Begini Rasanya UTBK - Jadwal UTBK (Ujian Tertulis Berbasis Komputer) anak gadisku berlangsung tanggal 24 April pukul 13.30 hingga 16.30. Saya menemani dan menungguinya atas permintaannya. Awalnya bingung, hendak menunggu di mana selama dia ujian. Alhamdulillah, bestie SMP-ku yang berprofesi sebagai dosen di Universitas Hasanuddin (Unhas) menawarkanku menunggu di ruangannya sewaktu saya bertanya di mana musala umum terdekat dari ruangan Athifah untuk ditempati menunggu.
Dari Masjid Ikhtiar Unhas ke Fakultas Farmasi
Tanggal
23 siang ada informasi beredar yang menyatakan akan ada demonstrasi peristiwa
April Makassar Berdarah (Amarah) di depan kampus UMI. Untuk mengantisipasi
kemacetan yang mungkin terjadi, saya mengajak Athifah untuk berangkat dari
rumah pukul 11 dan menunggu di masjid Unhas sampai masuk waktu zuhur.
Hari
H itu, putriku sudah menyampaikan kepada sahabatnya, Kate bahwa kami mampir ke
masjid di dekat pintu I kampus Unhas untuk salat zuhur jadi jangan ditunggu.
Kate yang nonmuslim boleh duluan ke FMIPA. Tidak bisa langsung ke ruangan UTBK-nya dia karena belum ingat lika-liku Unhas. Hari itu waktu salat masuk
pukul 12 lewat sedikit sementara kami tiba di pekarangan masjid sebelum pukul
setengah dua belas.
Dari
parkiran Masjid Ikhtiar, saya dan Athifah masih harus berjalan kaki untuk naik
ke lantai 3 di mana di situ lokasi salat jamaah perempuan, sementara jamaah
lelaki di lantai 1. Masjid ini luas juga. Konturnya unik. Di lantai 3 kami
melihat hamparan rumput dengan tanaman-tanaman di atasnya di sisi luar lantai 3.
Sayangnya tidak sempat difoto.
Saat
sedang melihat-lihat pesan WhatsApp, tiba-tiba saja HP saya mati dan tak bisa on
lagi. Panik, saya meminta Athifah menelepon ayahnya untuk mencarikan nomor
telepon sahabat yang ingin saya sambangi di handphone lama saya di
rumah.
Berbekal
nomor yang diberikan suami, saya menghubungi bestie lewat handphone Athifah.
Memberi tahu dia bahwa saya mungkin tak bisa menghubunginya karena HP saya
tiba-tiba error. Dia lantas menginstruksikan apa yang harus saya lakukan
dan siapa yang harus saya temui sebelum menemuinya.
Butuh
waktu bermenit-menit untuk berjalan kaki menuju tempat shalat perempuan,
balik ke parkiran, lalu ke Fakultas Farmasi di mana ruangan tes Athifah berada.
Tanpa drama kecil saja, nyata sekali perjalanan ini butuh perhitungan waktu
yang presisi agar bisa tiba tepat waktu di ruangan tes Athifah di lantai 5,
apalagi ada selipan drama kecil. Setelah drama-drama kecil ini, putri saya masih
harus berjalan kaki menuju ruang laboratorium di lantai 5 Fakultas Farmasi.
Menggemaskannya,
sepeda motor yang kami kendarai terhalang sepeda motor lain. Tak bisa keluar
tanpa memindahkan kendaraan yang terparkir melintang di belakang motor kami. Mana
kuatlah kami. Bermenit-menit menunggu, si empunya sepeda motor belum juga
muncul. Untungnya ada lelaki baik yang hendak mengambil kendaraannya, dia mau
dimintai tolong untuk memindahkan kendaraan penghalang tersebut.
Sudah
begitu, jalan Pintu I macet jadi butuh waktu lagi untuk mengitari belokan
terdekat. Belokan terdekat letaknya dekat dari pintu I. Tadinya ada belokan
sementara yang jaraknya lebih dekat, eh tiba-tiba saja sudah ditutup.
Singkat cerita, kami tiba di Fakultas Farmasi sekitar pukul 12.40. Kami
berpisah di parkiran Farmasi. Athifah masuk ke gedung oranye, sementara saya
bergegas mencari Kate.
Mataku
melihat bangunan mungil berbentuk unik yang ternyata merupakan Masjid FMIPA Unhas.
Letaknya hanya sekitar 50-an meter dari gedung Fakultas Farmasi. Sayangnya baru
ngeh keberadaannya. Andai tahu, tadi shalat zuhur di situ saja
soalnya lebih dekat hehe.
Di
zaman saya kuliah, masjid itu belum ada. Sekarang banyak sekali gedung baru,
seiring dibukanya aneka program studi dan fakultas baru di Unhas. Seperti
Fakultas Farmasi, dulu merupakan jurusan Farmasi di bawah FMIPA. Fakultas ini
menempati gedung yang sama sekali baru.
Dari FMIPA ke Pusat Bahasa Unhas
Mataku
gegas mencari Kate. Kate segera tertangkap mata. Saya memanggilnya dan dia
mengikutiku, berjalan ke arah timur, memasuki Fakultas MIPA ke arah gedung yang
dahulu saya kenal sebagai Kantor Pusat atau Rektorat Lama.
Saya
mempercepat langkah. Kate tak boleh terlambat tiba di ruangannya sebab yang
terlambat tak diizinkan ikut ujian – demikian peraturan UTBK. Sebenarnya
kemarin saya mengajak Kate untuk melihat tempat parkir terdekat dari ruang
ujiannya, yaitu di dekat Baruga Andi Pangerang Pettarani supaya dia bisa pergi
sendiri.
Sayangnya
pengantarnya tak sabaran, ingin segera pulang sehingga kami tak bertemu
dengannya lagi. Menggemaskannya, dia tak mengatakan apa-apa sementara saya dan
Athifah menunggunya, bolak-balik menyusuri jalan yang kemungkinan dia lewati
sementara HP-nya sulit dihubungi.
Jadinya
di hari H itu, saya harus mengantarnya sampai di depan ruangan ujiannya karena
dia tak bisa mengingat perjalanan kami mencari ruangannya sehari sebelumnya.
Jelang pukul 1 siang Kate tiba di depan ruangannya. Di sana suasana masih adem,
para petugas belum memeriksa para peserta UTBK. Alhamdulillah, aman.
“Kate
nanti mau tunggu Tante jemput di sini atau mau balik sendiri?” tanya saya.
“Nanti
saya balik sendiri, Tante,” jawabnya.
“Ingat
jalannya?”
“Iya.”
Saya pikir aman, saya pun menuju ruangan bestie. Nyatanya setelah ujian usai, Athifah menjemputnya di Kantor Pusat. 😆
Menghidu Kenangan
Hari
itu, kami nyaris skip makan siang namun lambung diisi dengan roti dan
air yang kami bawa dari rumah sebelum salat zuhur di masjid tadi. Dari ruangan
tes Kate, saya mampir sebentar di area yang dahulu saya kenali sebagai Kantor
Pusat. Letaknya persis di bawah perpustakaan untuk beristirahat sejenak, makan
roti, minum air, dan minum kopi yang saya bawa.
Tiga
orang mahasiswa duduk di dekat saya. Mereka terdengar sedang praktik public
speaking. Sejumlah orang lalu-lalang di sekitar saya. Ingatan saya melayang
ke 30-an tahun silam ketika masih menjalani kuliah TPB dan MKDU. Dulu saya
sering seliweran di sini. Menikmati roti, minum, mendengar celotehan 3
mahasiswa diramu dengan kenangan masa lalu membangkitkan rasa nyaman
tersendiri.
Sungguh,
saya menikmati suasana ini. Perlahan saya bangkit dari duduk usai roti habis
dan merasa cukup minum. Kembali berjalan perlahan. Pandangan mata menangkap
sesosok bapak berambut semi putih sedang duduk sendiri. Sepertinya bapak itu
sama seperti saya, sedang menunggui buah hatinya ujian.
HP
saya yang sebelumnya error akhirnya bisa berdering, nama pak
suami tertera di layar. Saya mencari tempat duduk di dekat tangga turun agar
bisa berkomunikasi dengan baik. Saya mengabari kondisi terkini dan hendak
menuju ke ruangan sahabat. Singkat cerita, tibalah saya di ruangan bestie.
![]() |
Salah satu spot di Masjid Ikhtiar Unhas di jalan Pintu I. |
Menghitung Detik demi Detik Sampai Mual
Perlu
menunggu beberapa jenak sebelum sahabatku menemui dan mengajakku masuk ke dalam
ruangannya. Bestie menjamuku dengan aneka cemilan dan minuman dalam
ruangannya yang ber-AC.
Sepanjang
masa penantian, sahabatku ini ternyata ada meeting, dua kali pula tetapi
dia berkenan menerimaku. Masya Allah, nyaman sekali masa menunggu UTBK
putriku ini sampai sore hari.
Sahabatku
menawariku nebeng di mobilnya menuju FMIPA karena dia hendak ke FMIPA
juga guna menjemput putri keduanya. “Daripada jalan kaki ki’, jauh itu,”
ucapnya. Memang jauh sih dan energiku rasanya terkuras, di sore hari itu
saya merasa seperti usai menjalani ujian berat.
Detik
demi detik berjalan lambat. Ada untungnya juga sahabatku meeting dua
kali jadi waktu menanti bisa kuisi dengan kegiatan yang lebih bermanfaat –
merapal doa dan tilawah. Pukul 5 sore, kuawasi aplikasi WhatsApp –
kalau-kalau ada pesan dari putriku atau Kate.
“Ma,
sudah selesai. Sudah mau turun. Rasanya mau muntah,” pesan teks dari
Athifah masuk.
“Kodong.
Minum dulu. Istighfar, zikir. Mama juga mual ini. Tunggu Mama, ya.
Mama ikut mobil Tante Ifa. Tante Ifa mau ke MIPA,” responku.
FMIPA
bersisian letaknya dengan Fakultas Farmasi. Saya menerima tawaran bestie
dengan senang hati, ikut di mobil yang disetiri suaminya dan turun di parkiran
FMIPA. Pukul setengah enam lewat saya bertemu Athifah dan Kate. Kami ngobrol
sebentar. Salah satu topiknya adalah model soal literasi dalam Bahasa Indonesia
yang luaarrr biyasah menguras otak karena berupa hitung-hitungan fisika.
Kami
pulang usai shalat menunaikan magrib. Hari sudah gelap tetapi masih
banyak mahasiswa di sekitar kami. Ada yang sedang duduk di gazebo-gazebo yang
ada di sekitar gedung FMIPA Unhas, ada juga yang lalu-lalang.
Ingatan
saya kembali ke masa lalu. Dahulu biasanya saya sudah di rumah saat magrib
tiba. Apakah nanti Athifah akan seperti para mahasiswa itu, masih di kampus
saat magrib tiba?
Makassar, 29 Mei 2025
Alhamdulillah, pengumuman UTBK sudah keluar kemarin. Putriku lulus di Unhas. Terima kasih atas dukungan dan doanya. 😇🙏
Share :
0 Response to "Begini Rasanya UTBK"
Post a Comment
Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^