Ketika Harus Menjadi Deadliner, Lakukan Ini

Saya bukan deadliner sejati karena biasanya saya mengupayakan menyelesaikan pekerjaan atau tugas secepat yang saya bisa. Makanya gemas sekali kalau ada hal-hal tak terduga yang membuat saya “terpaksa” menjadi deadliner.

Hal-hal tak terduga itu bisa merupakan situasi atau kondisi di dunia nyata yang terjadi mendadak dan tak bisa dihindari, misalnya ada kabar baik buruk maupun baik, atau kebutuhan lain yang membuat saya harus segera keluar rumah. Ini tentu membuat kerjaan tertunda.

Ketika Menjadi Deadliner

Deadliner menjadi istilah yang digunakan untuk menyebut orang yang biasa mengerjakan tugas jelang batas tenggat waktu berakhir. Sebenarnya tidak ada enaknya menjadi seorang deadliner itu tetapi ada saja ya yang betah. Apa-apa ditunggu sampai jelang tenggat waktu  baru dikerjakan. Ada yang bilang karena ide baru menghampiri dirinya menjelang deadline … hehe ada-ada saja.

Beberapa hari yang lalu saya jadi serupa deadliner. Saya mengerjakan ulang tugas karena ada kesalahan di dalamnya. Ada postingan media sosial yang sudah saya buat tetapi baru saya sadari kesalahannya setelah upload. Maka dari itu saya meminta izin kepada penyelenggara acara untuk edit dan reupload konten sepulang ke rumah.

Sampai di rumah sudah pukul 21 lewat. Agar bisa segera memperbaiki kesalahan, saya menyelesaikan editing dan mengunggah video malam itu juga. Saya tidur jam 12 lewat, hampir jam 1 dini hari. Alhasil keesokan harinya saya jatuh sakit. Gejala-gejalanya merupakan gejala flu dan pilek yang membuat saya harus mendekam di rumah selama beberapa hari.

 

Berteman dengan Flu, Pilek, dan Covid-19

 

Gejala flu atau pilek menjadi salah satu perhatian saya di masa sekarang ini soalnya virus Covid-19 masih terus bermutasi, tidak hanya berhenti sampai di varian omicron yang tren awal tahun lalu. Dalam berbagai artikel pada bulan ini disebutkan bahwa Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan bahwa varian baru Covid-19, Omicron EG.5.1 atau “Eris” sudah ada sejak sekitar Juni 2023.

Disebutkan gejala virus Eris ini adalah pilek, sakit kepala, sakit tenggorokan, kelelahan ringan – berat, dan bersin. Saya merasakan gejala-gejala ini tetapi tidak sampai sakit kepala. Bisa jadi flu atau pilek biasa, atau bisa jadi covid tetapi saya tidak mau terlalu memikirkannya, yang penting berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan imunitas atau daya tahan tubuh. Saya juga menyadari diri ini kurang beristirahat dengan baik.

Memang kita tak boleh takut berlebihan akan covid-19 tetapi tak boleh abai juga karena virus covid-19 masih ada di sekeliling kita dan masih terus bermutasi. Selain itu, varian-varian virus lain juga tak kalah banyaknya yang siap mengancam siapapun yang daya tahan tubuhnya lagi merosot.

Selain saya, anak bungsu sudah lebih dulu sakit. Bersamaan dengan saya, anak sulung juga sakit. Alhamdulillah si sulung cepat sembuh. Saat dia sudah bisa motoran ke kampusnya, saya masih tepar di rumah akibat kelelahan dan pernapasan terasa berat. Kalau tidak tertangani, sepertinya saya bisa mengalami sesak napas.

Si sulung ini perlu dipantau khusus karena sedang dalam tahap menyelesaikan skripsi. Waktu untuk skripsinya sedang “berjalan” mendekati batas akhir, yaitu bulan September ini. Saya tidak tahu apakah memang dia punya kebiasaan deadliner sebagaimana sebagian mahasiswa karena nilai-nilainya selama ini alhamdulillah bagus dan dia tidak harus mengulang atau bagaimana tetapi rasa-rasanya saya tahu kenapa dia tidak cepat menyelesaikan skripsinya.

Tips Neozep Forte

Hanya saja untuk skripsi ini, dia “harus” menjadi deadliner kalau tidak mau kami membayar SPP lagi untuk 6 bulan ke depan. Dalam sebuah artikel berjudul Apa saja Dampak Kebiasaan Deadliner di Kalangan Mahasiswa di website Neozep Forte disebutkan bahwa:

… mahasiswa yang terjebak dalam kebiasaan deadliner cenderung menghadapi berbagai konsekuensi yang dapat mempengaruhi performa akademik mereka, tingkat stres, dan kesejahteraan secara keseluruhan.

Sebagai ibu yang pernah duduk di bangku kuliah, saya memahami hal ini. Sebisa mungkin saya memberikan keleluasaan padanya. Saya tidak menekannya tetapi saya memberikan isyarat bahwa keterlambatan menyelesaikan skripsi memiliki konsekuensi, yaitu harus membayar SPP lagi.

Disebutkan pula dalam artikel tersebut, akibat dari kebiasaan deadliner adalah menurunnya kualitas tugas, merasa stres dan gangguan kecemasan, serta gangguan keseimbangan hidup. Sebagai ibu, saya harus mewaspadai hal-hal tersebut terjadi padanya. Isyarat tentang konsekuensi hanya satu kali saya bicarakan padanya, setelah itu tidak lagi supaya si sulung tidak merasa terbebani.

 

Peran Orang Tua dalam Mengatasi Kebiasaan Deadliner Mahasiswa

 

Dalam artikel yang sama disebutkan poin-poin mengenai cara mengatasi kebiasaan deadliner. Saya adaptasi di tulisan ini dengan berfokus pada peran saya dan suami sebagai orang tua:

 

1. Menyusun jadwal kegiatan dan target.

Jadwal dan target dibuat secara realistis, menyesuaikan dengan kemampuan. Saya berharap si sulung sudah punya jadwal dan target. Saya tak ingin mendiktenya karena dikte tak pernah berhasil padanya. Lagi pula dia sudah dewasa, perlu diberi arahan bukan perintah karena dia sendiri yang harus menyadari tanggung jawabnya.

2. Tugas dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.

Saya dan suami sudah membantu sebisanya di bagian ini. Ketika membicangkan tentang kendala pada coding yang sedang dikerjakan, suami menyarankannya untuk menyelesaikan per bagian. Serangkaian coding dibagi dalam beberapa bagian kecil untuk mengecek kesalahannya di mana.

3. Mencari dukungan dan bantuan.

Sebagai orang tua, saya menekankan padanya bahwa jika menemukan masalah, beri tahu saya atau papanya supaya kami bisa membantu atau mencarikan orang yang bisa membantu. Selama ini kami sudah mengarahkannya untuk berkonsultasi pada sejumlah orang selain dosen untuk mencari solusi dalam menyelesaikan tugas akhirnya. Alhamdulillah, sejumlah orang tersebut banyak membantu si sulung dalam menyusun tugas akhirnya.

Saat ini kondisi tubuh saya sudah jauh lebih baik namun masih menata diri untuk menyelesaikan hal-hal yang harus dikerjakan. Dengar-dengar, sejumlah teman juga sedang mengalami gejala flu atau pilek. Semoga segera sembuh dan menghindari perilaku deadliner. Well, apakah kalian memiliki pengalaman mendamping seorang deadliner? Share yuk di kolom komentar di bawah ini.

Makassar, 1 September 2023








https://neozepforte.co.id/artikel/apa-saja-dampak-kebiasaan-deadliner-di-kalangan-mahasiswa



Share :

9 Komentar di "Ketika Harus Menjadi Deadliner, Lakukan Ini"

  1. Baru kemarin saya mengalaminya. Menunda-nunda nulis artikel, eh qodarullah pas mendekati deadline, anak-anak pada sakit. Jadilah saya begadang, tertekan, dan terburu-buru.

    ReplyDelete
  2. Wah aku juga bukan tim deadliner mbak Mugniar. Suka ngasih tenggat waktu maksimal sebelum deadline. Jadi udah selesai jauh sebelum deadline, hehe. Gak enak banget soalnya berpacu dengan waktu tuh. Belum apa² udah panik dan ngos-ngosan.
    Tapi, pernah juga sama kaya mbak Mugniar dihadapkan sama kondisi jadi deadliner dan besoknya tumbang.

    Wah keren banget peran orang tua yg membantu memanage deadline anak. Biar cepat juga ya skripsiannya. Semoga lancar terus yaa.

    ReplyDelete
  3. Banyak yang bilang gitu mba, mendekati deadline tu ide banyak muncul, hehe. Tapi deadline itu gak bagus buat kesehatan jantung, suka deg degan. Hehe

    ReplyDelete
  4. Kadang-kadang deadliner, kadang-kadang juga enggak. Tergantung dari kondisi tiap harinya mbak. Meskipun sudah di buat jadwal, kadang ada hal dadakan yang perlu jadi prioritas, jadi mau-nggak-mau menggeser jadwal yang sudah dibuat. Tapi meski begitu menyusun rutinitas harian/mingguan bisa jadi hal yang sangat membantu, sehingga enggak sampe overwhelmed. 🤗🤗

    ReplyDelete
  5. Pekerjaan apapun memang sebaiknya tepat waktu ya Kak. Jadi deadliner memang ada serunya tetapi ada resikonya juga.

    ReplyDelete
  6. Ada yang berpedoman bahwa ketika sedang deadline, kita akan punya the power of kepepet. Tapi, kalau keseringan, malah akan menguras tenaga terus dan di hari berikutnya jadi tidak produktif sama sekali..

    ReplyDelete
  7. Kalau menurut saya sih, jangan selalu menunda-nunda pekerjaan hihi agar tidak dikejar deadline

    ReplyDelete
  8. Aku termasuk benci dengan deadliner mba. Sebisa mungkin ga mau. Memang pernah terpaksa melakukan, tapi itu Krn ada urgensi lain. Kalo ga ada, aku pasti berusaha selesaikan cepat.

    Anak2 juga aku ajarin seperti itu. Dari Skr mereka hrs dibiasain utk cepat mengerjakan pr walo kumpulnya masih lama. Jadi kalo sudah besar nanti, aku berharap mereka terbiasa dengan ajaran Skr.

    Eh tapi ada juga loh, orang yg suka deadliner, tapi memang selalu bagus hasilnya. Temenku begitu. Dia bilang semakin mepet waktu, otak dia malah nemuin bayak ide 🤣🤣

    ReplyDelete
  9. Aku lebih suka nulis jauh hari sebelum Deadline, tapi pernah juga dalam posisi sibuk banget dan akhirnya mengerjakan tulisan mepet deadline. Duh itu gak enak banget, kita gak bisa maksimal nulisnya

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^