Bijak Pakai Energi untuk Adaptasi Perubahan Iklim

Bijak Pakai Energi untuk Adaptasi Perubahan IklimSuhu di Makassar memang panas. Saya pun terbiasa tanpa AC sehari-harinya, tubuh saya sudah terbiasa bersahabat dengan hawa panas. Namun mengapa kali itu saya merasakan panas yang luar biasa sampai-sampai berkali-kali keringat berjatuhan dan masuk ke mata. Membuat mata saya berkedip-kedip karena merasa perih.

Rupanya kali itulah ketiga kalinya dalam sejarah, suhu udara di Makassar mencapai 38 derajat, tepatnya 38,2oC. Suhu pada 20 Oktober itu ternyata mencapai rekor untuk tahun 2019 lalu! Kalau mengalami hal tak terduga seperti ini, ingatan saya melayang ke dekade 80 – 90-an, di mana cuaca masih begitu teraturnya.

Pada masa-masa itu, musim hujan pasti terjadi sepanjang Oktober – April sementara kemarau berlangsung Mei – September. Keteraturan itu tak ada lagi pada masa sekarang. Di kota Makassar, sepanjang Januari hingga penghujung April ini hanya sesekali saja turun hujan.

Adaptasi Perubahan Iklim

Perubahan Iklim di Makassar


Namun istilah cuaca ekstrem sudah mulai mengemuka di awal 90-an. Suhu yang lebih panas daripada 20 Oktober lalu itu pernah juga terjadi dengan dipengaruhi El Nino, sebesar 39,5OC pada November 1997 dan sebesar 38,6OC pada Desember 1992.

Lalu, bagaimana cuaca saat ini? Well, sepanjang masa WFH (work from home) yang telah berlangsung hampir 2 bulan ini, cuaca kota Makassar rata-rata mendung tetapi berhawa panas dan sesekali hujan gerimis turun membasahi bumi.

Ibu Dwikorita Karnawati – Kepala Badan Meteorologi Klimatalogi dan Geofisika (BMKG) mengatakan:
“Hujan intensitas esktrem itu ada siklusnya, tapi tampaknya siklus itu semakin memendek. Yang biasanya 10 tahunan, 20 tahunan menjadi hanya dalam waktu 5 tahun atau kurang.”

Menurut Ibu Dwikorita lagi, adanya perubahan iklim menjadi salah satu penyebab mengapa siklus hujan esktrem memendek adalah faktor lingkungan. Pernyataan tersebut dilansir oleh Okezone, pada 3 Januari 2020 dan dikutip oleh Rakyatku.com.

Perubahan iklim di Makassar
Berita tentang cuaca ekstrem 2019.

Ya, PERUBAHAN IKLIM menjadi topik yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Banyak manusia yang menyadarinya adanya perubahan iklim dan menyadari dampaknya kelak, pada masa depan. Oleh karena itu, perlu diantisipasi sebisa mungkin.

Perubahan Iklim Global dan Andil Manusia


Tahu kan, kawan bahwa sebagian panas bumi dari matahari itu terperangkap di atmosfer karena adanya beberapa jenis gas. Gas-gas yang menangkap panas tersebut dikenal sebagai gas rumah kaca (GRK) karena cara kerjanya yang seperti rumah kaca (green house).

Tahu kan bahwa di dalam rumah kaca itu sebenarnya suhunya senantiasa diatur supaya cukup hangat sehingga tanaman dapat tumbuh. Nah, terperangkapnya panas oleh gas-gas di atmosfer dikenal dengan istilah “efek rumah kaca”.

Nah, sebenarnya efek rumah kaca ini kita perlukan agar permukaan bumi cukup hangat untuk didiami. Namun aktivitas manusia membuat konsentrasi gas rumah kaca semakin tinggi dan menyebabkan suhu permukaan bumi semakin panas, terjadi pemanasan global atau global warming sehingga terjadilah perubahan iklim.

Efek rumah kaca
Efek Rumah Kaca (green house).
Sumber: http://campaign-pelangi.or.id

Nathan Steiger – ilmuwan atmosfer dari Columbia University yang mempelajari dampak variasi iklim terhadap peradaban manusia, dilansir How Stuff Works (15/9/2019), sebagaimana dikutip oleh Kompas.com mengatakan bahwa:
Secara historis, masyarakat paling terkena dampak oleh peristiwa iklim yang sama yang terjadi saat ini, yakni panas dan dingin yang ekstrim dan berkepanjangan, kekeringan dan juga banjir. Sering kali perubahan iklim di masa lalu terjadi bukan karena kesalahan mereka sendiri. Tapi kadang-kadang diperburuk oleh kesalahan manajemen manusia terhadap lingkungan.

Aktivitas Manusia yang Berpengaruh Terhadap Perubahan Iklim


Ada hal-hal yang sehari-harinya tak bisa lepas dari manusia yang berpengaruh terhadap perubahan iklim, lho. Bukan hanya satu orang, bisa jadi miliaran orang menggunakannya pada saat yang bersamaan sehingga dampaknya menjadi global dan berkelanjutan, misalnya:

a. Penggunaan bahan bakar fosil.


Emisi dari pembangkit listrik dan kendaraan bermotor yang bahan bakarnya bersumber dari fosil (seperti minyak bumi dan batu bara) adalah sumber utama CO2 (karbondioksida). Gas ini merupakan gas rumah kaca yang pengaruhnya terbesar terkait perubahan iklim. CO2 juga banyak  terkandung pada pohon sehingga kebakaran dan penebangan hutan menyebabkan meningkatnya konsentrasi GRK.

b. Penggunaan plastik.

Di lautan, sampah plastik low-density polyethylene (LDPE) yang biasa dipergunakan untuk kantong makanan beku dan pelapis karton susu terus bertambah. Ketika matahari bersinar, terjadi proses yang “foto-degradasi” atau pembusukan plastik. Saati itu plastik melepaskan gas rumah kaca. Menyedihkannya, emisi gas rumah kaca dari plastik ini dapat terus berlanjut hingga matahari telah terbenam.

Jika plastik terus-menerus kena sinar Matahari maka semakin lama akan rusak dan menjadi potongan-potongan kecil yang disebut mikroplastik. Plastik yang sudah menjadi potongan kecil ini akan semakin mudah untuk terurai menjadi gas.

Sampah plastik dan perubahan iklim
Sampah plastik di tepi laut. Sumber: Greenpeace.
Dari https://coaction.id/.

c. Sampah dan sampah.

Sampah organik yang dibuang dan dibawa ke TPA. Ketika sampah yang posisinya terbawah mengalami pembusukan maka terbentuklah gas metana. Gas metana yang termasuk gas rumah kaca ini dapat merusak lapisan ozon dan mengakibatkan perubahan iklim (WWF, n.d.).

Pun pembakaran sampah dapat menghasilkan GRK seperti CO2, N2O, NOx, NH3, dan karbon organik. CO2 menjadi gas utama yang dihasilkan oleh pembakaran sampah dan dihasilkan lebih tinggi dibandingkan emisi gas lainnya (Johnke, n.d.).

d. Penggunaan AC dan produk semprot.

Penggunaan gas-gas untuk freon AC dan campuran produk kaleng semprot serta proses produksi beberapa industri, terutama peralatan listrik, juga menghasilkan GRK.

International Energy Agency, organisasi nonpemerintah yang mewakili 30 negara termasuk AS menerbitkan laporan terbaru yang menyebutkan bahwa sekira 1,6 miliar unit AC di seluruh dunia telah memakan sekitar 10% listrik dunia. Diperkirakan dalam 30 tahun ke depan jumlah penggunaan AC bisa melonjak hingga 3 kali lipat atau sekira 5,6 miliar unit pendingin ruangan di seluruh dunia.

Adaptasi Perubahan Iklim
Penggunaan AC menyumbang terjadinya gas rumah kaca.

Laporan ini juga memperkirakan pada tahun 2050, AC bertanggung jawab atas 15% emisi karbon yang terhubung ke listrik. Emisi akan memperburuk global warming dan membuat beberapa daerah di bumi lebih panas dan iklim menjadi sulit diprediksi.

Apa yang Bisa Kita Lakukan untuk Mengantisipasi Perubahan Iklim?


Pertanyaan di atas kemudian menjadi hal yang harus kita pikirkan. Jawabannya adalah, ada 2 hal:
  • Mitigasi, yaitu dengan mengurangi emisi GRK hasil aktivitas kita di atmosfer. Misalnya dengan menggunakan sumber energi yang lebih bersih (seperti beralih dari batu bara ke gas), menggunakan biomassa, atau sumber energi terbarukan.
  • Adaptasi, yaitu dengan mempersiapkan diri untuk hidup dengan berbagai perubahan akibat perubahan iklim, baik yang telah terjadi maupun mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi.

Nah, terkait mitigasi dan adaptasi ini, menjadi topik pembicaraa pada streaming RUANG PUBLIK KBR oleh Kantor Berita Radio pada Jumat 15 Mei pukul 9.00 – 10.00 WIB.

Dipandu oleh host Don Brody, dan dua nara sumber: Verena Puspawardani – Direktur Program Coaction Indonesia dan Andrian Pram – Penasihat Komunitas Earth Hour, pembicaraan berangkat dari perubahan keadaan pada masa pandemi.

Bijak Pakai energi - Perubahan Iklim

Mengetengahkan topik Bijak Menggunakan Energi di Tengah Pandemi, perbincangan ini mulanya membahas perubahan perilaku kita pada masa pandemi. Seperti penggunaan kendaraan bermotor yang tidak lagi seperti sebelum masa pandemi sehingga langit terlihat lebih biru daripada biasanya.

Pola Hidup Bijak pada Masa Pandemi.


Namun ada yang perlu diantisipasi selain perubahan kondisi ekonomi kita, yaitu makin besarnya sampah rumah tangga dan penggunaan listrik yang semakin besar. Karena mau tidak mau, ya ... selama di rumah saja, kebutuhan akan listrik lebih besar, terlebih bagi yang menggunakan AC.

Saat pandemi ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat adanya peningkatan konsumsi listrik rumah tangga dan gas dalam beberapa waktu terakhir akibat pola aktivitas masyarakat berubah. Bagaimana tidak, hampir seluruh kegiatan dilakukan di dalam rumah!

Kebutuhan belanja online pun meningkat, seiring dengan meningkatnya sampah karena makin sering memasak sendiri. Dampaknya, sampah kemasan – termasuk sampah plastik dan sampah organik meningkat.

Belanja online meningkat
Belanja online meningkat 400%.
Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/

Memang secara umum, penggunaan sumber enegi di industri menurun, demikian juga penggunaan bahan bakar menurun secara global. Namun penting untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam rumah tangga, terkait pemakaian listrik dan sampah rumah tangga.

Bijak menggunakan energi.


“Jangan mumpung di rumah jadi kita pakai apa saja yang ada di rumah. Tetap ada gaya hidup yang harus dipertahankan selama di rumah nanti setelah pandemi berakhir akan jadi gaya hidup yang lebih baik. Walaupun konsumsi di rumah meningkat, penggunaan (energi) dipakai secara bijak,” ujar Mbak Verena. 

Untuk saat ini, sebagian besar masyarakat kita masih tergantung pada listrik, belum beralih kepada energi terbarukan. Kebijakan pemerintah pun, seperti yang diakui oleh Mbak Verena, belum berpihak kepada energi terbarukan. Sementara sebagaian besar produksi listrik masih tergantung pada energi fosil padahal sumber energi fosil akan habis 20 – 30 tahun ke depan.

Mas Adrian menceritakan mengenai kearifan lokal masyarakat pedesaan yang bisa diadaptasi dalam penggunaan energi.
“Kekhasan masyarakat daerah mereka sudah menerapkan gaya hidup yang memang sederhana dan bijak terhadap energi seperti penggunaan ventilasi, filosofi rumah panggung sederhana yang bisa mengatur suhu udara secara alami. Juga penggunaan atap yang menghalang sinar matahari untuk tidak langsung menembus tembok sehingga suhu sedikit terhalang, tidak langsung masuk ke rumah,” ucap lelaki dari Earth Hour Cimahi ini.

Mbak Verena menekankan mengenai penggunaan listrik seperti saat charging HP, cabut dari stop kontak jika sudah selesai di-charge. Laptop juga dicabut dari listrik setelah di-charge. Matikan jika tidak perlu. Tidak perlu charge sampai 100 persen baterenya tanpa dicabut. Memasak air pun jangan sampai luber. Masak dan pakai seperlunya.

Terkait penggunaan listrik, Mas Adrian mengingatkan bahwa sebenarnya banyak yang bisa kita lakukan di rumah. Misalnya nih, kita perlu tahu beberapa vampire energi, seperti modem internet 4 watt per jam, DVD player 15 watt per jam, dan TV 15 watt per jam.

Bijak Pakai Energi
Talkshow KBR juga ada di YouTube.

Penting untuk menggunakannya secara bijak dengan mematikannya maupun mencabut dari colokan ketika tak digunakan sebab secara tidak sengaja vampire energi tersebut terekam pada kwh meter kita.

Saya setuju dengan apa yang diungkapkannya kemudian, yaitu bahwa jika berangkat dari kesadaran dan kepedulian, kita bisa meniru. Tentang sirkulasi udara dalam bangunan misalnya, sampaikan kepada arsiteknya seperti apa bangunan “hemat energi” yang diinginkan.

Bijak berbelanja online.


Mas Don kemudian menyinggung survei akhir Maret lalu (oleh Telunjuk.Com) mengenai belanja online yang aktivitasnya meningkat hingga 400% di seluruh dunia. Di satu sisi, ini pertanda baik namun di sisi lain, sampah kemasan yang sebagiannya terbuat dari plastik menjadi sisi negatif dari aktivitas ini. Sering kan kita temui, satu paket kemasannya berlapis-lapis?

“Belanja online, berdampak sampah kemasan. Tak semua provider care dengan dampak sampah plastik dan memberikan kemasan minimal,” Mbak Verena menanggapi perihal sampah kemasan belanja online.

Mbak Verena menyarankan agar mengupayakan membeli dalam jumlah besar. Misalnya membeli kopi jangan satuan tetapi literan. Bagaimanalah diusahakan supaya sampah kemasan yang kita hasilkan seminim mungkin.

Kita yang harus memilih dan mengontrol, yaitu dengan mencari yang memang benda yang bisa dibungkus dengan tidak terlalu banyak atau belinya sekaligus jadi sekali paket dikirim. Usahakan untuk membeli beberapa jenis dari tempat yang sama ketimbang membelinya dari toko-toko berbeda.

Inilah talkshow Ruang Publik: Bijak Pakai Energi di Masa Pandemi.
Sumber: channel YouTube KBR.

Bijak mengonsumsi pangan.


Mbak Verena menginatkan pentingnya mempertimbangkan makanan yang dikonsumsi selama Ramadhan, jangan sampai berlebih dan terbuang.

Data Barilla Center for Food & Nutrition pada 2016 menunjukkan, Indonesia sebagai pembuang makanan kedua terbanyak di dunia setelah Arab Saudi. Menurut data tersebut juga, setiap tahun, satu orang Indonesia membuang sekitar 300 Kilogram (kg) makanan.

Coaction.id menuliskan bahwa Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) menyampaikan bahwa lebih sedikit makanan terbuang dan menjadi limbah akan mengarah pada penggunaan lahan yang lebih efisien dan pengelolaan sumber daya air yang lebih baik akan berdampak positif pada perubahan iklim dan mata pencaharian.

Data FAO tersebut menyebutkan, setidaknya sepertiga dari bahan makanan yang diproduksi di seluruh dunia atau sekitar 1,3 triliun ton, menjadi food loss dan food waste. Selain itu limbah makanan menghasilkan 3,3 miliar ton karbondioksida yang mempercepat perubahan iklim global.

Mas Adrian menyayangkan Indonesia menjadi penyumbang sampah organik terbesar kedua di dunia padahal sebenarnya sampah bekas makanan ini sebenarnya bisa diolah jadi pupuk, jadi bio gas. Dirinya mengajak para pendengar KBR menjadi konsumen cerdas dengan membuat bucket list ketika akan berbelanja sehingga tidak mudah lapar mata dan menjadi lebih terencana.

***
Sumber energi terbarukan angin
Sumber energi terbarukan menggunakan angin.

Pada akhirnya semuanya memang kembali kepada manusia, kepada kita yang menjalani kehidupan. Langkah yang paling logis dan aman diambil adalah beradaptasi dengan perubahan yang terjadi yang tak dapat kita tolak, seperti perubahan iklim dan perubahan tata cara kehidupan sejak masuk masa pandemi.

Sebab kemungkinan menikmati sumber energi terbarukan untuk menggantikan sumber energi minyak bumi dan batu bara yang kita gunakan saat ini masih jauh dari harapan.

Mengapa?

Karena, seperti yang disampaikan oleh Mbak Verena, meskipun potensi ketersediaan energi terbarukan sangatlah memungkinkan di Indonesia karena negeri kita berlimpah angin, air, gelombang laut, termal laut, dan panas bumi namun dukungan pemerintah belum maksimal dan masih harus didorong. Realitanya target energi terbarukan sangatlah kecil, yaitu 23% sampai tahun 2025.

Jadi yang bisa kita lakukan untuk saat ini dan beberapa waktu ke depan adalah beradaptasi untuk mengadakan kehidupan normal yang baru.

Makassar, 18 Mei 2020

Saya sudah berbagi pengalaman soal climate change. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Climate Change" yang diselenggaraakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis". Syaratnya, bisa Anda lihat di sini: https://bit.ly/LombaBlogPerubahanIklimKBRIxIIDN

Tulisan ini diikutkan lomba blog KBR.

Tambahan referensi:
  • https://www.tagar.id/suhu-makassar-382-derajat-terpanas-di-tahun-2019, diakses 18 Mei 2020, pukul 12:16.
  • https://news.detik.com/berita/d-4754032/suhu-makassar-tembus-rekor-terpanas-di-bulan-oktober
  • diakses 18 Mei 2020, pukul 12:26.
  • http://news.rakyatku.com/read/175403/2020/01/04/bmkg-prediksi-siklus-hujan-intensitas-ekstrem-bakal-lebih-pendek, diakses 18 Mei 2020, pukul 12:35.
  • https://www.mugniar.com/2013/02/sinergi-dalam-adaptasi-perubahan-iklim.html
  • https://www.mugniar.com/2014/04/pentingnya-adaptasi-perubahan-iklim.html
  • https://www.mugniar.com/2014/04/pentingnya-penyebaran-informasi.html
  • https://sains.kompas.com/read/2019/09/26/111700223/apa-bedanya-pemanasan-global-dengan-perubahan-iklim-?page=all, diakses 18 Mei 2020, pukul 13:30.
  • https://envihsa.fkm.ui.ac.id/2020/02/28/ehi-feb-march/, diakses 18 Mei 2020, pukul 13:45.
  • https://sains.kompas.com/read/2018/05/17/110800623/studi--ada-5-6-miliar-unit-ac-pada-2050-bikin-perubahan-iklim-memburuk, diakses 18 Mei 2020, pukul 13:53.
  • https://coaction.id/ramadhan-niat-mengurangi-hawa-nafsu-nyatanya-jajan-melulu-momen-ramadhan-dan-permasalahan-limbah-sisa-makanan-food-waste/, diakses 18 Mei 2020, pukul 17: 03.
  • https://www.cnbcindonesia.com/news/20200417171801-4-152773/sejak-ada-psbb-jokowi-belanja-ritel-online-melonjak-400/, diakses 18 Mei 2020, pukul 17: 27.



Share :

26 Komentar di "Bijak Pakai Energi untuk Adaptasi Perubahan Iklim"

  1. Perubahan iklim ini memang sdh sangat terasa ya mba..terutama oleh para petani yg terdampak langsung. Terima kasih sdh sharing materi ini, mengingatkanku utk bijak menggunakan energi sebagai bentuk tanggung jawab kita ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Mbak, iya kita semua terdampak ya.

      Delete
  2. Bahasan yang tiap tahun nggak boleh lupa ini. Perubahan iklim ,efek rumah kaca, dsb dll. Kita punya andil didalamnya hanya bisa meminimalisasikan penggunaan energi khususnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, setiap orang punya andil sendiri ya Mbak

      Delete
  3. iklim sudah mulai berubah-ubah nih bund
    beberapa hari lalu panas banget, dan sekarang hujan deras mengguyur disertai angin
    mudah-mudahan kita semua diberikan kekuatan mudah dalam beradaptasi dan menghemat energi

    ReplyDelete
  4. Perubahan iklim memang menjadi isu global ya, Kak. Kita sebenarnya bisa banget mengatasinya dari rumah meskipun membutuhkan usaha. Kondisi WFH ternyata malah membuat lonjakan kebutuhan energi, ya. Kadang nggak terpikirkan karena pemakaian AC pun masih sama. Olala, ternyata laptopku nyolok terus 24 jam. Ngeri banget ini, huhuhu ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga baru akhir-akhir nyadar dengan laptop yang terpasang dan sudah mulai menerapkan lepas laptop dari colokan saat selesai digunakan malam hari, Mbak. Gpp deh terlambat sadarnya yang penting masih bisa menyadari hehe.

      Delete
    2. Kalau di rumah kami yang nyolok hampir 24 jam itu charger hp. Empat sampai charger lagi... 😞

      Delete
  5. Wah tulisan yang panjang, lengkap, jelas dan bergizi sekali mba. Jujur topik tentang perubahan iklim yang ekstrem ini bikin aku takut apalagi aku tinggak di kota besar. Jadi kerasa sekali perubahan iklimnya. Kalau lagi musim hujan aku udah khawatir aja daerahku kena banjir dan kalau musim kemarau aku khawatir ga punya air. Karena pernah kami ga punya air dan sampai memintabke tetangga. Aduh itu rasanya sungguh ga nyaman. Makanya kita harus bisa melakukan mengurangi penyebab perubahan iklim eksrem ini ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya Allah, semoga setelah tidak sampai minta air ke tetangga ya Mbak. Iya, perubahan iklim ini harus segera kita sikapi bersama.

      Delete
    2. Iya, di kota besar tuh terasa banget perubahan iklim ini. Dulu di tempatku tinggal ini, ya, pukul lima sore tuh masih dingin di tahun 2007. Mulai 2010an, pukul 21.00 baru terasa dingin. Nah, lima tahun terakhir, pukul 01.00 dini hari baru terasa dingin. Itu pun pukul 05.00, dinginnya udah kabur. Tinggal sejuk-sejuknya aja, hiks ...

      Delete
  6. Duh saya nih AC menyala sepanjang hari, abis panasnya gak tahan. Belum lagi anak anak suka nyalain kipas angin dan TV tapi tak terpakai. Sepertinya saya harus mulai bijak dari sekarang

    ReplyDelete
  7. Mencegah perubahan iklim memang hrs dimulai dari rumah tangga ya kak..kalau sy setiap kepasar bawa kotak2 makan atau plastik yg sdh berkali pakai dan sdh sy cuci bersih...untuk beli ayam, ikan, daging, tahu tempe bumbu dapur ..dan sayur mayur..jadi tdk menggunakan kantong plastik yg baru..

    ReplyDelete
  8. Kak mugniar, ternyata pr saya banyak ya.. meskipun gak pake AC di rumah, tapi ternyata sampah dari pospak dan juga plastik belanja online cukup banyak ya Mba..
    Mh, i Will. Will do diet energy.

    ReplyDelete
  9. iya, kita harus bisa hidup new normal dengan memperhatikan keseimbangan energi
    karena di bumi inilah anak cucu kita bertumbuh

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah anak2 kami pelan pelan disadarkan untuk bijak pakai energi dari dulu. Sekarang gak perlu diminta lagi gitu melihat lampu nyala tidak terpakai auto ada yg matiin aja

    ReplyDelete
  11. Semakin ke sini, perubahan iklim terasa nyatanya ya. Aku jarang nyalain AC, palingan kalau berasa panas banget. Harus bijak ya dalam pengunaan energi.

    ReplyDelete
  12. Perubahan iklim memang ekstrim banget ya, mbak. Puasa ini, awal2 kmrn panas. Trus menjelang akhir, dinginnya bangetttt.

    Kita kudu hemat energi. Gimanapun diupayakan. Matikan AC sama matikan lampu pas nggak terpakai salah satunya

    ReplyDelete
  13. Aku belom pernah ke Makasar mbak dan aku baru tau kalau ada perubahan iklim seperti ini ya sampai suhunya panas banget gini...ya ampun...

    ReplyDelete
  14. wah ternyata target energi terbarukan masih sangat kecil ya, 23% sampai tahun 2025. Memang PR buat kita semua ini untuk bijak menggunakan energi demi beradaptasi pada perubahan iklim di bumi.

    ReplyDelete
  15. Sejak saya masih SMA sampai sekarang udah lebih dari 20 tahun, masih ini ini saja masalah kita ya mba. Hehehe. Memang bijak menggunakan energi ini gak bisa cuma dilakukan sendiri, harus solid, harus bersama-sama. Hanya saja, jangan pula lantaran melihat orang-orang pada masa bodoh, kita ikutan masa bodoh juga dengan menghambur-hamburkan energi. Cara sederhana bisa kita lakukan di rumah, mulai dari menghemat lampu listrik, pakai AC seperlunya, hindari penggunaan plastik, gunakan bahan daur ulang, dll.

    ReplyDelete
  16. Iya kak Niar...
    Aku juga kalau anak-anak ngeluh minta dinyalain AC malem-malem suka kasih solusi buka jendela sedikiitt aja.
    Uda cukup dingin kok.

    Alhamdulillah jadi hemat penggunaan listrik juga kaan..

    ReplyDelete
  17. Wah ada mbak Verena, dulu sempet ketemu dan ngobrol banyak saat acara WWF. Ngomongin peeubahan iklim, salah satu yg jadi konsen saya adalah bijak dalam hal pangan.
    Nggak berlebihan dalam mengkonsumsi sesuatu, dan mengikuti kaidah dan aturan yang dianjurkan soal makan memakan. Insyaa Allah dunia aman. Soalnya urusan perut yg berlebihan bikin boros energi, ya sampah bnyk, penggunaan listrik dan gas, plastik dll.

    ReplyDelete
  18. Iklim yang berubah-ubah tidak bisa dikira, panas banget jadi selalu pakai AC kipas angin dll. Duh padahal ini mempengaruhi banget. Mulai sekarang belajar lebih bijak lagi dalam penggunaan energi

    ReplyDelete
  19. Tulisannya kompliiit mbaa. Aku ngalamin tinggal di Makassar mulai tahun 94 atau 95. Awal bnget ngerasa Makassar itu panaas. Soalnya pindahnya dr Bandung yang dingin hehehe.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^