Tulisan ini merupakan tulisan keempat, oleh-oleh dari workshop menulis yang diselenggarakan oleh AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Makassar, bekerjasama dengan Development and Peace untuk komunitas-komunitas perempuan di Makassar. Tulisan-tulisan terdahulu:
***
Saya memilih tak naik ke kamar di lantai 3
karena hendak secepatnya menyelesaikan dua tugas yang diberikan pak Uslimin.
Lebih efisien bagi saya untuk shalat di mushala di dekat ruang pelatihan. Hanya
makan waktu beberapa menit untuk bisa secepat mungkin kembali menekuni tugas
yang sudah mulai saya kerjakan.
Bu Sunarti Sain, memberikan materi MENULIS FIKSI |
Bukannya sok bureng (buru rangking
– istilah untuk anak yang selalu mau terlihat pintar di zaman saya sekolah
dulu). Ini demi kenyamanan saya sendiri, supaya tidak terlalu kelelahan
nantinya. Pinginnya, pulang ke rumah nanti bisa langsung tidur. Mengerjakan dua
tugas yang diberikan sepulang dari hotel Grand Imawan malam nanti, sama saja
dengan menyengsarakan diri saya. Yang namanya ibu kalau pulang ke rumah, pasti
ada saja pekerjaan rumah yang harus dikerjakannya. Kalau tak mau kewalahan, saya
harus menyiasatinya dengan mulai mencicil pengerjaan tugas sesegera mungkin
Ide sudah ada di kepala. File baru sudah saya
buat sejak sebelum istirahat tadi. Lepas shalat ashar, saya ingin
mengerjakannya lagi, dengan ditemani secangkir teh tarik kemasan kesukaan yang
saya bawa dari rumah.
Sayangnya tidak ada air panas di dapur hotel.
Apa boleh buat, teh tarik diminum pada suhu di bawah suam-suam kuku. Kalau
memandikan anak bayi, air dengan suhu begini sudah termasuk dingin ini. Harus
dipanaskan lagi supaya bayinya tak masuk angin.
Aih malah ngomongin bayi
dan mandi, apa hubungannya ya? Ha ha ha …
Okeh, saya pun melanjutkan mengerjakan tugas
sebelum bu Sunarti Sain – wartawati senior harian Fajar memulai materinya. Bu
Una – nama panggilannya, akan membawakan materi MENULIS FIKSI.
Menulis Fiksi
Cerpen adalah prosa naratif fiktif. Prosa
berasal dari bahasa Latin “prosa” yang artinya” terus terang”. Cerpen bukan
puisi tapi kalimat puitis kerap tampil di sekujur cerpen.
Bu Una mengemukakan 3 rahasia menulis cerpen ala
Hemingway:
- Menggunakan kalimat singkat Kalimat panjang berarti memakai tanda koma terlalu banyak. Kalimat pendek rata-rata berjumlah 10 atau kurang. Pangkas kata sifat
- Paragraf pendek. Idealnya tiap paragraf mengandung satu ide pokok. Cara ini membantu pembaca mencerna informasi. Otak manusia menerima informasi yang lebih baik ketika informasi dipotong menjadi potongan kecil. Paragraf pendek tercipta dengan sendirinya bila menulis dengan jelas dan mudah dimengerti. Paragraf panjang tercipta bila penulis tergoda menunjukkan kepada pembaca betapa luas pengetahuannya.
- Menggunakan kalimat positif. Kalimat positif ebih mudah dicerna dibanding kalimat negatif (contoh: gunakan kata “menolak” bukan “tidak menerima”).
Rahasia sukses menulis cerpen ala Hemingway adalah:
SEDERHANA. Sederhana itu jenius. Produk-produk temuan manusia semuanya
diciptakan untuk menyederhanakan kehidupan manusia, begitu pun dalam menulis. Hemingway
sukses karena kesederhanaan bukan karena kosa kata yang rumit. Semakin rumit
kata-kata yang digunakan oleh seorang penulis maka semakin sulit pesannya sampai
kepada pembaca.
Tips Menulis
- Harus punya komitmen yang kuat dan disiplin untuk itu. Akan terasa mudah dan menyenangkan dengan modal komitmen dan disiplin, apalagi jika ide mengalir secara lancar.
- Tanpa teknik yang benar dan loyalitas untuk kembali ke halaman-halaman yang belum rampung tulisan menjadi tidak selesai. Ini membuat menulis itu menjadi sulit.
- Menulis itu latihan. Tanpa pernah memulainya tidak akan bisa. Kita yang menciptakan mood itu, jangan menunggunya datang. Karena kita serius mau menulis.
- Apapun bisa menjadi ide untuk ditulis. Kegiatan komunitas misalnya, sangat bisa untuk dituliskan. Kalau tidak dibagi (dalam bentuk tulisan) tentu tidak ada yang tahu kegiatan kita.
- Syarat jadi penulis yang baik adalah menjadi pembaca yang baik.
Refreshing, sebelum memasuki pendalaman materi, oleh panitia (Ancha) |
Diskusi pendalaman materi |
Pendalaman
Materi
Penataan ruangan berubah usai maghrib. Kali ini
pendalaman materi dilaksanakan dalam bentuk diskusi dalam kelompok-kelompok
kecil. Dua belas peserta (yang duanya lagi tak ikut) terbagi dalam 3 kelompok
diskusi, didampingi oleh seorang fasilitator dan seorang notulen.
Kami mendiskusikan isu-isu perempuan yang
mungkin bisa dikembangkan dalam bentuk tulisan dan bisa dicarikan solusinya. Kelompok
saya mebicarakan antara lain mengenai minat perempuan dalam menulis, angka
kematian ibu yang masih tinggi, dan perlakuan diskriminatif terhadap penyandang
disabilitas.
Pukul sepuluh malam, workshop hari
pertama berakhir. Lelah luar biasa saya rasakan tapi semangat saya masih
membara.
***
“Waah Saya lupa minta dibawakan jaket,”
ujar saya pada suami yang datang menjemput.
“Pakai saja jaket Saya. Sengaja tadi dari rumah
Saya pakai baju berlapis-lapis,” saya menerima jaket dari tangan suami dan
memakainya. Ini seperti adegan romantic di film-film remaja.
Hanya sebentar saja, kami sudah sampai di depan
rumah. Si sulung Affiq (12 tahun) yang berjaga, otomatis menjadi penghuni rumah
tertua saat papanya meninggalkan rumah tadi. Ia menjaga Athifah (7 tahun) yang
sudah terlelap dan si bungsu Afyad (4 tahun) yang terjaga dari tidurnya.
“Assalamu ‘alaikum,” senang sekali rasanya
menyalami seisi rumah. Kangen padahal baru juga tiga belas jam yang lalu saya
tinggalkan.
Afyad menyongsong saya dengan senyuman lebarnya
yang khas. Ia menghampiri saya sembari mengangkat kedua tangannya. Ah,
ia minta digendong rupanya.
Kawan, tahukah Kamu perasaan nikmat seorang ibu?
Seperti yang saya rasakan saat ini. Disambut wajah polos dan permintaan
bermanja dari si bungsu, sungguh melambungkan perasaan saya ke zona yang indah.
Walaupun kemudian saya masih harus mengerjakan beberapa pekerjaan rumah kecil
yang luput dari suami, tak mengapa.
Walaupun setelahnya saya masih harus begadang
hingga pukul setengah satu untuk mengerjakan dua tugas tak mengapa. Asalkan
saya bisa pulang dan menikmati sejenak keindahan rasa menjadi seorang ibu.
Asalkan saya bisa menemani tidur Afyad yang sedang senang-senangnya minta
dikeloni oleh saya. Walaupun kemudian saya tersentak kaget pada pukul 4 dini
hari karena kerasnya petikan gitar dan nyanyian remaja tanggung yang nongkrong
di pagar rumah, tak mengapa. Asalkan saya bisa pulang, terlelap kembali di
antara Athifah dan Afyad.
Makassar, 28 November 2013
Share :
enaknya di blog pribadi itu silahkan tulis apa aja (yg penting tahu aturan) dan sering baca tulisan tetangga pasti lama2 kulaitas tulisan kita smakin baik,gitu nggak bk??hehehe...*curcol ^^
ReplyDeleteSetujuuuuuuuu :)
Deletemakin bertambah ilmu menulisnya ya mbak
ReplyDeleteMenulis juga termasuk bakat, jadi jika bakat sobat2 menulis
ReplyDeletesilakan menyalurkan bakat sobat2 untuk menulis..
aku suka dengan tips nulisnyaaaaaaaaaaa... sering2 ya bagi2 tips nulis gini
ReplyDeletetips menulisnya oke banget mak,,tengkyu udah berbagi ya mak,,tambah ilmu jadinya :)
ReplyDelete