakiku dulu sanging model tentara terus kodong 😄
DeleteSaya kira alih profesimi suamiku jadi tukang cukur, eh, tukang pangkas rambut kak Niar, ternyata namanya jih tawwwa yang sama, sama-sama Rachmat. Btw, baru kutahu saya kalau kita kita pake itu alat cukur elektrik ternyata geli pade dirasa dih!? XD
ReplyDeleteOoalaah hahaha iya diih sama namanya baru saya tulis berulang kali 😄
DeleteYang geli kayaknya mereka yang memang mudah geli, Ung. Banyak ji yang tidak. Anakku gelian dan ndak suka sama getaran alatnya 😄
Wkwkwk ternyata anaknya kk klu di ukur merasa geli yah 😂 nd kebayang saya, brrti nd bisa digelitik ini afyad 😂 Klu adekku sudah pasti kukerjai #hahahahjahatku
ReplyDeleteDia nda nyaman kodong di?
ReplyDeleteMungkin karena kepalanya dipegang dan ada benda asing di kepalanya.
Satu opsi mungkin cukur cepak saja, pakai alat cukur listrik hihi
CUkur listrik yang di tukang cukur toh, Daeng? Yang bergetar? Baru ditaruh saja di kepalanya dia sudah ndak nyaman.
DeleteTapi makin ke sini makin tenang mi. Semoga berikutnya sudah lebih bisa ditangani :D
salutka yang ke dokter gigi tanpa drama nangis. apa kabar saya, yang mau ke dokter gigi saja malesnya naujubile
ReplyDeleteWaduh, jangan malas, nanti sakit gigi ki', Kakak hehe.
DeleteKodong..., segitunya dih kak? Pake alat cukur manual saja kalau begitu kak. Yang biasa dipake cukur jenggot. Hihihi...
ReplyDeleteBisa ji tapi harus super sabar dan super banyak pi waktunya bapaknya. Saya ndak tahu pake alatnya dan ndak sesabar bapaknya bela hihihi
DeleteIni hampir sama dramanya sama kemenakanku. Dia jadinya jarang cukur apalagi potong rambut karwna haruspi diyakinkan untuk bisa mencukur itupun bapaknyapi yang bawaki. Lah bapaknya datnag sekali sstahun karena kerja di LN 😅
ReplyDeleteHahaha, usaha escape-nya itu, dia tahu bapaknya kan jarang pulang jadi jarang ki juga cukur kalo sama bapaknya :D
DeleteAgak dilema juga yah kak bawa ke tukang cukur kalau anaknya gak tenang dicukur. Kalau adekku cukurnya sama ibu saja, gratis dan gak macam2. Goyang dikit langsung ditegur "mau ko tokka kah?" 😄😄
ReplyDeleteWuah keren ibunya Afni. Saya ndak berani cukur rambut anak, ndak tahu caranya.
DeleteDeh..dramanya di'. Giliran dibawa ke dokter gigi beraninya luar biasa. Kalau Rani ini malah kebalikannya. Doyan diajak ke salon (nassami, perempuan). Sudahmi gunting rambut kapan hari, pas tahu ada yang mau ke salon, mau tongki ikut. Karena ndak mungkin gunting rambut lagi, jadi ya dikeramas saja.
ReplyDeleteTapi kalau adami masalahnya sama gigi, baruki' sebut dokter gigi..teriak duluanmi hahahha.
Hahaha ... ndak tahu mi juga anakku ini. Geli dan ndak suka sama benda bergetar ji halangan terbesarnya. Padahal ndak sakit ji dicukur.
DeleteHahahaha semangat tukang pangkas rambut , afyad ini samaki dengan duozam selalu takut kalau dibilang mau cukur biar pun ke tempat barber yg ada mainannya , ndak tau tong kenapa itu takut sama mesin cukur
ReplyDeleteHahaha ada temannya pale ... ayo bikin komunitas, Duozam :D
DeleteRidwan kalau dicukur selalu juga terbahak2 mungkin geli dia rasa kak dih, tapi nda mau ki cukur di tukang cukur atau salon. Di tante ibu saja katanya hahahha Ada keluarga di asrama yang biasa cukurki
ReplyDeleteWah bagus itu ada tempat favoritnya. Kenalkan dulueh sama Tante Ibu :D
DeleteDrama Pangkas Rambut, pangkas rambut ada cerita
ReplyDeleteBahahaha dramak banged yak.... knp aku jd ingat suamiku... kalau pangkas rambut, baru aja rambutnya di pegang ama tulang potong rambutnya, suamiku matanya langsung merem kiyer2 ngantuk 🤣🤣 aneh kadang tiduurrrr bwneran iniiii ... bisaaaaaaa gt ya
ReplyDelete