Perempuan, Ayo Menulis (2)

Tulisan ini merupakan tulisan keempat, oleh-oleh dari workshop menulis yang diselenggarakan oleh AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Makassar, bekerjasama dengan Development and Peace untuk komunitas-komunitas perempuan di Makassar. Tulisan-tulisan terdahulu:

***

Saya memilih tak naik ke kamar di lantai 3 karena hendak secepatnya menyelesaikan dua tugas yang diberikan pak Uslimin. Lebih efisien bagi saya untuk shalat di mushala di dekat ruang pelatihan. Hanya makan waktu beberapa menit untuk bisa secepat mungkin kembali menekuni tugas yang sudah mulai saya kerjakan.


Bu Sunarti Sain, memberikan materi MENULIS FIKSI
Bukannya sok bureng (buru rangking – istilah untuk anak yang selalu mau terlihat pintar di zaman saya sekolah dulu). Ini demi kenyamanan saya sendiri, supaya tidak terlalu kelelahan nantinya. Pinginnya, pulang ke rumah nanti bisa langsung tidur. Mengerjakan dua tugas yang diberikan sepulang dari hotel Grand Imawan malam nanti, sama saja dengan menyengsarakan diri saya. Yang namanya ibu kalau pulang ke rumah, pasti ada saja pekerjaan rumah yang harus dikerjakannya. Kalau tak mau kewalahan, saya harus menyiasatinya dengan mulai mencicil pengerjaan tugas sesegera mungkin

Ide sudah ada di kepala. File baru sudah saya buat sejak sebelum istirahat tadi. Lepas shalat ashar, saya ingin mengerjakannya lagi, dengan ditemani secangkir teh tarik kemasan kesukaan yang saya bawa dari rumah.

Sayangnya tidak ada air panas di dapur hotel. Apa boleh buat, teh tarik diminum pada suhu di bawah suam-suam kuku. Kalau memandikan anak bayi, air dengan suhu begini sudah termasuk dingin ini. Harus dipanaskan lagi supaya bayinya tak masuk angin.

Aih malah ngomongin bayi dan mandi, apa hubungannya ya? Ha ha ha

Okeh, saya pun melanjutkan mengerjakan tugas sebelum bu Sunarti Sain – wartawati senior harian Fajar memulai materinya. Bu Una – nama panggilannya, akan membawakan materi MENULIS FIKSI.


Menulis Fiksi

Cerpen adalah prosa naratif fiktif. Prosa berasal dari bahasa Latin “prosa” yang artinya” terus terang”. Cerpen bukan puisi tapi kalimat puitis kerap tampil di sekujur cerpen.

Bu Una mengemukakan 3 rahasia menulis cerpen ala Hemingway:
  1. Menggunakan kalimat singkat Kalimat panjang berarti memakai tanda koma terlalu banyak. Kalimat pendek rata-rata berjumlah 10 atau kurang. Pangkas kata sifat
  2. Paragraf pendek. Idealnya tiap paragraf mengandung satu ide pokok. Cara ini membantu pembaca mencerna informasi. Otak manusia menerima informasi yang lebih baik ketika informasi dipotong menjadi potongan kecil. Paragraf pendek tercipta dengan sendirinya bila menulis dengan jelas dan mudah dimengerti. Paragraf panjang  tercipta bila penulis tergoda menunjukkan kepada pembaca betapa luas pengetahuannya.
  3. Menggunakan kalimat positif. Kalimat positif ebih mudah dicerna dibanding kalimat negatif (contoh: gunakan kata “menolak” bukan “tidak menerima”).

Rahasia sukses menulis cerpen ala Hemingway adalah: SEDERHANA. Sederhana itu jenius. Produk-produk temuan manusia semuanya diciptakan untuk menyederhanakan kehidupan manusia, begitu pun dalam menulis. Hemingway sukses karena kesederhanaan bukan karena kosa kata yang rumit. Semakin rumit kata-kata yang digunakan oleh seorang penulis maka semakin sulit pesannya sampai kepada pembaca.

Tips Menulis
  • Harus punya komitmen yang kuat dan disiplin untuk itu. Akan terasa mudah dan menyenangkan dengan modal komitmen dan disiplin, apalagi jika ide mengalir secara lancar.
  • Tanpa teknik yang benar dan loyalitas untuk kembali ke halaman-halaman  yang belum rampung tulisan menjadi tidak selesai. Ini membuat menulis itu menjadi sulit.
  • Menulis itu  latihan. Tanpa pernah memulainya tidak akan bisa. Kita yang menciptakan mood itu, jangan menunggunya datang. Karena kita serius mau menulis.
  • Apapun bisa menjadi ide untuk ditulis. Kegiatan komunitas misalnya, sangat bisa untuk dituliskan. Kalau tidak dibagi (dalam bentuk tulisan) tentu tidak ada yang tahu kegiatan kita.
  • Syarat jadi penulis yang baik adalah menjadi pembaca yang baik.

Refreshing, sebelum memasuki pendalaman materi, oleh panitia (Ancha)
Diskusi pendalaman materi

Pendalaman Materi

Penataan ruangan berubah usai maghrib. Kali ini pendalaman materi dilaksanakan dalam bentuk diskusi dalam kelompok-kelompok kecil. Dua belas peserta (yang duanya lagi tak ikut) terbagi dalam 3 kelompok diskusi, didampingi oleh seorang fasilitator dan seorang notulen.

Kami mendiskusikan isu-isu perempuan yang mungkin bisa dikembangkan dalam bentuk tulisan dan bisa dicarikan solusinya. Kelompok saya mebicarakan antara lain mengenai minat perempuan dalam menulis, angka kematian ibu yang masih tinggi, dan perlakuan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas.

Pukul sepuluh malam, workshop hari pertama berakhir. Lelah luar biasa saya rasakan tapi semangat saya masih membara.

***

Waah Saya lupa minta dibawakan jaket,” ujar saya pada suami yang datang menjemput.

“Pakai saja jaket Saya. Sengaja tadi dari rumah Saya pakai baju berlapis-lapis,” saya menerima jaket dari tangan suami dan memakainya. Ini seperti adegan romantic di film-film remaja.

Hanya sebentar saja, kami sudah sampai di depan rumah. Si sulung Affiq (12 tahun) yang berjaga, otomatis menjadi penghuni rumah tertua saat papanya meninggalkan rumah tadi. Ia menjaga Athifah (7 tahun) yang sudah terlelap dan si bungsu Afyad (4 tahun) yang terjaga dari tidurnya.

“Assalamu ‘alaikum,” senang sekali rasanya menyalami seisi rumah. Kangen padahal baru juga tiga belas jam yang lalu saya tinggalkan.

Afyad menyongsong saya dengan senyuman lebarnya yang khas. Ia menghampiri saya sembari mengangkat kedua tangannya. Ah, ia minta digendong rupanya.

Kawan, tahukah Kamu perasaan nikmat seorang ibu? Seperti yang saya rasakan saat ini. Disambut wajah polos dan permintaan bermanja dari si bungsu, sungguh melambungkan perasaan saya ke zona yang indah. Walaupun kemudian saya masih harus mengerjakan beberapa pekerjaan rumah kecil yang luput dari suami, tak mengapa.

Walaupun setelahnya saya masih harus begadang hingga pukul setengah satu untuk mengerjakan dua tugas tak mengapa. Asalkan saya bisa pulang dan menikmati sejenak keindahan rasa menjadi seorang ibu. Asalkan saya bisa menemani tidur Afyad yang sedang senang-senangnya minta dikeloni oleh saya. Walaupun kemudian saya tersentak kaget pada pukul 4 dini hari karena kerasnya petikan gitar dan nyanyian remaja tanggung yang nongkrong di pagar rumah, tak mengapa. Asalkan saya bisa pulang, terlelap kembali di antara Athifah dan Afyad.


Makassar, 28 November 2013


Share :

6 Komentar di "Perempuan, Ayo Menulis (2)"

  1. enaknya di blog pribadi itu silahkan tulis apa aja (yg penting tahu aturan) dan sering baca tulisan tetangga pasti lama2 kulaitas tulisan kita smakin baik,gitu nggak bk??hehehe...*curcol ^^

    ReplyDelete
  2. makin bertambah ilmu menulisnya ya mbak

    ReplyDelete
  3. Menulis juga termasuk bakat, jadi jika bakat sobat2 menulis
    silakan menyalurkan bakat sobat2 untuk menulis..

    ReplyDelete
  4. aku suka dengan tips nulisnyaaaaaaaaaaa... sering2 ya bagi2 tips nulis gini

    ReplyDelete
  5. tips menulisnya oke banget mak,,tengkyu udah berbagi ya mak,,tambah ilmu jadinya :)

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^