Ahay, bulan kemarin saya dapat undangan
wawancara radio lagi. Kali ini di radio Venus 97,6 FM. Diundangnya mewakili komunitas IIDN
(Ibu-Ibu Doyan Nulis) Makassar tetapi pastinya saya sharing juga mengenai kegiatan ngeblog
saya. Selalu menyenangkan bercerita tentang dunia blog karena masih banyak
sekali orang yang tidak tahu.
Wawancaranya
berlangsung tanggal 24 April tetapi merupakan wawancara
tunda. Setelah diedit, baru mengudara pada tanggal 29 April. Sekarang radio
keren, ya, pengerjaannya bisa secara digital alias computerized begitu.
Sebelumnya,
saya pernah bertemu dengan dua orang staf dari radio Venus. Waktu itu saya
bercerita kepada mereka mengenai komunitas dan grup menulis khusus perempuan di
Makassar yang mana saya bergabung. Menurut mereka lebih catchy IIDN – Ibu-Ibu Doyan Nulis. Seperti pemikiran orang-orang
yang mendengarnya, istilah ini menarik karena biasanya katanya ibu-ibu itu
doyannya masak atau ngerumpi 😁. Mengatai ibu-ibu doyan ngerumpi itu
labeling yang agak-agak gimana gitu, sebenarnya, ya karena sebenarnya bapak-bapak pun banyak
yang doyan ngerumpi unfaedah. Eh, ini curhat
saja, ya. Ini kata orang-orang di luar sana. Teman-teman-teman dari Radio Venus tidak mengatakannya kepada saya.
Anyway, asyiklah kalau IIDN
Makassar kali ini diundang (untuk yang kedua kalinya) supaya khalayak
Makassar tahu kalau di Makassar ada lho mamak-mamak
yang doyan nulis.
Saya
pergi bersama soul mate di IIDN, Abby
Onety. Lumayan mutar-mutar juga
hingga kami menemukan lokasi Radio Venus yang beralamat di jalan Palm Raja – Kompleks
Permata Hijau ini. Untungnya kami tiba sebelum waktu janjiannya. Kami menunggu
sebentar di ruang tamu sederhana karena Regina – penyiar yang mewawancarai kami
masih sementara siaran. Kaira – penyiar saya mengundang kami via WA menemani
kami ngobrol.
Tak
lama kemudian Regina muncul dari ruang dalam. Perempuan bertubuh besar ini
berpembawaan ramah. Kami diajak masuk ke ruang siar, di mana suara kami akan
direkam. Dia mengajak kami mengobrol, memberikan arahan seperti apa pertanyaan
yang akan dia berikan. Pada setiap akhir sesi (ada beberapa sesi wawancara
karena dipotong iklan) dan setiap break, Regina
menyampaikan akan bertanya tentang apa. Senangnya, Regina ini cerdas, dia bisa
menggali kami dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang cerdas.
Pertanyaannya, seperti biasa, mengenai apa itu IIDN, apa saja kegiatannya,
berapa banyak anggotanya, dan seputar kegiatan menulis kami.
Satu
pertanyaan yang biasanya ada dalam wawancara seperti ini – baik wawancara radio maupun
di televisi adalah, “Bagaimana membagi waktu dengan keluarga?” Atau bahasa
lainnya, “Bagaimana reaksi suami?” – Pertanyaan ini muncul juga di sini. 😆
Kalau
feminis modern yang dikasih pertanyaan seperti ini, mungkin akan protes karena
seolah-olah perempuan itu kesulitan membagi waktunya untuk berkegiatan lain
selain rutinitas rumah tangga (sumur – dapur – kasur) haha. Tapi saya,
santai-santai saja, sih. Mungkin karena saking biasanya mendapatkan pertanyaan
seperti itu. Lagi pula, seperti itulah pandangan orang Indonesia terhadap
perempuan berkeluarga yang berkegiatan.
Bagi
saya, kegiatan menulis bukanlah kegiatan yang mengganggu rutinitas sehari-hari
karena saya melakukannya dari rumah, kapan pun waktunya. Saya sudah tidak pusing
dengan urusan mood atau suasana yang
tidak berganti karena menulis juga sekaligus sebagai ajang refreshing dari rutinitas. Mau menulisnya di situ-situ saja oke, saya tidak bosan. Mau
menulis di pagi hari atau siang hari, atau tengah malam pun hayuk. Alhamdulillah, suami sangat mendukung
dan kami bisa berbagi pekerjaan rumah.
Saat
ditanyakan, hendak berpesan apa kepada perempuan-perempuan yang mau belajar
menulis? Saya mengatakan bahwa menulis itu harus dilakukan, bukan hanya
dikatakan. Jangan selalu berharap atau menunggu mendapatkan pelatihan dulu baru
mau menulis. Menulis itu perkara kemauan yang kuat dan bagaimana
merealisasikannya. Yeah, saya mengatakan
ini karena saya mengalaminya. Saya dulu langsung saja terjun ke dunia tulis-menulis,
belajar secara otodidak di berbagai grup dan kesempatan sembari
mengingat-mengingat pelajaran Bahasa Indonesia zaman duduk di bangku SD - SMA. Pelajaran
di grup-grup di dunia maya itu semuanya GRATIS. Kesempatan mengikuti pelatihan
menulis offline pertama yang saya
ikuti itu kira-kira setahun setelah saya bertekad terjun secara serius di dunia
menulis, dan itu pun GRATIS.
Well, PROSES itu BUTUH WAKTU, kan? Kalau
tidak mau berproses, banyak koq pelatihan menulis berbayar – ada juga yang online yang bisa diikuti. Tinggal pilih
saja, masuki komunitas yang bisa dimasuki, banyak informasi di sana. Di IIDN
juga ada, namanya Sekolah Perempuan, kalian bisa dibina dan langsung menerbitkan
buku setelah sekolah usai.
Menarik
sekali pengalaman hari itu. Saya mengambil jadwal pelatihan Google
Gapura Digital pada tanggal 28 April, dengan harapan bisa mendengarkan wawancara
itu on air pada tanggal 29 April.
Namun sayangnya, saya tidak bisa mendengarkannya karena pukul 12 – saat wawancara
itu mengudara, saya tengah bersiap-siap mengikuti shalat jenazah berjamaah guna mengantar kepergian Pak
Haryadi Tuwo – salah seorang tokoh di daerah tempat tinggal saya. 😰 Semoga
saja saya masih bisa mendapatkan file wawancaranya
suatu hari nanti. Adakah di antara Anda yang medengarkan wawancara radio
tanggal 29, pukul 12 siang itu? Let me
know.
Makassar, 24 Mei 2018
Oya tanggal 24 kemarin, IIDN yang didirikan Ibu Indari Mastuti sudah berusia 8 tahun. Selamat sudah eksis hingga saat ini. Semoga ke depannya makin menginspirasi banyak perempuan Indonesia.
Keterangan: foto-foto berasal dari Regina.
Oya,
baca juga cerita-cerita wawancara berikut ini, yaa:
Share :
Benar bin banget, menulis harus dilakukan bukan hanya dikatakan, sampai nenek jadi muda lagi juga nggak bisa menulis kalau hanya dikatakan kecuali ada yang menuliskan hehe
ReplyDeleteYes, sepakat. Action adalah keharusan. Toss.
Delete