Mulanya Aku, Kamu, Lalu Ada Kita

Mulanya Aku, Kamu, Lalu Ada Kita Berawal dari Keluarga merupakan tema besar dari kegiatan kegiatan besar bersama Sidina Community pertama yang saya ikuti tahun 2025 ini. Kegiatan ini – Pelatihan Ibu Penggerak Sidina (PIPS) namanya, berlangsung secara daring menggunakan aplikasi Zoom Cloud Meetings.

Aku Kamu Kita

Materi hari pertama yang berlangsung tanggal 6 Mei dibawakan oleh Siti Hairul Dayah yang akrab disapa Mak Irul oleh teman-teman blogger. Saya pun sudah lama menyapanya dengan Mak Irul karena mengenalnya sebagai “blogger Jogja”, pemilik blog https://www.catatansiemak.com/. Sebelum betemu di Sidina, kami sudah beberapa kali berinteraksi di sejumlah grup blogger.

Sebelum mengikuti pelatihan yang berlangsung jam 14.00 WITA, saya sempat merasa mengantuk. Ngopi menjadi jalan ninja yang saya pilih sebelum duduk manis di depan layar desktop.

Rasa penasaran membuat saya menyimak kata per kata yang disampaikan Mak Irul sehubungan dengan posisinya saat ini sebagai mahasiswi doktoral Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak di IPB (Institut Pertanian Bogor). Alhasil rasa kantuk saya benar-benar hilang. Sangat menarik menyimak penelitian-penelitian Mak Irul, juga penelitian dari ilmuwan-ilmuwan lain yang dibacanya.

 

Kesetaraan dalam Hubungan Keluarga

 

Setelah menyimak sekian menit pertama penuturannya, terbetik tanda tanya di benak saya maka ketika Mbak Maya mempersilakan peserta PIPS untuk bertanya, saya segera raise hand. Syukurnya, dari sejumlah ibu yang angkat tangan, saya yang dipilih Mbak Maya sebagai moderator untuk memberikan pertanyaan pertama. Begini pertanyaan saya:

Kesetaraan dalam hubungan keluarga yang kualitatif, apakah ada dibicarakan di ranah akademis, Mak? Sepertinya Ini terkait dengan banyak hal, salah satunya pendekatan struktur fungsional menerima dalam keberagaman (misalnya bahwa pembagian tugas di rumah itu untuk kesejahteraan bersama). Selain itu mungkin dalam terus menyamakan visi/misi rumah tangga/keluarga yang dinamis atau berubah-ubah tergantung perkembangan fase/tahapan keluarga.


Berawal dari Keluarga

Saya tertarik menggunakan istilah KESETARAAN KUALITATIF dan menduga adanya istilah tersebut karena sebelumnya Mak Irul menyampaikan mengenai KESETARAAN KUANTITATIF. Makanya saya tanyakan hal itu. Sebelumnya, tentang kesetaraan kuantitatif, Mak Irul mengatakan:

Standar kesejateraan negara maju tidak hanya dinilai dari penghasilan atau ekonomi tetapi juga dari tingkat kebahagiaan manusia. Salah satu yang dinilai adalah KESETARAAN KUANTITATIF – di mana keterlibatan perempuan di dalam ruang publik dianggap setara jika bisa menghasilkan uang sama dengan laki-laki. Dalam hal ini PBB juga mendorong untuk menilai suatu negara dianggap maju jika kaum perempuannya menghasilkan uang yang sama dengan yang dihasilkan kaum lelaki.

Lebih lanjut Mak irul menjelaskan bahwa kesetaraan kuantitatif itu tidak dapat jadi patokan di Indonesia atau di Asia karena negara-negara seperti Indonesia dan Jepang walaupun kaum perempuannya berpendidikan tinggi, kebanyakan mereka mempunyai naluri untuk mendampingi anak-anaknya. Oleh karena itu, untuk dapat menghasilkan uang sama seperti laki-laki tidak bisa dipaksakan pada perempuan Asia.

 

Tergantung Perannya

 

Menanggapi pertanyaan saya, Mak Irul menjelaskan tentang TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL …. Yaitu bahwa bagaimana keluarga/pasangan dalam pendekatan atau pembagian perannya seusia dengan fungsinya masing-masing. Perempuan misalnya, dalam berperan sebagai ibu, secara teori … kelekatan skin to skin terbesar pada ibu bukan pada ayah ketika usia anak 0-3 tahun. Nah, pendekatan kesetaraan suami istri harus melihat itu juga.

Kita tidak bisa membatasi kelekatan ibu atau ayah karena nanti jadi tidak setara. Tidak bisa juga ibu terlalu banyak menggendong anak karena anak butuh bersama ayahnya juga. Namun demikian, fungsi dan peran ayah tidak bisa menggantikan ibu. Begitu pun sebaliknya – fungsi ibu tidak bisa digantikan oleh ayah.

Mau tidak mau ada peran yang tidak bisa digatikan ayah/ibu. Mau tidak mau waktu ibu bersama anak harus lebih banyak meskipun ayah juga terlibat. Tidak bisa digantikan sebab bisa terbentuk blank spot dalam tahapan perkembangan anak, khawatirnya ada yang “tidak pas” nantinya.

Anak bayi itu harus lebih banyak dengan ibunya. Salah satu tahapan: MENYUSUI, memenuhi peran teori attachment. Peran ayah pun jangan sampai kurang karena anak membutuhkan sisi maskulin ayah dalam perkembangan karakternya, di antaranya agar mampu mengambil risiko dan mampu mengambil keputusan secara cepat.

Kesimpulannya – bagaimana agar kesetaraan kualitatif berlaku, harus menyesuaikan peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga.

Penjelasan Mak Irul berkembang pada suatu jurnal di Indonesia yang memaparkan jumlah guru pendidikan dasar TK atau SD perempuan lebih banyak daripada laki-laki padahal pada usia tahapan tertentu anak tetap membutuhkan pengasuhan yang bersifat maskulin, terutama dalam keberanian mengambil risiko, mengambil keputusan. Dalam hal ini biasanya ayah lebih berani.


PIPS Hari I

Dari penjelasan Mak Irul, saya menyimpulkan bahwa peran ayah di rumah digantikan oleh peran guru laki-laki di sekolah. Namun demikian, Mak Irul juga menjelaskan bahwa PERAN AYAH dan PERAN IBU yang HILANG itu TIDAK BISA DIGANTIKAN OLEH LEMBAGA APAPUN, seperti sekolah misalnya.

Saking terkesima dengan materi PIPS hari pertama, saya tidak banyak mencatat karena asyik mencerna semua perkataan Mak Irul. Banyak insight dari materi AKU, KAMU, DAN KITA yang dibawakannya.

Banyak hal yang dibahas terkait peran keluarga. Misalnya bahwa terjadi saling pengaruh antar keluarga terhadap anak, pentingnya interaksi yang menjauh dari gadget, juga pentingnya kerja sama yang baik antar anggota keluarga. Ujungnya adalah KETAHANAN KELUARGA yang resilien.

Meminjam definisi RESILIENSI di Wikipedia – Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada berbagai rintangan — permasalahan dalam pekerjaan, hubungan yang tidak harmonis, atau bahkan krisis kesehatan. Namun, kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman tersebut adalah kunci untuk mencapai ketahanan. Mengembangkan resiliensi, kita tidak hanya mampu menghadapi tantangan, tetapi juga tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih kuat.

Well, saya tentu tak akan membocorkan semua materi Mak Irul. Apa yang saya tuliskan di sini hanya seujung kuku saja. Jika Anda belum mengikuti PIPS dan berminat untuk ikut – barangkali saja akan ada batch berikutnya, silakan pantau akun Instagram @sidina.community, ya. Adapun gambaran mengenai Sidina Community bisa dibaca di link https://sidinacorp.com/tentang-sidina-corp/.

Makassar, 6 Mei 2025





 



Share :

0 Response to "Mulanya Aku, Kamu, Lalu Ada Kita"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^