Menjawab Tanya Seputar Kepergian Mereka – Ada di antara pertanyaan-pertanyaan yang muncul seputar berpulangnya Mama (tanggal 5 September) dan Papa (tanggal 7 September) yang tak bisa diabaikan. Mama dan Papa berpulang di rumah dan dimakamkan secara protokol covid-19. Beberapa pertanyaan berpotensi menimbulkan salah paham yang bisa buruk akibatnya maka saya anggap, perlu menuliskan beberapa hal.
Bisa saja kelak ada yang
perlu mengetahui apa yang hendak saya sampaikan ini untuk membuat keputusan
karena saya baru dihubungi seseorang yang sedang mempertimbangkan banyak hal
atas kesehatan orang tuanya dengan kasus yang memiliki kemiripan dengan orang
tua saya.
Barangkali saja tulisan ini akan bermanfaat bagi beberapa orang. Pastinya, menjadi catatan sejarah bagi saya. Jika saya lupa detailnya, tinggal saya baca-baca lagi di sini.
Karangan bunga dari teman-teman adik saya, bertuliskan nama Mama dan Papa. |
1. Mengapa
Mama dan Papa Dikuburkan Secara Covid Padahal Meninggal di Rumah?
Tentunya sebagai pihak
yang paling dekat, paling peduli, dan paling bertanggung jawab, saya dan kedua
adik saya (Mirna dan Uyi) punya dasar kuat untuk keputusan ini. Usulan untuk
sembunyi-sembunyi memakamkan secara umum kami tepis.
Alasannya:
Berdasarkan hasil PCR di
sebuah rumah sakit swasta yang tentu saja kami punya buktinya, Mama dan Papa
positif covid. Dengan nilai CT yang rendah (hanya belasan). Mama di angka 12,5 sementara Papa di angka 16. Bagi yang belum tahu apa itu CT,
silakan baca di: Mengenal CT Value dan Cara
Membacanya.
Dengan
kondisi kedua orang tua seperti ini, butuh waktu agak lama untuk covid
dinyatakan negatif. Uyi dan ponakan saya saja, pernah positif covid -19 dan
membutuhkan waktu 1 pekan untuk CT-nya naik 4 poin, dalam kondisi OTG (orang
tanpa gejala). Mama dan Papa yang sudah sepuh (81 dan 78 tahun), butuh waktu sekira
1,5 – 2 bulan untuk mencapai 1 kali siklus CT (sekitar 40).
Mama
berpulang sekira 7 hari setelah tes PCR-nya, Papa berpulang sekira 9 hari
setelah tes PCR-nya. Dalam rentang waktu itu, dengan nilai CT yang rendah
(hanya belasan) tak mungkin menjadi positif (yang membutuhkan kenaikan sekira
20-an poin). Untuk menjadi negatif, sekali lagi – butuh waktu tak sebentar,
sekira 1,5 – 2 bulan sejak tes PCR-nya (28 September).
Maka dari itu
kami merawat keduanya dengan protokol kesehatan, memutuskan keduanya dimakamkan
secara covid, meminta tak ada orang lain yang masuk rumah, dan melakukan
penyemprotan disinfektan berkali-kali.
Kami takut
dosa. Saya memang tak segan menyampaikan kepada keluarga kalau kedua orang tua
meninggal dalam keadaan positif. Jika kami mau sembunyi-sembunyi bisa saja
namun kami tak melakukannya karena itu berarti menzalimi orang lain. Kasihan kan
jika ada pelayat yang pulang ke rumah bawa virus. Jangan sampai kami berbuat
zalim, berdosa lalu orang tua kami kena getahnya karena memiliki anak pendosa.
Prosedur
pemerintah memang menghendaki orang yang meninggal dalam keadaan positif covid
untuk dimakamkan secara covid. Jangan cari celah untuk melanggar prosedur itu.
Kami bisa saja bersembunyi namun tak kami lakukan, kami tetap mencari cara
pemakaman covid, melapor sana-sini untuk menegakkan aturan yang ada.
2.
Mengapa Mama dan Papa Dikuburkan Secara Covid Padahal Bukan Covid?
Jawab:
Yang paling
dekat secara fisik dan secara batin dengan kedua orang tua kami siapa? Yang
paling peduli kepada orang tua kami siapa? Yang paling bertanggung jawab atas
kedua orang tua kami siapa? Yang akan masuk neraka kalau berbuat zalim siapa?
Tentu saja jawabannya adalah kami, tiga bersaudara
yang in syaa Allah, bertindak sesuai dengan data, fakta, ajaran Islam,
dan aturan pemerintah.
Yang mengatakan
sebaliknya (tidak kena covid), pasti tidak punya bukti karena tidak tahu keadaan yang sebenarnya karena jelas saja tidak memiliki fakta yang menunjukkan kondisi keduanya.
3.
Apakah Mama dan Papa Dibawa ke Rumah Sakit/Dokter?
Jawab:
Iya!
Keduanya
dites PCR antigen tanggal 28 Agustus dan hasilnya sama-sama positif. Papa yang
kondisinya lemah karena ada komorbid hernia, atas persetujuannya sempat dirawat
di RS selama 5 hari lebih (29 Agustus sore – 4 September pagi). Mama boleh
pulang karena kondisinya lebih ringan dan terlihat seperti OTG.
4.
Mengapa Memilih Isoman?
Jawab:
Atas nasihat
seorang kawan yang juga dokter spesialis, kami mempertimbangkan psikis orang
tua. Mau atau tidaknya dirawat di rumah sakit, hingga mau atau tidaknya
dipasangi selang oksigen, pernyataannya harus keluar atas kesadaran orang tua
kami, dari mulut mereka sendiri. Jika dipaksa, orang tua akan merasa tertekan
dan imunnya menurun. Kalau imun turun, bagaimana bisa sembuh?
Mama
berkali-kali dibujuk untuk dirawat di rumah sakit namun menolak. Sementara Papa
sudah tak nyaman di RS. Kata perawat dan seseorang yang menelepon adik
(sepertinya dia dokter yang menelepon dengan nada kesal), papa kami tak
kooperatif karena berulang kali melepas selang oksigen dan infusnya.
Berkali-kali
pula sebelum sakit, Papa mengatakan jika terkena covid, beliau tak mau dirawat
di rumah sakit karena kalau meninggal tak bisa dilihat oleh anak dan cucunya.
Mengingat ada kemungkinan dirawat di ICU, kami mengambil Papa atas permintaan
sendiri. Tak dirawat di ICU saja Papa tak nyaman, selalu melepaskan selang
oksigen dan infusnya, apatah lagi di ruang ICU yang banyak peralatannya!
Kondisi Mama
yang drop karena selalu memikirkan Papa, juga menjadi pertimbangan. Tiap
hari, dari pagi hingga malam hari Mama berulang kali menanyakan kapan Papa
pulang. Maka kepulangan Papa kembali ke rumah pada Sabtu pagi itu, menenangkan
Mama. Qadarullah, Allah memanggilnya.
Perlu
diketahui pula, kami akhirnya melakukan isoman dengan perlengkapan yang memadai atas kehendak
orang tua kami. Ada tabung oksigen,
ada oxymeter, termometer, obat-obatan (termasuk obat covid), dan suplemen. Selain itu,
anak-anak Mama dan Papa mengenakan masker, rajin cuci tangan, dan menjaga diri
dengan makanan, vitamin, dan suplemen.
Dua makam yang berdekatan. |
***
Untuk saat
ini, sampai di sini dulu yang saya tuturkan. Alhamdulillah, kedua orang
tua kami berada di rumahnya seperti yang mereka inginkan. Mereka meninggalkan
dunia ini di rumah sendiri, dekat dengan anak-anak dan cucu-cucunya. Jelang
akhir hayatnya, saya menyaksikan mereka tenang berada di rumah sendiri.
Alhamdulillah,
semua keputusan bulat dari kami bertiga, tak ada sesal atas apapun yang
terjadi. Kami ikhlas, ridho. Kami berharap ridho Allah atas kedua
orang tua kami, menghindari dosa dan zalim pada orang lain sebab covid itu
nyata, kami merasakan dan melihat sendiri akibat yang ditimbulkannya.
Kami tak mau
menjadi perantara perpindahan virus kepada orang lain jika menyembunyikan
kenyataan. Masya Allah, semua keputusan berlandaskan data, fakta, ajaran
Islam, dan ketentuan pemerintah. Semoga Allah memberkahi semua yang telah
membantu semua proses, mulai dari ketika orang tua sakit hingga pemakamannya.
Makassar, 13 September 2021
Pesan penting:
- Covid itu nyata. Lakukan prokes dan vaksin. Jangan berbohong ketika kenyataan menunjukkan kepergian orang yang dicintai terkait covid. Apapun jalan kematian - kecuali bunuh diri, sama saja di mata Allah. Tetap Allah akan melihat ketakwaan kita, bukan dimakamkan secara covid atau tidak. Ketakwaan termasuk menegakkan syariat Allah dan tidak zalim kepada orang lain.
- Semoga tak ada lagi pertanyaan "kenapa/mengapa" karena semuanya terjadi atas kehendak Allah juga. Kami bersaudara sudah ikhlas, ridho. Tinggal mengupayakan amal jariyah bagi kedua orang tua.
Baca 2
tulisan tentang berpulangnya kedua orang tua saya:
Share :
kaak, Turut Berduka Citaa, turut mendoakan orangtuataa, terima kasih telah menuliskan ceritanya, akan sangat bermanfaat bagi yang lain. Tetap kuat kak !
ReplyDeleteTerima kasih, Nunu.
DeleteTurut berduka cita, semoga beliau tenang di sana. Dari tulisan ini jadi paham bagaimana alurnya kematian karena covid-19, terima kasih, Mbak. Yang kuat, ya.
ReplyDeleteTerima kasih, Mbak Nisa
Deleteka niar turut berduka cita atas wafatnya kedua orang tua, semoga keduanya husnul khotimah. aamiin... pasti berat bagi keduanya melalui ini dan juga bagi keluarga yang ditinggalkan. semoga sehat ka niar dan keluarga. aamiin.
ReplyDeleteAamiin ... terima kasih, Vina. In syaa Allah, ujian sesuai dengan kesanggupan. Allah Maha Meringankan.
DeleteTurut berduka cita mbak... Semoga almarhum dan almarhumah diterima amal ibadahnya dan diampuni dosanya...
ReplyDeleteSalut banget sama mbak dan keluarga yang menjunjung tinggi kejujuran... Sementara di tempat lain, ribuan orang zalim tetap jalan2 meski positif covid...
Masya Allah ... moga jadi amal jariyah kedua orang tua kami, Mbak.
DeleteInnalillahi wa innaailaihi roojiuun. Allahumagfirlahum warhamhum wa aafiihum wa'fuanhum.
ReplyDeleteAamiin. Terima kasih.
DeleteInnalillahi wa innaailaihi roojiuun. Allahumagfirlahum warhamhum wa aafiihum wa'fuanhum.
ReplyDeleteAamiin, terima kasih, Abby.
Deleteإنّا لله و إنّا إليه راجعون
ReplyDeleteSemoga amal ibadah kedua orang tua mba niar di terima Allooh subhana wata'ala.
Dan kepada yg di tinggalkan di beri ketabahan serta kesabaran. Aamiin.
Turut berduka cita, mba Niar. Semoga keluarga diberi ketabahan untuk menjalani kehidupan. Insya Allah syahid ya, karena berjuang melawan penyakit di masa pandemi.
ReplyDelete