Intermezzo Sampah dan Tukang Parkir

Intermezzo Sampah dan Tukang ParkirAda dua kejadian unik saya alami di penghujung Ramadhan lalu. Ketika terik panas matahari sedang gegap gempita, kedua kejadian ini menjadi sebuah intermezzo yang menggelitik dan membuat saya sejenak berpikir. Perjalanan bermotor di siang bolong membuat saya tertegun dua kali dan sejenak melupakan sengatan sinar matahari yang menembus kulit.

Intermezzo

Kejadian pertama, ketika melihat spanduk bertuliskan unik. Spanduknya khusus ditujukan buat pembuang sampah sembarangan. Saya tertegun sesaat setelah membaca tulisan pada sebuah spanduk di sebuah jalan yang saya lewati. Jalan itu letaknya cukup dekat dari jalan Veteran. Sayangnya saya tidak sempat mengambil gambar spanduk yang dibuat dengan serius itu di handphone.

Pada spanduk itu ada tulisan begini:

Tabe'. Yang buang sampah di sini semoga pendek umurnya.

Biasanya jika sampai seserius itu ada tulisan tertera yang mengimbau atau melarang pembuangan sampah, sebelum-sebelumnya banyak orang yang membuang sampah sembarangan di situ. Maksudnya sembarangan karena memang bukan tempat sampah. Kawasan yang saya lalui itu kawasan perumahan dan spanduknya dipasang di depan rumah.

Ya .. sepertinya penulisan di spanduk tersebut mempan karena saya lihat di bawah spanduk itu tidak ada sampah bertebaran. Cara yang jitu ya meskipun bikin merinding karena menyumpahi pelaku pembuang sampah sembarangan.

Kejadian kedua, saya beri tajuk “Tukang Parkir (Semoga Bisa) Naik Haji”. Ketika berhenti di depan department store yang kami tuju, seorang tukang parkir mendekati kami. Kami parkir seperti biasa lalu masuk ke dalam department store untuk membeli beberapa barang kebutuhan kami sekeluarga.

Usai belanja, di tempat parkir saya menyerahkan uang tiga ribu rupiah seperti biasa, ongkos parkir motor di kawasan pertokoan itu kepada tukang parkir yang menghampiri. Lazimnya ongkos parkir di situ memang sudah lebih mahal dibandingkan tempat lain yang masih Rp.2.000.

Tukang parkir itu menerima tetapi tak menarik kembali tangannya. Tanggannya masih dalam posisi “menerima”, sembari menatap saya dan berkata dengan sopan, "Lima ribu." Saya kaget lalu menatap suami sembari membatin, “Ampun, cepat amat naik ongkos parkir di sini.” Seolah mengerti apa yang sedang saya suarakan dalam hati, pak suami hanya mengangkat bahu.

Saya mengambil kembali uang yang saya sodorkan dan bermaksud memberikan uang kertas pecahan 5.000.

"Kenapa mahal?" tanya suami.

"Ramadhan, Pak," jawabnya sopan.

Seorang ibu yang dari tadi ada di dekat kami juga berkata, "Mahalnya, cepatmu kaya itu!"

Saya juga nyeletuk, "Ih mahalnya. Bisa moko naik haji ini."

Di Makassar, kepada orang yang menjual barang atau jasa jauh lebih mahal dibandingkan penjual barang dan jasa serupa, celetukan seperti ini kerap dilontarkan. Seolah-olah dengan harga yang jauh lebih mahal, si penjual bisa dengan sangat cepat mengumpulkan uang sehingga bisa segera naik haji. Istilah saja sebenarnya, belum tentu si penjual pengen naik haji.

"Aamiin," ujar si tukang parkir dengan suara sopan dan mengambil uang lima ribu dari tangan saya. Bahasa tubuhnya membungkuk sopan. Saya tertegun. Okelah ... anggap saja doa. Semoga dia bisa segera naik haji setelah panen uang parkiran sepanjang bulan Ramadan ini di kawasan pertokoan yang ramainya luar biasa setiap harinya.

Makassar, 21 Mei 2023



Share :

1 Komentar di "Intermezzo Sampah dan Tukang Parkir"

  1. Sekarang memang banyak berubah, ya, apalagi perihal buang sampah yang sepertinya diubah karena bulan Ramadhan hingga hari Raya kemarin. Kemungkinan memang sampah menumpuk di sembarang arah, dan soal parkir pun jadi ikut naik agak lucu juga, ya.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^