Mengelola Limbah Rumah Tangga di Masa Pandemi Covid-19

Bagaimana mengelola limbah rumah tangga di masa pandemi covid-19 dipaparkan dengan gamblang oleh Ibu Tini Martin Tapran dalam City Talk yang diselenggarakan oleh Bandung Food Smart City tanggal 2 Juli lalu melalui aplikasi Zoom Cloud Meetings.

Ibu Theresia Gunawan, Koordinator Bandung Food Smart City memperkenalkan Bandung Food Smart City sebagai program kerja sama dengan pemerintah Kota Bandung dengan beberapa NGO seperti GSSI dan Ketapang Kita. Beliau memperkenalkan Ibu Tini – nara sumber acara ini sebagai “ibu zero waste”.

mengelola limbah rumah tangga

3 Masalah Besar Terkait Sampah

 

Ibu Tini adalah Ketua Yayasan Generasi Semangat Selalu Ikhlas (GSSI) – kolaborator dari Bandung Food Smart City yang tergabung di dalam KETAPANG – Ketahanan Pangan, Kolaborasi Antar Warga. Misi GSSI adalah “masyarakat bahagia dengan lingkungannya dan saling berinteraksi”.

Masya Allah, dalam perkenalan dalam presentasinya, saya membaca aktivitas yang luar biasa dari Ibu Tini ini dalam hal pengelolaan sampah dan zero waste. Beliau juga sebagai Koordinator forum Bandung Juara Bebas Sampah (BJBS), peserta Zerowaste Academy di Manila, Filipina (2017), fasilitator tutor MOHI Kota Bandung (2013 – 2016), dan peserta Jambore Indonesia Bersih dan Bebas Sampah di Aceh, Bali, dan Malang (2017, 2018, dan 2019).

Ibu Tini menyatakan keprihatinannya akan 3 hal yang menjadi masalah besar bersama saat ini, yaitu:

  • Tercampurnya berbagai jenis sampah.
  • Pada masa pandemi sekarang ini, sampah tercampur juga dengan limbah infectious tapi bukan berasal dari dunia medis, seperti masker bekas pakai.
  • Gunungan sampah di TPA ternyata kebanyakan merupakan sampah organik dengan bau busuknya yang luar biasa.

Masalah sampah menjadi tantangan tersendiri, misalnya longsornya sampah di TPA Leuwigajah tahun 2005 hingga merenggut 147 korban jiwa. Pada tahun 2015, Indonesia dikenal sebagai negara peringkat kedua penghasil sampah plastik ke laut dan pada tahun 2017 Citarum merupakan sungai yang paling tercemar sedunia.

Tini Martini Tapran
Masing-masing punya peran di bumi ini.

Sebelumnya, Bu Bebi sang moderator mengingatkan apa yang pernah dimuat di website Bandung Food Smart City bahwa Indonesia merupakan negara yang peringkat kedua setelah Arab Saudi perihal membuang-buang makanan. Setiap tahun, ada 13 juta ton sisa makanan terbuang oleh penduduk negara ini yang mana setara dengan 500 X berat Monas!

 

Pisahkan Sampah Sejak Awal: Amanat Undang-Undang

 

Menurut Bu Tini, kunci solusinya adalah pisahkan sampah sejak awal. Di mana itu sejak awal? Dari rumah tentunya, sebagaimana amanat pasal 12 ayat 1 UU nomor 18 tahun 2008 yang menyatakan:

Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.

Adapun bagaimana pengelolaannya, dalam ayat 2 disebutkan:

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.

Ibu Tini memaparkan bagaimana cara mengatasi sampah pada masa pandemi ini karena ada tantangan baru sehubungan dengan sampah masker dan meningkatnya penggunaan plastik yang menimbulkan kenaikan volume sampah plastik sejak masa work from home dan pembelajaran daring.

 

Mengatasi Masalah Sampah Secara Sederhana pada Masa Pandemi

 

Apa yang bisa kita lakukan pada masa pandemi ini untuk mengatasi sampah, sederhananya adalah:

  • Melakukan pengurangan sampah dengan menggunakan masker guna ulang dari bahan kain tiga lapis, juga membawa alat makan/minum sendiri dalam rangka mengurangi timbunan sampah.
  • Memisahkan sampah dan mengolahnya sesuai kemampuan. Hal ini juga untuk melindungi para petugas kebersihan agar tidak terkontaminasi dengan sampah infectious.
  • Mengurangi potensi sampah yang akan timbul (misalnya ketika berbelanja online usahakan jangan menggunakan plastik pembungkus, kalau perlu “cerewet” di kolom chat dengan penjual) serta memanfaatkannya dengan tanam-menanam.

Ibu Tini meyakin pandemi ini adalah cara alam memulihkan dirinya sendiri dan sedang menyesuaikan “daya dukungnya”. Nah, ke depannya kita perlu tahu apa yang sebaiknya dilakukan karena ada perbedaan menyolok bagaimana memperlakukan lingkungan dan sampah.

Peserta Bandung City Talk
Para peserta Bandung Food Smart City.

Perbedaan Pengelolaan Sampah dan Alam Abad XX dan Abad XXI

 

Ada perbedaan menyolok pengelolaan sampah dan alam pada abad ke-20 dan 21.

Pada abad ke-20 yang dilakukan adalah:

  • Waste management – mengelola sampahnya saja.
  • The key issue: safety
  • Linear economy – mengambil sumber daya alam, mengolahnya, menggunakannya, dan membuangnya begitu saja setelah dipakai.

Pada abad ke-21 yang dilakukan adalah:

  • Resource management – pengelolaan sumber daya. Hal ini harus dilakukan karena sesungguhnya sumber daya terbatas, tidak bisa kita mengambilnya terus-terusan tanpa mempertimbangkannya pada masa depan, bagaimana anak-cucu kita nanti.
  • The key issue: sustainability – keberlangsungan adalah kuncinya.
  • Circular economy – sesedikit mungkin menghasilkan sampah yang akan menjadi limbah. Jangan kumpul-angkut -buang berulang kali sehingga sampah teronggok lalu menumpuk di TPA.

 

Circular Material

 

Dalam presentasinya, Ibu Tini menjelaskan mengenai istilah “circular”. Jadi, alam ini memiliki sistem yang tersusun sedemikian rupa sehinga dapat berlangsung terus-menerus. Sistem alam umumnya berbentuk daur atau siklus (siklus air, rantai makanan, dan lain-lain), di mana materi digunakan berulang-ulang tanpa berkurang ataupun terbuang. Satu-satunya masukan dari luar sistem adalah cahaya matahari yang berlimpah di bumi.

Menciptakan circular material sederhana di rumah tangga contohnya adalah:

Memisahkan sampah organik – memanfaatkan dengan mengompos atau regrow – media tanam/menumbuhkannya kembali – tanaman yang ditanam sendiri – panen – masak – makanan yang masih bisa dimakan, dimakan – memisahkan sampah organik. Berulang terus siklusnya terus-menerus hingga tak ada yang terbuang.

Well inilah gaya hidup minim sampah makanan dan zero waste. Bahan organik dimanfaatkan untuk/oleh manusia. Jika tidak bisa maka berikan pada binatang sisa-sisa makanan kita. Jika tidak bisa juga, kembalikan ke alam. Nah, materi organik itu digunakan berulang kali tanpa berkurang ataupun terbuang, ya.

Kuncinya hanya satu, “Ketika kita mempunya material organik, dari alam kembali ke alam, se-simple itu,” ujar Bu Tini setelah mengemukakan bahwa kita “dibantu oleh tanah yang berasal dari alam” untuk urusan ini.

Circular material
Kiprah Bu Tini dalam circular material. Sumber: materi
Ibu Tini.

Bu Tini tak hanya berbicara lho untuk urusan ini, beliau mempraktikannya, di antaranya mengolah sendiri sampah makanan, menumbuhkan dan memanfaatkan tanaman bersama warga sekitar. Bahkan Bu Tini menghasilkan buku cerita anak berjudul Tiwi dan Pusaran Kehidupan yang berkisah mengenai circular material, dari alam kembali ke alam.

Masya Allah, wawasan saya terbuka banyak dalam acara online ini. Ibu Tini benar-benar menjalankan perannya dengan sangat apik, sesuai dengan “kepingan puzzle” yang dibawanya sebagaimana quote beliau dalam slide terakhir presentasinya:

We are like the pieces of a puzzle that when put together will create a beautiful picture.

Makassar, 1 Agustus 2021

Baca juga:




Share :

21 Komentar di "Mengelola Limbah Rumah Tangga di Masa Pandemi Covid-19"

  1. masya Allah.. pengelolaan limbah rumah tangga PR banget nih mba.
    Jadi dari alam kembali ke alam ya. Mau nyobain ngelola dan bikin kompos kecil2an, belum terlaksana. Di lingkungan rumah aku ada lahan. Smoga bisa mengikuti jejak bu Tini..

    ReplyDelete
  2. Sepakat dengan apa yang dikatakan sama bu Tini, bahwa pandemi ini adalah cara alam memulihkan dirinya sendiri dan sedang menyesuaikan “daya dukungnya”.
    Nah, ke depannya jadi PR banget ini soal mengelola limbah rumah tangga yang terus menerus menjadi hal yang riskan sekarang ini.
    Penting kita perlu tahu apa yang harus dilakukan ya Mak, setidaknya sampah RT aku memilah2 dari rumah.

    ReplyDelete
  3. Salut dengan para pejuang lingkungan hidup, memang benar alam ini memiliki sistem yang tersusun sedemikian rupa sehinga dapat berlangsung terus-menerus, itu sebabnya ktia kenal siklus air, rantai makanan, etc

    ReplyDelete
  4. Duh, masih banyak nih pr saya dalam mengelola sampah rumah tangga... Apalagi di masa pandemi ini selalu belanja online, bubble wrap sampai numpuk...
    Penasaran juga sama buku cerita anaknya bu tini...

    ReplyDelete
  5. Kalau belanja online terus minta jangan pakai plastik pembungkus, terus pakainya apa, Mbak Niar? 😁
    Ah iya nih, PR sampah organik kami banyak, biasanya sih dihabisin sama ayam. Sekarang ayamnya udah dijual sih #malahcurhat

    ReplyDelete
  6. Iya mbak, aku juga sudah mulai memilah sampah, sampah anorganik aku pisah dengan sampah organik, biasanya yg organik ini aku olah sendiri jadi pupuk tanaman

    ReplyDelete
  7. Aku sangat berharap kalau ilmu seperti ini disebarkan ke akar rumput, ke ibu-ibu PKK, edukasi bagi perangkat desa. Kenapa? Agar semua ini bisa diterapkan ketiap rumah tangga, agar kita ngga hanya jalan ditempat saja.

    ReplyDelete
  8. Selama pandemi ini, sampah di rumah kami nambah dari masker, handstanizer, botol vitamin, kaplet suplemen dan juga berbagai multivitamin, hehehe. kalo botol yakult udah deh, sekarung. Butuh diolah nih

    ReplyDelete
  9. banyak hal sederhana yang bisa kita lakukan untuk membantu menjaga keindahan bumi kita ya mba. Mengubah kebiasaan akan membawa banyak dampak

    ReplyDelete
  10. Ingin bumi ramah lingkungan dan bebas sampah memang harusnya dimulai dari tatanan terkecil dalam sebuah masyarakat yaa, kak Niar.
    Aku merasa belum bisa menjadi baik untuk mengolah sampah ini..heuheuu..
    Dan masih dalam tahap "No Plastic"..

    ReplyDelete
  11. Kenapa jadi nyesel ga ikut acara ini. Hiks... bagus banget.
    Meski penanganan sampah abad XX dan XXI di atas baru dikerjakan segelintir orang,tapi postingan ini semoga jadi ajakan untuk segera meninggalkan cara lama. Limbah yang dikelola dengan baik sejak awal akan menjadi hadiah bagi diri sendiri karena lebih sehat dan hemat, serta hadiah untuk bumi dan semua makhluknya

    ReplyDelete
  12. Sejauh ini sampah sayuran kulit buah aku camour di tanah yang asa di taman mbk hehe. Kalau untu plastik, sebisa mungkin kalau belanja selalu bawa tas sendiri, bener-bener mengurangi sampah plastik

    ReplyDelete
  13. Jadi ingat di awal pandemi, kok sampah lebih banyak bekas makanan. PR banget kalau belum diangkut truk sampah, baunya aduh ampun. Akhirnya semenjak itu memilah sampah, lumayan bisa mengajari anak bijak dalam sampah juga. Acara ini menarik banget, andai tahu pengen ikutan.

    ReplyDelete
  14. Penting banget mengelolah limbah sampah apalagi di masa pandemi, kalau di kampung paksu masyarakat biasanya gotong royong

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bagus tuh mam kalau masyarakatnya bergotong-royong. Mempertahankan ciri khas masyarakat kita sekaligus merawat lingkungan ya.

      Delete
  15. Berasa ditampar mbak baca ini, bagus banget webinarnya. Saya pribadi masih belum mampu konsisten memisahkan sampah, masih setia ngajarin diri sendiri dan anak-anak buat buang sampah ditempatnya. Semoga bisa ikut membantu memillah sampah sari rumah. Mungkin karena saya di kota (beda dengan rumah ibuk di desa) kurang lahan buat nanem nanem dan naruk naruk sampah organik jadi penyebab gak konsisten buat milah sampah.

    ReplyDelete
  16. Ternyata ada undang-undangnya ya tentang pengelolaan sampah rumah tangga,UU nomor 18 tahun 2008. Saya kira cuma gerakan dari aktivis lingkungan gitu. Seandainya setipa rumah mematuhi UU ini, pasti nggak akan muncul banyak masalah berkaitan dengan sampah ya

    ReplyDelete
  17. Aku sedang belajar bikin eco enzym buat sampah basah dapur. Seharusnya juga sama bio pori tapi kesulitan alat. Pengen banget bisa zero waste di rumah dan mewariskan ke anak2. Nah acara kek gini ini penting banget menurutku karena kalo makin banyak yg sadar bayangin sampah akan brkurang drastis dan lingkungan di tempat masing2 jadi lebih subur

    ReplyDelete
  18. Memisahkan sampah plastik dengan jenis sampah lain masih PR besar buat saya. Saya terlalu cerewet untuk urusan ini karena ada tiga orang di rumah yang susah dikasi tahu. Buang sampah buang saja. Mau itu sampah basah atau kering, langsung saja dibuang di tempat yang sama, jadi sering kesal.

    ReplyDelete
  19. Aduh PR banget ngurusin sampah ini. Paling banter kalau aku selalu ngabisin makanan yamg dimasak atau diolah kembali jadi makanan lain biar gak dibuang. Kalau potongan sayuran biasanya aku kasih ke suami buat pakan jangkrik. Tulang-belulang kasih ke kucing dekat rumah.

    ReplyDelete
  20. Aku setuju sekali mba. Ini bisa dimulai dari rumah masing2 karena sejujurnya sampah rumah tangga ini yang paling banyak menyumbangkan polusi setiap harinya. Kita bener2 harus aware

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^