Tulisan
ini merupakan tulisan kelima, berisi materi Sinematografi Smartphone yang disampaikan oleh Abi – pemilik akun YouTube (dan Instagram) @inimasabi pada Training of Trainer School of
Influencer. Di
awal presentasinya, lelaki berpembawaan ceria ini mengajukan beberapa
pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini memang sebaiknya dijawab jika kita ingin
membuat video atau film:
- Kenapa harus lewat film/video
- Siapa yang akan nonton?
- Untuk apa dibuat?
- Pesan apa yang ingin disampaikan?
- Bagaimana cara menyampaikan pesan itu agar menarik penonton?
- Apakah pesan itu bisa sampai di film ini?
Nah,
kalau sudah selesai dengan konsep pemikiran yang mendasar itu, mari kita
beralih ke teknisnya.
Komposisi sinematografi
- Shoot type, tipe pengambilang gambar.
- Camera angle, sudut pengambilan gambar.
- The rules of framing, aturan pengambilan gambar.
Kenapa
ini semua harus dipelajari? Tentunya jawabannya untuk menghasilkan gambar yang
baik, dong ya.
Shoot type:
- Extreme Long Shot (ELS) ,
- Long Soht (LS).
- Full Shot (FS).
- Knee Shot (KS).
- Wide Shot/Medium Shot (MS).
- Medium Close up (MCU).
- Close up (CU).
- Big Close up (BCU).
- Extreme Close up (ECU).
Kenapa
di film gambarnya tidak dibuat wide shot saja? Kenapa harus berbeda-beda?
Karena gambar yang bergerak bisa mengarahkan persepsi penonton walaupun tanpa
narasi. Itulah yang membuat film hidup. Setiap ukuran gambar ada maknanya
tersendiri. Agar penonton bisa merasakan feel yang ingin kita sampaikan.
Ada
cara shoot agar obyek tampak kerdil atau tampak berkuasa. Untuk
mengekspos seseorang yang menangis, biasanya disyuting bagian matanya (BCU) karena
mata bisa berbicara banyak.
Tahapan pembuatan film, sebagai berikut:
1. Pra Produksi.
Tahapan ini
merupakan tahapan yang paling penting. Lebih baik banyak revisi di tahap ini
ketimbang banyak revisi di tahap selanjutnya karena akan menghasilkan banyak budget.
Matangkan segala sesuatunya di tahap ini yang menyangkut ide, konsep, skenario,
brain storming.
2. Produksi/Shooting.
3. Post produksi.
Budget
Dalam
penganggaran ada hal-hal yang harus diperhatikan, seperti: makan, operasional, lokasi,
make up, fee, dan sebagainya. Perlu juga diperhatikan
apakah harus membeli atau menyewa peralatan.
How to fund?
Untuk
membiayai film/video ada beberapa cara: patungan, donatur, investor, sponsor, pre
sale tiket.
The team
Siapa
saja? Bisa produser, sutradara, penulis, sinematografi, publicist, dan
lain-lain.
Menjual film/video di mana?
Bisa
di festival film, YouTube, atau menjual sendiri kepingan DVD-nya.
Yang
paling masuk akal buat kita? YouTube dooong.
Menariknya, YouTube di jaman now bukan lagi views yang dicari tapi watch time.
- WATCH TIME: Lamanya menonton suatu video tanpa di-skip. Ini akan memengaruhi algoritma YouTube, apakah video kita bisa masuk di daftar trending-nya atau tidak.
- More watch time means more adsense. Algoritma YouTube mengatur siapa yang konsisten dia yang menang. Syarat dapat adsense sekarang ini adalah 1000 subscribers dan 4000 jam watch times.
Banyak
ya? Bagaimana mendapatkan subscribers dan watch times sebanyak
itu? “Selalu pikirkan
ini dalam hati teman-teman: buat konten yang bermanfaat bagi banyak orang dan searchable,” ujar Abi.
Video
kehidupan kita, apakah menarik buat orang lain? Ya kaliiii kalau kita ini se-level
artis atau Atta Halilintar. Lha, kita ini siapa?
“Buatlah video yang membantu orang lain
atau bermanfaat dan mudah dicari meskipun
follower kita tak banyak, dan kemungkinan
di-share lagi mudah. Contohnya: tutorial,
how
to, review, music cover,” imbuh Abi.
Kita
perlu berusaha mendapatkan TREND. Trend itu, jika ditonton banyak orang secara
bersamaan. Bukan viral, ya. Kalau viral itu sampai apa yang kita buat
mempengaruhi sampai di-copy oleh orang lain.
Mau trend
atau viral, bisa dengan meng-upload video yang bertopik: harta, tahta,
wanita, kontroversi, aneh, atau pionir. Tapi itu semua tak menjamin kita bisa
bertahan. “Konsistensi
akan hal inspiratif – ini yang harus diincar,” ujar lelaki yang memiliki nama asli
Ahmad Takbir ini.
Menurut Abi, semua video di YouTube
punya pasarnya masing-masing. Bahkan
yang kita anggap aneh bisa punya pasar sendiri.
Maka yang paling bagus adalah
jangan mengikuti pasar tetapi
buatlah pasar sendiri.
Kita bisa membuat ekosistem baik di YouTube.
Kelola Channel YouTube-mu!
Sudah
pada bikin akun YouTube? Bikinlah, buatlah nama channel (akun YouTube)
yang namanya sama dengan semua naman akun media sosialmu. Ini untuk membangun brand
awareness terhadap self personal branding kita. Abi mencontohkan, channel
YouTube dan akun media sosialnya semua pakai nama INIMASABI karena lebih
unik. Oya, nama channel tak harus nama asli, boleh nama panggung eh nama
alias.
Channel
setting-nya all
set private saja supaya
tidak tersebar ke khalayak apa-apa saja video yang sudah kita like karena
jika tak sengaja bertindak konyol, bisa menjatuhkan kredibilitas kita.
Jika
sudah buat akun YouTube, bisa mulai bikin vlog. Harus percaya diri bicara depan
kamera. Yang dilihat kamera. Tatap kamera, ya, jangan menatap layar. Hei hei tapi tidak perlu kamera mahal, lhoo.
Bisa pakai smartphone saja, minimal RAM 2 GB sudah bisa.
Lalu apa yang penting diperhatikan dalam membuat video?
- Kesesuaian judul dengan video.
- Thumb nail-nya tepat, sesuai dengan isi video, menggunakan gambar terbaik.
- Deskripsi tepat agar searchable.
- Tidak missleading, judulnya tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Click byte boleh asal tidak miss leading dan tak berlebihan.
- Tuliskan hashtag. Hashtag pengaruh di YouTube sekarang, cukup 3 saja.
- Sertakan ajakan untuk subscribe dan like.
- Durasi video tidak lebih dari 30 menit. Rata-rata 5 menit. Kalau untuk mencari adsense minimal 10 menit.
TIPS membuat video:
- Orientasi landscape 16:9.
- Tidak goyang. Kalau tak punya stabilizer, pegang smartphone dengan kedua tangan. Eye level dengan apa yang di-shoot, ambil rata-rata dengan orang lain, yaitu sejajar pundak kita. Kalau sambil berjalan, jangan jalan dengan cara jalan seperti biasa akan mudah shaking. Sebaiknya pakai teknik Ninja Walk, mengambil gambar sembari berjinjit.
- Kalau punya uang lebih, belilah gimbal atau stabilizer, dan tripod.
Tips depan kamera:
- Percaya diri is a must.
- Melihat kamera, bukan layar.
- Tidak perlu merasa gugup atau malu karena everybody had their first time. Anggap saja sedang berbicara seperti biasa dengan orang lain.
- Gunakan script jika dianggap perlu. Kalau ngevlog, biasakan tanpa script karena bakal sering mendapati hal-hal tak terduga yang tidak perlu script. Tetapi kalau home made, apalagi kalau belum lancar ya gunakan script. Kalau hendak menyampaikan pesan yang menggunakan data, gunakan script. Bisa gunakan matador untuk membantu.
Ingat, ya jangan sampai menggunakan hak cipta orang lain.
Apabila
menggunakan hak cipta orang lain (bisa video atau lagu) maka video kita:
- Tidak bisa dimonetisasi.
- Video kita bisa di-take down oleh YouTube.
- Kalau sudah dimonetisasi, monetisasinya akan lari ke pemilik hak cipta.
- Channel kita mendapatkan penilaian buruk dari YouTube.
- Maka dari itu, gunakan latar musik/lagu dari channel Audio Library-nya YouTube. Subscribe saja, ya.
Pesan lelaki yang terpilih menjadi YouTube Creator for Change Fellow 2018 ini, “Apapun konten kalian, kalau dibuat dari hati, meskipun itu aneh, pelan-pelan akan menjadi ekosistem baru. Jangan gunakan click byte yang miss leading atau berbohong. Gunakan click byte positif kalau mau pakai judul click byte.”
Behind the Scene Tugas Membuat Video
Usai
materi Sinematografi Smartphone ini kami diberikan tugas mengerjakan
video berkelompok. Saya mengambil inisiatif mengumpulkan nama dan nomor HP
teman-teman sekelompok yang ditentukan oleh Abi – yaitu berdasarkan nomor urut.
Saat itu ada 3 orang yang berkenan mendekati saya dan memberikan nomor WA-nya.Masih
di Hotel Lariz saya sudah membuat kelompok kerja di WA group.
Sayang
sekali, berkali-kali bertanya di grup mengenai tema apa yang akan dibikinkan
video, saya hanya mendapatkan dua respon sekadarnya. Bukan tanda yang
menyenangkan saya kira. Di hari ketiga, karena tak kunjung ada respon positif
mengenai kemauan dari anggota grup mengerjakan PR yang diberikan mentor
Sinematografi Smartphone, saya pun memutuskan meminta maaf kepada para
aggota karena sudah mengganggu mereka dan keluar dari grup yang sudah saya buat.
Saya lalu mencari teman-teman baru dan bergabung dengan mereka dalam
mengerjakan tugas.
Saya
berhasil menghubungi Aini, teman blogger. Pengalaman Aini ternyata tak
jauh beda dengan saya. Untungnya masih ada Syahrul yang bergabung dengan Aini.
Jadilah kami segrup dan janjian membuat video di Fort Rotterdam dan Pantai
Losari.
Bukan
hal mudah untuk menentukan waktu ketemuan karena Aini kerja dan ada kesibukan
lain juga. Akhirnya kami menentukan waktu di hari Ahad pagi. Malamnya Aini
mengirimkan pesan suara yang sayangnya tak bisa saya dengarkan. Saya pikir
hanya terpencet saja. Di hari Ahad pagi, ketika sudah memesan ojek online dan
siap berangkat dengan kedua anak terkecil baru saya hubungi Aini.
Video, hasil kerja kelompok kami, disimpan di channel milik Syahrul
“Maaf, Kak, saya sakit,” Aini mengabarkan dirinya kena diare dan muntah-muntah makanya malam sebelumnya dia mengirimkan pesan suara. Qadarullah, karena sudah telanjur janji pada anak-anak saya hendak ke Fort Rotterdam, jadinya saya berangkat saja ketika dijemput ojol.
Di
luar rencana, saya tak bisa bertemu dengan Syahrul karena dia berangkat agak
siang dan baru tiba di Pantai Losari ketika saya sedang dalam perjalanan pulang
ke rumah. Di hari itu saya punya beberapa agenda yang harus saya penuhi dan
tubuh saya pun sedang tidak fit jadi kami tak bisa bertemu. Maka
diputuskanlah bahwa hasil dari video saya dan video Syahrul digabung oleh saya.
Lalu Aini memberikan sentuhan terakhir dengan tambahan suaranya dan musik.
Walaupun
hasilnya tak sempurna, alhamdulillah saya cukup puas dan senang dengan
kerja kelompok kami karena benar-benar dikerjakan berkelompok setelah melampaui
rintangan yang tak mudah. Dari pengalaman membuat video ini, saya, Aini, dan
Syahrul sudah belajar bekerja sama dalam sebuah tim dan bisa mengenali sedikit
karakter satu sama lain.
Makassar, 1 Januari 2019
Bersambung
Baca
tulisan sebelumnya:
- School of Influencer: Menjadi Influencer Positif
- School of Influencer: Jadi Influencer yang Menginspirasi dalam Public Speaking
- School of Influencer: Menulis yang Bukan Sekadar Konten
- School of Influencer: Komunikasi Visual dan Personal Branding
Baca
juga:
Share :
Pengen punya akun youtube yang bagus, kayaknya aku mesti PD depan kamera dulu deh
ReplyDeleteWaaaa, makasiiiyy banget ilmu daging yg di-share di sini ya Kak
ReplyDeleteKindly visit my blog: bukanbocahbiasa(dot)com
Aku paling males ngurus youtune karena harus buat vidio, tapi tadi baca penghasilan youtuber yang punya banyak subs..jadi pengen rajin ngurua youtube
ReplyDeleteAbis baca ini aku jd bertekad buat bikin konten2 video yang menaik dan bisa membantu org lain. Aku tu suka lemes kalau liat syarat 1000 subs hehe. Moga2 2019 bisa tembuh, masih kurang 700an lagi ya ampun banyak ya kurangnya hahaha :P
ReplyDeleteAku pun lagi rajin buat konten Youtube semoga di tahun 2019 makin rajin makin semangat dan makin konsisten buat konten until channel YouTube
ReplyDeleteiya ya konten YouTube itu kalau mendidik ya sangat mendidik dan mudah diakses. Kalau negatif ya lumayan juga efeknya karena segala usia bisa menonton. Kudu kencengin sensor mandiri.
ReplyDeleteMantap Mbk ilmunya, mengelola akun youtube emang bikin seru ya, apalagi kalau untuk menyebarkan konten positif
ReplyDelete