Ya, beginilah mamak-mamak merdeka, seperti saya ini. Bisa
saja jalan melenggang dan dua anak terkecil ikut bapaknya 😘. Seperti hari ini, saya menghadiri rapat di sekolah si
bungsu Afyad tanpa Afyad karena dia hanya mau ikut dengan ayahnya. Sementara
pak suami mengambil rapor di sekolah Athifah. Praktis, keduanya ikut bapaknya
setelah itu dan saya jalan sendiri.
Orang yang sering melihatnya bisa saja mengatakan SELALU padahal lebih
banyak anak-anak bersama saya. Sekira 70 – 80, atau bahkan 100 persen waktu anak-anak
adalah bersama saya.
“Bilang apa, Kak? Bilang kenapa anak-anak sama bapaknya,
ya? Menanyakan mana mamanya? Kayak anak-anak yang tidak ada mamanya saja?” saya
balik bertanya kepada kakak sepupu sembari tertawa.
“Mamanya kan perlu berkarir juga, Kak, makanya anak-anak
sama bapaknya,” saya malah menambah-nambahi dengan candaan.
“Soalnya saya begitu. Waktu kerja dulu, kalau ada bapak-bapak
yang bawa anaknya ke kantor, saya jadi bertanya-tanya, mana mamanya? Kenapa bukan
sama mamanya? Kenapa bapaknya yang bawa anaknya?” ujar kakak sepupu.
Saya tertawa lagi. Saya ceritakan kepada kakak sepupu
bahwa suami saya orangnya santai. Malah sering kali kalau saya memberitahukan
kepada suami ada acara yang saya ingin ikuti, pak suami tak berpikir panjang,
langsung saja bilang, “Pergi saja, anak-anak saya yang jaga.”
Kalau saya mau, saya bisa pergi selama beberapa hari untuk
sebuah acara. Suami saya santai saja orangnya. Beliau berkenan, koq. Yang bikin
saya tak bisa pergi selama berhari-hari justru ibunda saya yang tak rela saya
pergi lama-lama.
So sweet, kebersamaan ayah dengan anak perempuannya. |
Saya dan pak suami santai saja. Saya percaya suami saya
bisa menjalani peran ayah dengan mengurus anak-anak tanpa saya tapi ibu saya tak mau seperti itu. Ibu juga
selalu mencari-cari saya ketika saya tak ada di rumah, meskipun itu hanya pergi
selama beberapa jam. Kata Athifah, kalau saya pergi, omanya bolak-balik bertanya,
“Mamamu sudah pulang? Kenapa mamamu belum pulang?”
Suatu ketika ada tawaran ke ibukota selama beberapa hari,
suami saya dengan entengnya mempersilakan saya jika mau pergi. Saya yang merasa
berat hati. Bukan membayangkan kerempongan suami, bukan. Tapi membayangkan
kegelisahan ibu saya dengan segala ketakutan beliau.
Saya bersyukur tumbuh besar dalam keluarga yang memahami
bahwa mengurus anak, sama-sama urusan suami dan istri. Peran Ayah jelas terekam di benak saya. Saya masih ingat, yang
mengajari saya bagaimana menyeterika rok lipit SMP yang berwarna biru adalah
ayah saya, bukannya Ibu. Ayah pula yang mengajari saya tata cara mandi wajib
usai haid.
Alhamdulillah, suami saya pun demikian. Tak pernah
mempermasalahkan saya berkegiatan. Bahkan beliaulah sangat akomodatif terhadap
keinginan saya untuk mengembangkan wawasan. Adik laki-laki saya dan ipar laki-laki
saya juga family man yang dekat dengan anak-anak mereka karena mengambil
peran dalam pengasuhan anak.
Anak yang dibantu ayahnya mengerjakan PR seperti ini bikin sirik orang yang tak mengalaminya, looh. |
Seminar-seminar mengenai peran ayah atau fathering dalam ilmu parenting
pun sekarang tak asing lagi. Lelaki yang menggandeng anaknya sering saya
lihat di mana-mana. Sudah bukan zamannya lagi mengotak-kotakkan bahwa anak
hanya semata urusan ibunya. Karena sudah banyak yang paham, anak-anak perlu
meresapi peran ayah dan ibu sama besarnya dalam kehidupan mereka.
Baik anak perempuan ataupun anak lelaki perlu sama-sama
melihat bagaimana ayah dan ibu berperan dalam kehidupannya sehingga memiliki role
model yang nantinya akan dijadikannya teladan. Mari bersepakat kalau sosok IBU berhak menjalani
perannya dengan bahagia.
Daan ... yah, setiap keluarga, pasti punya tata caranya
sendiri. Tatanan yang ada dalam pikiran kita belum tentu sama dengan yang ada
di keluarga lain. Semisal dalam mempersepsikan peran atau kewajiban dan hak,
setiap keluarga punya caranya masing-masing. Mari kita hargai.
Makassar, 21 Desember 2019
Selamat Hari Ibu 💚
Share :
Setiap Keluarga punya sistem masing2 ya Mbak. Apapun yg Penting lancar, selamat dan juga berkah
ReplyDeleteKami di rumah benar - benar berbagi tugas mba.. bahkan seringkali karena tugas saya yang sering meninggalkan rumah, anak - anak benar menikmati waktu bersama ayahnya. Sudah waktunya masyarakat bisa mengerti peran dan tugas bersama orang tua
ReplyDeleteSaya selalu suka melihat keluarga yang harmonisasinya terjaga.saling bekerja sama dan memahami,dan betul tak semua keluarga memiliki hal demikian hingga terkadang melontarkan pertanyaan atas dasar asumsi semata
ReplyDeleteToss kak Niar,...
ReplyDeleteSuamiku pun sama seperti suami kak Niar, gak pernah melarang istrinya pergi² mengembangkan diri. Akuke Lombok 4 hari, anak² sama bapaknya,aman.
Aku justru deg²an hanya masalah bangun tidur pagi haru hahahaha kan alarmnya aku. Ngeri kesiangan sekolah
Suka pengen ha ha ha aja akutu kalo ada yg komentar gitu, ibunya ngapain aja. Padahal anak sama bapaknya, ibuknya di rumah udah multitasking banget, beresin dari depan sampai belakang sampai kalang kabut. Tapi kalo aku ada yang ngomong gitu langsung, paling disenyumin aja dan cukup tahu aja sejauh mana pengetahuan n toleransinya pada seorang ibu ato istri.
ReplyDelete