GURU: Yang Digugu yang Ditiru

GURU: Yang Digugu yang Ditiru – Dalam sebuah perbincangan santai dengan kawan guru, saya mengatakan bahwa guru baik akan dikenang baik selamanya oleh seseorang. Luar biasa amal jariyah-nya jika sang guru beragama Islam. Sebaliknya, jika dikenang jahat, kenangan tersebut akan membekas selamanya dalam ingatan sampai si muridnya sepuh. Bisa jadi balasannya adalah neraka jahanam.

 

Kenangan Tak Enak yang Melekat Erat

 

Bukan tanpa dasar saya mengatakan demikain sebab saya punya kenangan baik dengan guru-guru baik semasa sekolah. Juga tentang dosen-dosen yang saya kenang baik.

Sebaliknya, saya juga punya kenangan tak mengenakkan dengan beberapa pengajar pada masa lalu. Seperti ketika seorang guru Agama tak percaya saya sedang haid sehingga minta izin pulang saat ada kegiatan mengaji. Beliau curiga saya berbohong.

Dalam hati saya bilang, “Mau saya perlihatkan, Pak?” Sudah saya niatkan mengucapkannya kalau dia masih menyerang saya. Untungnya beliau memperbolehkan saya pulang. Kalau masih ngotot, saya mau perlihatkan beneran.

Saya juga punya kenangan tak enak ketika seorang dosen di kelas bersama yang dihadiri 100 mahasiswa Teknik semua jurusan, menuduh makalah yang saya buat dengan jerih-payah sendiri sebagai hasil buatan orang lain.

Masih teringat jelas, dia mengangkat tinggi-tinggi karya saya, memandang berkeliling kelas besar itu dengan tatapan mata setajam silet sembari berkata, “Ini siapa yang punya?”


Guru yang digugu

Sepersekian detik saya mengira hendak dipuji sebab karya tulis yang saya buat dengan sepenuh hati itu membuat saya menghabiskan waktu selama berhari-hari karena mengumpulkan bahan dari Perpustakaan Wilayah Sulsel dan meminjam majalah paman saya. Ayah saya menemani ke rumah paman ketika meminjam majalahnya.

Sepersekian detik saya mengira hendak dihargai. Hidung saya terasa berkembang-kempis perlahan.

Tapi apa yang beliau katakan?

“Ini pasti dibuatkan! Tidak mungkin kalian bisa membuat makalah seperti ini!” lalu makalah yang sudah dijilid rapi itu dibantingnya ke atas meja.

Hancur hati saya. Untungnya dia tak menyebut nama saya tetapi mahasiswa-mahasiswi yang duduk di deret depan mungkin bisa membaca nama lengkap saya tertera pada makalah itu.

Kenangan itu masih abadi sampai saat ini meskipun beliau yang mengatakan itu sudah menghadap kepada Sang Pencipta sekira 10 tahun lalu.

 

Kenangan Baik yang Terus Terekam

 

Berbagai kenangan tentang guru dan dosen membuat saya menaruh penghargaan kepada mereka yang benar-benar mengayomi dan mengajari murid/mahasiswanya sepenuh hati. Saya mengagumi para pengajar yang memang layak digugu dan ditiru.

Seperti seorang teman dosen yang senantiasa memotivasi para mahasiswanya agar memperkaya soft skill dengan memfasilitasi apa yang bisa diberikannya. Sesekali kami bertukar cerita melalui pesan Whatsapp. Saya katakan padanya, “Nanti mahasiswa-mahasiswa ta’ akan mengingat semua motivasi yang kita’ berikan.”

Beberapa kali saya membantu menyebarkan informasi mengenai kegiatan KKN daring yang diselenggarakan kampusnya, juga kegiatan podcast yang kesemuanya mengambil tema-tema yang sedang trend dan edukatif.

Saya ceritakan padanya tentang guru SMP si sulung yang seperti dirinya dalam meotivasi dan mengusahakan yang terbaik bagi para siswanya. Saya sampaikan penghargaan dan mengatakan betapa anak-anak kita membutuhkan effort seperti yang mereka berikan.

Beberapa bulan lalu, sulung saya – Affiq, membantu pengerjaan video presentasi siswa-siswi MTsN 1 yang berkompetisi bidang IT untuk MTs se-Indonesia. Seorang guru yang memintanya membantu, sebut saja namanya Pak A.

Mengejar waktu, Affiq terpaksa menginap di gedung sekolahnya dulu. Bersama dengan Pak A dan seorang pegawai yang paham komputer. Affiq dilibatkan dalam urun saran mengenai bagaimana sebaiknya video yang dibuat. Lalu mereka menggodok ide dengan sebaik-baiknya. Pak A sendiri punya banyak ide.

Saya sempat ngobrol di telepon dengannya. Sebagai pelengkap video presentasi, beliau membuat video sambutan dari pejabat-pejabat daerah, mulai dari gubernur Sulsel hingga pejabat kantor Dinas Kementerian Agama Kota Makassar dan Kepala MTsN 1.

Pak A bukan guru IT di sekolah tetapi dedikasinya mengusahakan sekolahnya juara luar biasa. Ide video sambutan bahkan ditiru oleh daerah-daerah lain, dengan membuat video serupa. Alhasil, dari 9 tim yang turun berkompetisi, 4 tim berhasil meraih juara nasional 1 – 3 pada 3 kategori yang dikompetisikan. Masya Allah.


guru

Guru seperti Pak A tak banyak. Peka kepada apa yang dibutuhkan para siswa untuk berkompetisi. Beliau juga peka terhadap kebutuhan Affiq selama membantu mengerjakan video untuk tim-tim sekolah.

Saya tak perlu khawatir soal makanan Affiq karena beliau senantiasa mempersiapkan sarapan, makan siang, hingga makan malam. Bahkan beliau juga membelikan satu botol suplemen habbatussauda spesial buat Affiq.

Masya Allah. Andai semua pengajar seperti Pak A dan ibu dosen yang saya ceritakan di atas, tentu semua orang tua bahagia. Sayangnya tidak demikian. Tak semua sekolah mampu memfasilitasi, juga tak semua guru punya kepekaan yang sama seperti Pak A dan ibu dosen di atas.

Ketika saya mendampingi putri kedua – Athifah ikut lomba bercerita tingkat sekolah dasar selama dua tahun berturut-turut. Kami – orang tuanya yang super sibuk. Mulai dari mengurus surat izin, mencari bahan, melatih, hingga mengantar dan mendampingi selama lomba. Saat mengurus surat izin pun tak mudah karena kepala sekolah tak selalu ada di sekolah. Beliau jarang bisa ditemui di sekolah.

Sementara para peserta lain, semua kebutuhan diurus oleh guru dan kepala sekolahnya, termasuk dalam mencari bahan, membuat naskah, dan melatih siswanya bercerita. Saat kompetisi, mereka semua didampingi guru dan kepala sekolah masing-masing. Hanya Athifah yang didampingi dan diurus oleh orang tuanya.

Untuk berkompetisi, sering kali siswa dari sekolah negeri harus berjuang keras untuk mengikutinya. Saya pernah menemani Ibu I – guru di sekolah anak bungsu saya dalam melatih murid-muridnya ikut lomba bercerita. Ibu I bercerita bahwa beliau sendiri yang mencari murid-murid yang berpotensi, mencari bahan, membuatkan naskah, melatih, mendaftarkan, dan mendampingi para siswa selama lomba.

Tahun sebelumnya, salah satu siswinya berhasil meraih predikat sebagai salah satu pemenang. Sebenarnya beliau bisa melatih sendiri. Kami bertemu di lokasi kompetisi ketika saya mendampingi Athifah.

Sebenarnya Ibu I memiliki kemampuan melatih sendiri para anak didiknya tetapi karena beliau mengajak, saya menemuinya saat sedang melatih pada suatu pagi hingga siang. Saat hendak pamit pulang, beliau bahkan membuatkan saya makan siang ala kadarnya. Masya Allah.

Betapa menyejukkan hati bertemu dengan para pahlawan pendidikan seperti mereka yang saya ceritakan di atas, ya. Saya yang hanya bertemu sesekali saja mengingat mereka dengan sangat baik, terlebih lagi para anak didik mereka nanti. Semoga Allah senantiasa melimpahkan berkah kepada mereka.

Makassar, 16 Maret 2021



Share :

16 Komentar di "GURU: Yang Digugu yang Ditiru"

  1. Masya Allah, barokallah untuk para guru yang tanpa pamrih mendedikasikan waktu,energi untuk memajukan sekolah. Terima kasih untuk para guru yang membangun kedekatan dengan para siswa dan orang tuanya.

    ReplyDelete
  2. Guru pahlawan tanpa tanda jasa, tanpa mereka kita tak bisa beroleh pendidikan yang baik. Baik buruknya guru kita dulu tetap harus kita hargai. Nice artikel kak 👍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita pasti menghargai dalam sikap ya, Mbak. Dalam hati mungkin berbeda. Akan ada yang dikenang dengan kebaikannya, selamanya.

      Delete
  3. Masya Allah, sangat senang membaca ulasan ini. Saya ikut merasakan bagaimana kehangatan komunikasi bapak dan ibu guru dengan murid dannorang tua murid. Kalau semua seperti ini, akan mudah mewujudkan generasi yang berprestasi dan berakhlak mulia. Memang ada sebagian guru atau dosen memiliki sikap yang tidak umum, namun bagaimanapun juga sedikit banyak beliau juga mengantarkan kita untuk tuntas dari gerbang pendidikan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Untuk yang terkenang tidak baik, pasti ada perannya ya Ayah Ugi, entah sedikit atau banyak namun kenangan buruk tetap sulit dihapuskan.

      Delete
  4. Sayang sekali dosennya tidak ajak bicara baik-baik dulu pada pemilik makalah yang dicurigai, malah langsung menghakimi yang menjurus fitnah.

    Barangkali dosennya tidak pernah bertemu makalah hebat karya mahasiswanya jadi gitu.

    Saya juga punya kenangan baik dan buruk tentang guru SD sampai SMU.

    Untuk kenangan buruk anak adalah guru TK-nya.

    Bagi saya peran guru penting, makanya bahagia ketika bisa bergaul baik dengan guru masa sekolah dan guru di sekolah anak sekarang.

    Insyaallah, amal zariyah guru akan senatiasa mengalir. Akan selalu ada orang tua yang bahagia anaknya dididik guru yang baik. Saya salut pada Pak A.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Penting untuk mencari tahu ya Mbak bagaimana atau apa proses di balik pengerjaan makalah itu. Tidak tahu saja kalau mahasiswanya begadang dengan bersemangat dan sepenuh hati eh malah dituduh yang bukan-bukan :D

      Delete
  5. Saya punya pengalaman persis Mbak Mugniar. Dituduh jiplak tulisan. Waktu SMP, guru itu ngasih tugas bikin tulisan--saya lupa tentang apa. Tapi saya menulis tentang kemiskinan di perkotaan. Bahasanya agak puitis gitu karena bacaan saya waktu itu puisi-puisi, novel, cerpen-cerpen di majalah Hai dan Aneka.

    Guru itu lalu bilang mencurigai ada karya yang menjiplak. Menyebut karya saya tanpa menyebut nama. Lalu dia meminta mengaku saja, kalau tidak satu kelas dihukum. Berhubung saya tidak merasa jiplak dan murni bikin sendiri, ya diam saja. Seraya merutuk dalam hati. Seisi kelas pun dihukum berlutut di lantai sepanjang jam pelajaran.

    :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sedihnya, Mbak Nieke. Mana masih SMP pula yang butuh motivasi besar. Untungnya Mbak Nieke tidak membenci pelajaran itu ya karena ada juga yang punya pengalaman buruk dengan guru malah membenci pelajarannya.

      Delete
  6. Baca artikel mba jadi teringat guru-guru favoritku dulu, herannya guru yang membuatku kagum masih jelas berbekas di ingatan dan sebaliknya malah saya lupa guru yg mana mungkin karena kesan yg saya dapat dahulu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masya Allah ya, Mbak Iid ... akan dikenang sepanjang masa. Semoga amal jariyah beliau terus mengalir.

      Delete
  7. Memang guru itu sepantasnya harus digugu dan ditiru. Suka sedih melihat tingkah guru yang sekarang yang money orientid. Tapi bersyukur karena masih banyak guru yang memberikan ilmu tanpa pamrih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang money oriented sejak dulu sampai sekarang masih ada, Mbak .. alhamdulillah yang tulus dan berhati mulia juga masih ada. :)

      Delete
  8. waaah keren mbak, masih teringat jelas yaa kenangannya :) semoga semakin baik kualitasnya untuk semua guru di dunia ini :) bahkan kita pun jika jadi orang tua juga harus bisa jdai guru untuk anak-anak :)

    ReplyDelete
  9. saya sedih kalau banyak berita guru-guru yang sudah meninggal. Apalagi guru SMA gitu. Guru merupakan tenaga pendidik yang luar biasa jasanya

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^