Harapan untuk Bangkit dari Gempa Donggala

Harapan untuk Bangkit dari Gempa Donggala - Sekarang sudah hari kesepuluh pasca tsunami, gempa, dan fenomena likuifaksi di Sulawesi Tengah. Berita-berita menunjukkan perkembangan dalam penanganan korban, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Pasar tradisional di Palu sudah mulai beroperasi. Arus eksodus sudah berdatangan ke wilayah-wilayah yang dituju. 

Serah-terima di RSUD Daya. Foto: dari Endang. 

Ada yang ke Gorontalo, ke pulau Jawa, ke Kalimantan, ke beberapa daerah di Sulawesi Selatan, dan lain-lain. Selain di Kabupaten Donggala yang merupakan pusat gempa, kerusakan terberat juga terjadi di Kabupaten Sigi dan Kota Palu. Kabar terakhir yang saya dengar, ada 60.000 orang eksodus dari Palu dan 10.000-nya ke Makassar. Di antara berita-berita itu ada berita-berita tentang mereka yang kehilangan karib dan kerabatnya.

Yang Sakit dan Butuh Bantuan

Hari Kamis lalu saya membantu menyampaikan bantuan dari sekelompok orang untuk korban yang berada di Rumah Sakit Umum Daya. Para dermawan ini merespon sebuah pengumuman yang menginformasikan mengenai barang-barang yang dibutuhkan para pasien dan keluarganya yang berada di RSUD Daya.

Bersama Endang (istri dari adik iparnya adik saya), saya bergerak menuju RS Daya. Di sana sudah ditunggu oleh Dokter Wahyuni di depan rumah sakit. Dokter Wahyuni menjelaskan bahwa di RSUD Daya ada 70 pasien yang berasal dari Palu beserta keluarga mereka. Kurang lebih tambahan di rumah sakit itu lebih dari 100 orang.

Semua ruangan yang bisa dipergunakan untuk sementara difungsikan untuk menampung mereka. Di bagian depan dan samping rumah sakit dibuka loket penerima bantuan makanan dan pakaian/barang kebutuhan pasien dan keluarganya.

Sebelum diserahkan di RSUD Daya. Di sebelah kiri itu
loket penerimaan bantuan. Foto: Endang.

“Banyak yang bawa makanan ke sini ya, Ni?” tanya saya ketika melihat tumpukan dos makanan di bagian depan sebuah ruangan di sisi depan rumah sakit.

“Iya, tiap hari ada yang datang bawa makanan ke sini,” jawab Dokter Wahyuni.

Alhamdulillah urusan serah-terima bantuan selesai dengan cepat. Sayangnya saya tidak bisa menengok ke tempat para pasien pengungsi berada karena Endang bawa anak kecilnya, tidak mungkin kami bisa masuk ke dalam. Di samping itu saya ingin menjenguk seorang kerabat yang juga menjadi korban gempa di rumah sakit lain.

Musibah Menjadi Perekat Kekerabatan

Dalam perjalanan pulang, saya minta diturunkan di depan PCC (Private Care Center) yang terletak di jalan masuk kampus Universitas Hasauddin, dekat pintu 2. Rupanya Kak Ais – keluarga dari Palu yang hendak saya jenguk bukan di PCC dirawat seperti informasi yang saya terima, melainkan di gedung PJT (Pusat Jantung Terpadu) yang letaknya bersebelahan dengan PCC. Untungnya ada penghubung dari lantai 3 PCC ke lantai 3 PJT jadi saya tidak perlu berjalan jauh untuk ke gedung sebelah.


RS Wahidin Sudirohusodo adalah tujuan awal Kak Ais. Sudah terlalu banyak pasien dari Palu yang dirawat di sana. Hingga tulisan ini saya buat sudah 105 orang dirawat di sana. Rumah sakit utama rujukan para pasien dari Indonesia timur yang letaknya di seberang PCC itu tidak bisa menampung semua korban yang harus dirawat di rumah sakit itu sehingga PJT yang seharusnya untuk pasien jantung saja dibuka untuk korban gempa Palu di lantai 3 dan 4.

Alhamdulillah bisa ketemu dengan Kak Ais, istri, dan anaknya. Terakhir bertemu Kak Ais saya masih sangat kecil. Musibah ini rupanya sekaligus menjadi ajang silaturahim kami. Saya jadi bisa mengenal lebih dekat keluarganya.

Kak Ais sudah operasi tangan tanggal 1 Oktober. Tangannya tertimpa pintu yang jatuh saat gempa. Mbak Yuni – istri Kak Ais cerita, saat gempa dan tsunami terjadi usai maghrib, dia sendirian di dalam rumah sementara Kak Ais menghadiri taklim. Mereka tinggal berdua saja di Kota Palu karena anak-anaknya sedang berada di kota lain.

Usai guncangan dahsyat, Kak Ais mengungsi ke daerah gunung karena tidak memungkinkan untuk langsung pulang. Sementara istrinya tetap di rumah mereka. Rumah mereka terbagi dua bagian, bagian depan terbuat dari kayu berbentuk rumah tradisional berkamar dua dengan tiang yang cukup tinggi sementara bagian belakangnya terbuat dari batu. Rumah kayunya bertahan, tidak apa-apa usai kejadian besar itu sementara bagian yang terbuat dari batu rusak.

“Seperti dikocok-kocok. Goyangannya bukan lagi atas-bawah tapi atas-bawah-depan-belakang,” Mbak Yuni menggambarkan kepada saya seperti apa rasanya guncangan dahsyat yang dirasakannya di Kota Palu. Mbak Yuni juga bercerita, dari dalam tanah di sekitar perumahan mereka muncul lumpur yang membuat tanah di situ menjadi lembek.

Ngeri membayangkanya. Gempa berukuran 3,5 skala Richter saja yang juga mengguncang Sorowako – kota domisili adik saya terbilang keras, apalagi yang dekat dengan pusat gempa sebesar 7,4 SR!

Lobby PJT siang itu.

Selama semalaman Mbak Yuni terpisah dengan suaminya. Pasti mencekam keadaan malam itu karena suaminya tak ada dan listrik mati total. Suaminya pulang ke rumah pada pagi harinya dengan keadaan memprihatinkan karena semalaman Kak Ais tidur seadanya di hamparan bumi.

Selama hampir sejam saya berada di bilik Kak Ais, terdengar suara jeritan dan raungan dari bilik sebelah.  Suara itu milik seorang bocah berusia 10 tahun yang kakinya hampir putus. Ketika kejadian dahsyat itu berlangsung, kaki anak itu tertindis lemari yang jatuh. Ibundanya menariknya sekuat tenaga dari himpitan lemari yang mengakibatkan kakinya luka parah. “Kelihatan tulangnya,” Mbak Yuni melukiskan keadaan anak tersebut.

“Apa setiap saat dia menangis seperti itu, Mbak?”

“Tidak. Hanya saat mau diganti perbannya.”

Ya Allah, teriris-iris perasaan saya mendengar jeritan anak itu. Pasti sakit sekali kakinya. Saya pernah mengalami kuku jempol kaki terlepas satu dan rasanya sakit sekali. Bagaimana pula yang kakinya hampir putus? 😭

Yang Berduka dan Mengungsi

Kakak sepupu (keponakan langsung ibu saya) yang sempat saya singgung sedikit pada tulisan berjudul Empati untuk Gempa Donggala, selama berhari-hari tidak bisa dihubungi. Ibu saya berkali-kali minta saya meneleponnya. Antara saya tahan-tahan dan berusaha mengabulkan permintaan Ibu. Saya coba juga menelepon Kak Sri berkali-kali tetapi tetap saja tidak bisa dihubungi, mau itu pagi ataupun malam. Infrastruktur telekomunikasi memang belum membaik di sana.

Di satu sisi, saya menahan diri untuk meneleponkan karena saya tak mau Ibu menangis ketika berbicara dengan Kak Sri. Saya kenal baik ibu saya, beliau bukanlah orang yang bisa menahan perasaannya. Sudah sering kejadian, di saat seharusnya menahan tangis menghadapi keluarga yang lagi punya masalah, beliau malah menumpahkan tangisnya di depan yang bersangkutan. Kan jadi tidak enak.

Kondisi kediaman warga di Petobo. Foto: Saifal/INA,
dari pilarindonesia.com

Tapi akhirnya pagi ini saya coba lagi menelepon Kak Sri. Eh, alhamdulillah nada sambung terdengar mulus. Kemarin-kemarin tak ada nada sama sekali. “Kami dalam perjalanan menuju Makassar. Sekarang sudah di Maros,” usai menjawab salam saya Kak Sri menjelaskan keberadaannya.

Saya segera memberikan ponsel kepada Ibu dan ikut mendengarkan percakapan mereka dengan meng-on-kan speaker. Dugaan saya terbukti, selama beberapa menit Ibu menangis keras. Duh.

Kak Sri bersama anak, menantu, dan cucu-cucunya melalui jalan darat menggunakan mobil pribadi mereka. Bersyukur saat gempa mereka mengungsi ke rumah ibunya di Dolo yang terletak di Kabupaten Sigi. Kabupaten Sigi merupakan wilayah yang rusak berat namun rumah ibunda Kak Sri masih bisa menampung Kak Sri sekeluarga beserta para pengungsi dari sekeliling mereka.

“Sudah bau mayat di mana-mana di sana, anaknya Febi sudah sakit, dan Zamil mau melanjutkan di Unhas,” Kak Sri menjelaskan kondisi cucunya (anak dari Febi) dan anak keduanya Zamil yang hendak melanjutkan kuliahnya di Fakultas Kedokteran Unhas.

Kak Yeni – kakak dari Kak Sri tidak ikut bersama mereka. Menantu Kak Yeni meninggal dunia saat gempa terkena serangan jantung (memang almarhum sedang menderita sakit jantung). Karena almarhum menantunya orang Surabaya maka Kak Yeni beserta anak dan cucunya meninggalkan Palu menuju Surabaya.

Evakuasi jenazah. Sumber: Liputan6.com

Dari suaranya, terdengar Kak Sri terbatuk-batuk. Memang lebih baik mereka meninggalkan Palu saja dulu. Febi baru melahirkan dua bulan lalu. Kasihan juga kesehatannya dan bayinya kalau masih berada di sana.

Syukurnya, rumah Kak Sri di Kota Palu tidak roboh hanya rusak di bagian terasnya. Mudah-mudahan kelak, setelah situasi dan kondisi lebih kondusif, mereka bisa kembali lagi dan membereskan segala sesuatunya di Palu. Mohon doanya, ya agar semua warga dan tempat yang terimbas gempa, tsunami, dan likuifaksi di Sulawesi Tengah bisa bangkit dan beraktivitas kembali secepat mungkin.

Makassar, 7 Oktober 2018

Baca juga tulisan sebelumnya:



Share :

23 Komentar di "Harapan untuk Bangkit dari Gempa Donggala"

  1. Saya sangat prihatin mbak, apalagi pas melihat video banyaknya korbann yang menyerbu bantuan berupa makanan pokok. Semoga semakin banyak bantuan-bantuan yang dikirim untuk korban.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah lebih baik koq Mbak. Penyaluran sudah semakin baik. Alhamdulillah

      Delete
  2. Semoga masalah yang menimpa Palu segera bisa diatasi ya mbak, dan semoga tidak ada lagi gempa susulan seperti sebelum-sebelumya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gempa susulan berlangsung sebanyak ratusan kali, Mbak. Namanya juga sedang mencari titik kesetimbangannya. Semoga saja segera berhenti gempa susulannya.

      Delete
  3. Ya allah, kasian banget ya mbak Febi dengan kondisi yang baru melahirkan tap harus terkena musibah seperti itu. Semoga tetap di beri kesehatan untuk ibu dan anaknya.

    ReplyDelete
  4. Semoga semakin banyak relawan yang mengirim bantuan ya mbak, apalagi pkaian untuk para laki-laki, karena kemarin saya mleihat banyaknya postingan korban Palu yang laki-laki terpaksa harus memakai pakaian wanita semacam daster dan rok.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh kalo yang itu, saya pernah baca katanya bukan yang di Palu itu, Mbak tapi kejadian di Lombok

      Delete
  5. baca ini aku ternyuh banget :( semoga semua akan baik2 yaa, kembali bangkit seperti sediakala. aamiin

    ReplyDelete
  6. merinding dengarnya
    cerita yang sama yang diceritakan teman ku yang dari palu
    seperti dikocok2 gempa memang :((

    ReplyDelete
  7. Berharap pasca gempa Palu, semua bisa bangkit kembali menata kehidupan yang baru. Doa terbaik untuk saudara2 kita di Palu dan sekitarnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin
      Semoga yang terbaik agar segera bangkit menata kehidupan yang baru

      Delete
  8. Aaamiiin. Semoga Kak sri dan keluarga juga semua saudara setanah air kita di sana sehat selalu. Palu, Donggala, dan tempat lainnya yg terkena dampak segera pulih.

    Saya sampe nangis liat tayangan di tv. Waktu itu pas ada anak bayi yang ditemukan dan akhirnya digendong pak polisi. Remuk hati ini. Ya Allah...

    ReplyDelete
    Replies
    1. ALhamdulillah Kak Sri lagi di Makassar sekarang. Tadi saya sudah bertemu dengannya. Aamiin. Doa terbaik untuk saudara-saudara kita yang tengah terkena musibah

      Delete
  9. Semoga Palu Donggala segera pulih dan saudara2 kita di sana dikuatkan lahir batin :(

    ReplyDelete
  10. MBak aku sedih pas "udah bau mayat dimana2", merinding juga YA Allah, gak bisa kebayang di sana kyk apa :(
    Turut mendoakan Kak Sri dan masyarakat Palu lainnya segera bisa bangkit kembali aamiin

    ReplyDelete
  11. Semoga Palu bisa segera bangkit kembali seperti semula, anak-anak bisa kembali sekolah dan perekonomian kembali stabil...

    ReplyDelete
  12. Turut prihatin mba Mugniar atas musibah yang terjadi di Sulawesi. Aku aja yang ikutin beritanya di televisi dan socmed cukup shock, apalagi mba Mugniar yang langsung ada di TKP. Semoga Palu, Sigi dan Donggala pulih dan bangkit kembali.

    ReplyDelete
  13. Duka ini juga membuat kita muhasabah sekaligus melahirkan rasa kasih dan sayanh buat saling bantu

    ReplyDelete
  14. Sedihh banget liat korban bencana gempa,,apalagi yang satu kampung tertimbun disana ,, Semoga para korban gempa bisa hilang traumanya dan bisa bangkit lagi menjalani hidup.

    ReplyDelete
  15. Ya allah.. Merinding mbaaa :( . Ngebayangin rumah sampe bisa terbagi gitu, goncangannyaaa.. Aku kebayang lg gempa dan tsunami aceh :( .. Semoga Palu dan daerah lain yg terkena musibahnya cepet bangkit, pulih dan keluarga yg menjadi korban ttp kuat dan sabar yaa :( .

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^