ToT Literasi Digital dengan Metode KAP: Praktik di Kampus – Tugas pada hari kedua adalah praktik membawakan materi dengan metode yang sudah diajarkan di Fakultas Sastra UMI (Universitas Muslim Indonesia) pada jam-jam ngantuk (antara jam 15.00-16.00) pada tanggal 4 Mei lalu. Sungguh tantangan yang seru bagi kami yang tiba-tiba harus bekerja sama dalam tim menghadapi kelompok-kelompok kecil mahasiswa sementara kami baru 1 hari saling kenal. Bagaimana kalau ada peserta yang ngantuk, ngambek, bahkan marah karena merasa “kebebasannya” hari itu direnggut paksa? 🤭
Sebelum lanjut, silakan baca tulisan sebelumnya:
ToT Literasi Digital
dengan Metode KAP: Mencari Simpul Bermakna
Tantangan besar praktik membawakan
materi tangkal hoaks dengan metode KAP ada 3:
1. Bekerja sama
dengan teman-teman yang baru dikenal
Bagaimana bisa bekerja sama dengan baik dengan
teman-teman satu tim yang baru dibentuk pada pagi hari itu merupakan tantangan
pertama. Kami hanya efektif sempat berdiskusi selama 2-3 jam saja sebelum
praktik di UMI. Pembagian timnya acak, berdasarkan hitungan nomor urut.
Orang-orang yang nomor urutnya sama bergabung dalam satu tim.
Saya masuk di kelompok 10, bersama Kak Nashrullah dari PPNI dan
Kak Rizki Syafitrah dari SIK/TP PKK
Desa Lapeo Sulbar,
sesuai nomor urut kami. Eits, “kak” padahal sebenarnya memanggil “pak” dan
“bu” pada mereka. 🤭 Oleh
Mbak Kiky (Rizky Ika Syafitiri) – master
trainer dari UNICEF Indonesia,
kami dipandu untuk berformasi berbanjar sesuai kelompok.
Jadilah kami mengambil tempat dan saat melihat
warna kostum kami … saya excited sendiri, koq warnanya seragam
ya, merah-hitam? 😄 Tentang
sapaan “KAK”, kami bersepakat agar bisa mendekatkan diri pada para mahasiswa
yang akan kami hadapi di UMI.
Kami membagi tugas. Ada yang bagian pembukaan
(pemanasan), belajar dan bermain, dan penutupan (aksi bersama). Saya mengambil
peran di sesi kedua (belajar dan bermain), Kak Rizky di sesi pertama, dan Kak
Ulla di sesi ketiga. Sebelumnya, kami sudah dibekali materi oleh Mbak Kiky dan Mas Indriyatno Banyumurti atau
yang akrab disapa dengan Mas
IB (co-founder ICT Watch)
terkait konten, metode, dan tujuan
edukasi tangkal hoaks ini.
2. Menghadapi
sejumlah mahasiswa yang baru dikenal.
Saat tiba di Fakultas Sastra UMI, para
mahasiswa calon peserta edukasi tangkal hoaks yang akan kami hadapi tengah
berada di aula. Setahu saya mereka sedang diberi pengetahuan awal tentang
kegiatan kami jelang sore itu. Dari situ, mereka masuk ke dalam 12 kelas kecil,
berdiskusi dengan kami – para peserta ToT Literasi Digital dengan Metode KAP.
Upaya pertama yang kami lakukan dalam
mendekati kelompok mahasiswi (semua peserta kami perempuan) yang akan dihadapi
adalah dengan mencari tahu apakah mereka seangkatan atau berasal dari program
studi yang sama. Rupanya tidak. Dari 10 nama yang ada di daftar, hanya 5 yang
hadir di kelas dan mereka tak saling kenal satu sama lain. Saat acara sudah
berlangsung hampir setengah jalan, menyusul 3 orang lagi masuk ke dalam kelas.
Tantangan pertama dalam menghadapi ke-8 mahasiswi
ini adalah: kesemuanya kalem, hanya satu yang aktif berinteraksi. Entah
kebetulan mereka semua berkarakter kalem, atau karena kurang tertarik dengan
acara ini. Eh tapi … kalau lihat reaksi mereka ketika diajak bermain saat
pemanasan dan awal sesi kedua, mereka terlihat menikmati kok karena
senyuman mengembang di wajah mereka meskipun tidak lepas.
Kesulitannya menghadapi peserta yang semuanya
kalem ini adalah dalam menggali informasi yang mereka punyai. Dalam pelatihan
ditekankan untuk menggali pengalaman peserta. Kami bukannya hadir sebagai dosen
di depan mereka, melainkan sebagai fasilitator.
Ketika saya melontarkan pertanyaan demi
pertanyaan, tidak banyak yang mau menjawab. Hanya satu yang aktif itu saja yang
menjawab banyak pertanyaan dengan lugas dan interaktif, namanya Irma. Yang
lainnya, lebih banyak diamnya tetapi tidak juga melempem-melempem amat.
Selain Irma, ada 3 orang lagi yang akhirnya mau ikut urun suara di
tengah-tengah materi, dengan volume yang kecil. Saya sampai merasa harus berada
sangat dekat dengan mereka agar bisa mendengar dan berinteraksi dengan mereka.
3. Penguasaan
materi mengatasi hoaks dan metode KAP.
Pernah membawakan materi #MakinCakapDigital via Zoom Cloud Meeting membuat saya penasaran
ingin praktik memberikan materi di sesi 2 dalam pelatihan ini. Saya juga sangat
tertarik dengan metode KAP sehingga ingin sesegera mungkin
mempraktikkannya, mumpung masih ada Mbak Kiky dan Mas IB, jadi masih bisa
bertanya jika masih ada yang dirasa kurang.
Pada hari pertama Training of Trainer
Literasi Digital dengan Metode KAP ini, Mbak Kiky sudah memberikan pemahaman
dengan sangat baik mengenai apa itu metode KAP (Komunikasi Antar Pribadi) dengan mengajak kami praktik langsung 3 prinsip KAP, yaitu: menambah keakraban, saling mendengarkan dan
berbicara, dan mengunci komitmen.
Senang sekali, melalui materi Mbak Kiky dan
bagaimana beliau membawakannya, saya belajar banyak tentang komunikasi dan public speaking. Beberapa kali ikut kelas public speaking,
tak menyurutkan semangat saya untuk belajar dan praktik terus karena saya
termasuk orang introvert yang butuh latihan berkali-kali berbicara di
depan orang lain.
Pada hari kedua, Mas IB menyampaikan materi
sehubungan dengan konten yang dibawakan pada sesi kedua bersama mahasiswa UMI.
Mas IB memulai pemaparannya dengan memberi penjelasan mengenai mengapa dan bagaimana hoaks berkembang,
ciri-ciri hoax, dan bagaimana menangkal hoaks.
Materi dari Mas IB tak kalah menariknya dengan
materi Mbak Kiky karena memang saling melengkapi. ICT Watch sudah campaign
internet sehat sejak 2002. Banyak sekali pengalaman yang dan update pengetahuan
yang bisa diserap dari seorang Mas IB.
Mas IB di antaranya memaparkan tentan penelitian
bahwa 1/3 hidup kita
ada di dunia digital, Civility Index Indonesia, algoritma media sosial, filter bubble,
eco chamber, post truth, ciri-ciri hoaks, periksa hoaks di
https://s.id/cekhoaks,
dan cara mudah
tangkal hoaks dengan ABC, DACK, dan 3S.
Tiga singkatan terakhir tersebut adalah: ABC – amati isinya, baca sampai habis, cek
sumbernya dulu, DACK – dengarkan, apresiasi, cek dan ricek,
klarifikasi, 3S – saring sebelum sharing atau sabar
sebelum sebar. Khusus tentang kata “saring” dan “sabar”, keduanya terkait langkah
ke-2 dari 3 langkah
mengebalkan diri dari hoaks
(model Individual Kebal
Hoaks):
1) Mengenali pemicuan emosi, 2) Berhenti sejenak menamai perasaan, 3) Lakukan perilaku antihoaks tepat.
Pengalaman hari itu sangat berkesan bagi saya.
Sampai-sampai saya lupa diri, berbicara di depan ke-8 mahasiswi hampir 40 menit
padahal jatah saya maksimal hanya 20 menit.
Usai pelatihan 3 hari – setelah evaluasi bersama di hari ke-3 ToT dan
evaluasi mandiri, saya merasa siap praktik sebagai fasilitator literasi digital
untuk tangkal hoaks dengan metode KAP lagi. Ada yang berminat menyaksikan
materi ini secara langsung? Silakan kontak saya, ya. 😊
Makassar, 17 Mei
2023
Tulisan
ke-2 dari 2 tulisan tentang ToT Literasi Digital Metode KAP (selesai)
Tot Literasi Digital Metode KAP ini berlangsung selama 3 hari (3-5 Mei 2023). Pelatihan ini diselenggarakan oleh UNICEF Indonesia bekerja sama dengan ICT Watch untuk komunitas dan lembaga di Sulsel dan Sulbar. Dalam pelatihan ini saya mewakili KEB (Kumpulan Emak-Emak Blogger). Terima kasih banyak Mbak Kiky, Mas IB, Kak Aflah, Kak Defira, dan Kak Rezti dari UNICEF Indonesia dan ICT Watch atas 3 hari yang menyenangkan dan sarat pengetahuan.
Baca juga:
- Pentingnya Literasi Digital dan Cara Mengatasi Hoax
- Mengenal Aplikasi Lawan Hoax
- Womenwil: Cerdas Tangkal Hoax, Sukses Go Online
- Mengapa Hoax Masih Langgeng
- 7 Macam Konten Hoax yang Harus Diwaspadai
- Literasi Digital dan Peran Blogger
- Mengapa Makassar Harus Serius Berantas Hoax
- Tips Melawan Hoax dan Digital Hygiene
- Mafindo: Memetakan Hoax di Indonesia
- Tular Nalar, Cara Cerdas Belajar Literasi Digital
- Keamanan Digital, Seberapa Penting? (1)
- Keamanan Digital: Tentang Proteksi Diri (2)
Share :
Menyampaikan materi seperti ini tidak mudah, ya, memang tidak bisa dipungkiri apabila banyak anak yang akan merasa bosan dan ngantuk saat mendengarkan sebuah penjelasan. Sangat bermanfaat informasi seperti ini, terima kasih sharing-nya!
ReplyDeleteDengan ada pelatihan begini, calon mentor bisa mempelajari lebih baik dan bisa siap memberikan pelatihan serupa kedepannya. Tentu memang harus banyak pemahaman dengan praktek ya
ReplyDelete