Menyayangi dan Memanjakan, Bedanya Seutas Rambut – Ketika dihubungi oleh Mbak Anisah Widyastuti, saya mencoba menolak. Akhirnya saya berani mengiyakan karena Mbak Anisah mengatakan bahwa kami ngobrol santai saja di Instagram live-nya yang bertajuk Wijayastuti Ngobras Episode 42. Hal ini saya tegaskan lagi ketika kami sudah siap memulai obrolan.
Mengapa Bukan
Bicara Parenting, Melainkan Berbagi Pengalaman
“Kita ngobrol santai saja
ya Mbak Anisa karena seperti yang saya katakan sebelumnya, saya takut membahas parenting
karena memang saya bukan pakarnya berhubung yang namanya ‘jadi orang tua’ itu
harus selalu belajar menjadi lebih baik lagi karena setiap situasi tidak pernah
sama persis. Di sisi lain, beberapa kali menulis
tentang pengalaman mengasuh anak, saya malah merasa langsung diuji oleh Allah,
seperti mendapatkan tanda tanya, apakah memang saya sudah ‘sebagus’ itu?”
Awalnya Mbak Anisah menawarkan topik mengenai anak yang picky eater, mungkin karena salah satu postingan Instagram saya memuat cuplikan topik tulisan mengenai daur ulang lauk sebagai gaya hidup minim sampah makanan. Di dalam tulisan itu saya sedikit bercerita tentang anak kedua yang picky eater. Saya menyarankan bagaimana kalau topiknya mengenai perbedaan antara menyayangi dan memanjakan.
Nah, nanti contohnya bisa
apa saja, bisa pula tentang anak yang pemilih makanan. Lalu, entah berapa kali
saya tekankan kalau saya masihlah sebagai ibu yang belajar. Karena 3 anak
dengan karakter berbeda, dengan situasi dan kondisi yang tidak pernah sama
setiap harinya, membuat saya butuh belajar dan belajar terus sampai akhir hayat.
Tergantung
Kebutuhan, Situasi, Kondisi, dan Visi Pengembangan Karakter
Tapii lagi-lagi, saya ngobrol
dengan Mbak Anisah bukan sebagai pakar karena memang saya bukan pakar. Di samping
itu, kebutuhan dan sikon (situasi dan kondisi) setiap keluarga berbeda.
Begitu pun pandangannya mengenai pengembangan
karakter atau pengembangan kepribadian anak. Jadi, tindakan yang saya lakukan kepada
anak-anak saya, bukan mustahil tidak disetujui oleh keluarga lain.
Menyayangi
Bukan Memanjakan
Contohnya, ketika dalam urusan
tidak memanjakan anak, saya suka memberikan pilihan kepada anak.
Misalnya ketika si sulung berusia 5 tahun dan kami bersiap ke rumah bersalin
untuk menghadapi proses persalinan si tengah, lebih 14 tahun yang lalu.
Waktu itu Affiq ingin membawa ranselnya yang sudah diisi bermacam barang kesayangannya. Tentunya akan merepotkan dalam dua hari ke depan. Lagi pula tak elok ada banyak mainan anak berserakan di dalam kamar di rumah bersalin meskipun hanya kami di dalamnya. Kalau kejadian, bakal ada yang menegur, “Kalian kira ini hotel, hah?” 😆
Karena si sulung berkeras
membawa segala perlengkapannya maka saya memberikannya pilihan: kalau dia
ngotot bawa ranselnya maka ranselnya ikut, dia tinggal tapi kalau dia mau ikut
maka ranselnya yang harus ditinggalkan di rumah. Kami hanya membawa barang-barang
seperlunya saja.
Nah, bagi seorang kawan
apa yang saya lakukan ini dia sebut sebagai “tindakan mengancam” yang
tak boleh dilakukan. Saya sih tidak sepaham dengannya tapi realitanya memang di
sekitar kita ada pertentangan seperti ini.
Perbedaan pola asuh bisa membuat seseorang menegur orang lain dan mengatakannya salah padahal perihal pola asuh bukanlah matematika, Kawan. Kalau dalam pelajaran Matematika 1 + 1 pasti sama dengan dua maka dalam pola asuh, yang pasti buatmu bukan hal yang mutlak bagi orang lain tapi tentunya ada nilai-nilai yang semua orang melihatnya sebagai nilai universal.
Nilai universal itu misalnya
ketika usia sudah tua tetapi masih orang tua yang sudah sepuh yang mengerjakan
segala sesuatu untuk urusan pribadi kita misalnya. Atau ketika seorang anak
menuntut harta kepada orang tuanya sampai di pengadilan. Hampir semua orang
akan setuju dua contoh ini bukan hal yang ditunjukkan oleh anak yang berbakti
dan biasanya dilakukan oleh anak manja.
Banyak psikolog yang
mengatakan memanjakan tidak baik. Para psikolog berpendapat bahwa peran
orang tua besar sekali membuat seorang anak menjadi manja. Menurut psikolog
Anna Surti Ariani yang saya kutip dari www.limone.id, ada 7 dampak buruk
memanjakan anak yang berpotensi merusak masa depannya, dua di antaranya adalah
berpotensi menjadi individu depresi dan mengalami kesulitan bertahan hidup.
Yang saya bayangkan malah
lebih daripada itu, seseorang yang manja berpotensi menjadi “monster” yang
tidak hanya bisa mempersulit kehidupan orang tuanya sebagaimana dua contoh di
atas namun dia juga bisa mempersulit orang lain, dengan cara memanipulasi atau
memperalat. Na’udzu billah, siapa yang ingin membesarkan
sosok monster?
Rumah tangga yang peduli
akan pengembangan karakter anak tentunya tahu apa kebutuhannya, paham dengan situasi dan
kondisinya sehingga bisa menyesuaikan dengan visi dan misi berumah tangganya
yang tentunya ayah dan ibu harus satu suara di depan anak. Kalau ada perbedaan,
didiskusikan di belakang anak bukannya berbantahan di depan anak.
Anak boleh melihat orang
tuanya berdiskusi tapi untuk kebutuhan atau kepentingannya, anak tahu kedua orang
tuanya satu suara. Bukan begitu? Oya, selengkapnya mengenai perbincangan kami,
silakan simak di cbannel YouTube
Mbak Anisah yang saya sisipkan di atas, ya.
Makassar,
16 April 2021
Share :
Ya ampun nih ini kadang dilema sama ibu rumah tangga. Memanjakan sebagai bentuk kasih sayang. Padahal kita harus bedakan menyayangi dan memanjakan
ReplyDeletePerlu jeli Mpo kitanya sebagai orang tua. Jangan sampai mengira menyayangi padahal sedang memanjakan.
DeleteTernyata memanjakan anak di masa depan dapat membuat anak mudah depresi dan kesulitan untuk bertahan hidup, ya, Bun. Ngeri juga, yaaa.
ReplyDeleteKata psikolog demikian ... karena selama ini selalu bergantung sama orang tua ya jadi mungkin saja terjadi.
DeleteNah, ini materi yg sip markosip banget Mba Niar.
ReplyDeleteOrtu memang kudu pmeduli akan pengembangan karakter anak ya.
jadi, sebaiknya tahu apa kebutuhannya
Iya mbak, ada begitu banyak ilmu parenting, orang tua sebaiknya pilih yang sesuai kebutuhan dan karakter anak
ReplyDeleteSharingnya kena banget mbak huhu kadang ya kita tuh masih sulit membedakan mana memanjakan dan mana kasih sayang.. tapi InshaAllah rasa sayang kita kepada anak tuh tulus ya mbak
ReplyDeleteNgenaaa banget dan related banget nh sama mba anisanya. Salam ya mba buat beliau
ReplyDeletemenyayangi dan memanjakan can be tricky memang mba. Seringkali kita merasa apa yang kita lakukan adalah yang terbaik untuk anak, padahal kalau dilihat lebih lanjut kita justru memanjakan mereka
ReplyDeleteternyata memanjakan anak itu bisa menyulitkan anak nantinya ya mbak, jadi kadang membiarkan ia dengan masalah bisa membuat anak bertahan malah yaa. makasih penjelasannya mba
ReplyDeleteAnak2 kemana seja perginya pasti ingat mainan ya, mbak. Bener, susah juga menahan mereka untuk ngga bawa mainannya. :D Seru juga ada sesi berbagu seperti ini, Mbak. Meski pola asuh masing2 orang tua tdk sama, setidaknya bisa buat menambah pengalaman.
ReplyDeleteMemang tipis banget bedanya antara menyayangi dan memanjakan.
ReplyDeleteSaya masih perlu belajar banyak tentang hal ini, mba.
Sebab, salah-salah kasihan nanti masa depan anak yg tak bisa selalu dilindungi orangtua. Makasih sharing-nya mba.
Kalau menurutku pribadi memanjakan boleh, namanya jg anak, tp jga lihat konteksnya. tegas juga boleh dan kalau bisa sih keduanya dipakai, jd kyk kita main layang2 gtu tarik ulur, ada waktunya tegas ada waktunya menunjukkan kasi sayang berlimpah utk anak #imho hehe
ReplyDeleteMenjadi orang tua itu PR banget dan harus update ilmu parenting ya, kalau dulu kita selalu di doktrin sama pengaduhan orang tua ke kita tapi kalau sekarang beda lagi. Jujur aja saya sendiri ga terlalu memanjakan anak karena saya ingin mereka mandiri hal ini bukan berarti tidak sayang sih dan justru ini bentuk sayang ke mereka.
ReplyDeletehmm menurutku ada perbedaan yang mendasar banget, mba. sekilas aja terlihat tipis bedanya. semoga kita bisa belajar terus yah untuk jadi orang tua yang mencintai anak bukan sekadar memanjakannya
ReplyDeleteMemanjakan ini bentuk kasih sayang juga yaa...ngobrol seru sama kak Annisa bikin semanga ibu-ibu dalam pengasuhan.
ReplyDeleteAku anti memanjakan. Anak-anak tetap kusuruh bantu kerjaan rumah tangga biar mereka punya skill bertahan hidup nantinya.
ReplyDeletePastinya saya menerapkan teori yang saya anggap itu baik untuk bekal anak-anak di masa depan
ReplyDeleteKadang dimanja tetapi bukan seterusnya
Tetap ada aturan dan batas waktu untuk segala aktivitas dan keinginan