Menjaga Nyala Impian

Sepertinya setiap anak pernah bercita-cita menjadi dokter ya. Kalau saya? Entahlah apa pernah di usia balita saya menginginkan menjadi dokter, saya tak ingat. Seingat saya, itu cita-cita ibu saya, menginginkan ada keturunannya yang menjadi dokter. Sepanjang ingatan saya, saya dulu ingin jadi insinyur. Kalau ditanya mau jadi insinyur apa, saya pasti bingung.

Karena menanamkan diri mau jadi insinyur maka saat duduk di bangku SMA, saya memaksa diri untuk mengatakan hendak menjadi seorang insinyur arsitek. Ketika itu nilai-nilai saya memadai untuk ditempatkan di kelas Fisika Dua Waktu tes bakat di SMAN 2 Makassar, karena menuliskan hal-hal yang mengarah kepada profesi arsitek dan hasil tes saya memang memadai, hasilnya menunjukkan bahwa saya pantas menjadi seorang arsitek.

Menjelang lulus SMA, saya sadar diri kalau saya tidak suka pelajaran menggambar. Sejak bisa menggambar, sepertinya di usia batita, gambar saya didominasi dengan gambar klasik anak-anak yaitu gambar dua buah gunung berdampingan yang di depan gunung ada jalan lalu di kanan-kiri jalan itu ada hamparan sawah. Di atas gunung, matahari bersinar cerah.


Untuk menggambar rumah saja saya hanya punya satu model. Atap model trapesium dan tembok rumah segi empat  dengan satu pintu dan satu atau dua daun jendela. Payah sekali kemampuan gambar saya. Aneh bila ada ngotot hendak jadi arsitek tapi tidak bisa menikmati kegiatan menggambar sementara arsitek itu hidupnya dari gambar-gambar yang dibuatnya?

Maka di penghujung masa SMA saya mulai beripikir hendak melanjutkan ke mana. Yang jelas, saya tak mau masuk jurusan yang mengharuskan menghafal. Saya tak suka menghafal. Saya tak suka pelajaran biologi maupun ragam pelajaran IPS. Untungnya saya lumayan mampu di bidang matematika. Karena kesadaran diri mengatakan saya tak mampu menggambar maka jurusan teknik Elektro yang menjadi pilihan saya. Dengar-dengar juruan itu yang paling sedikit mata kuliah gambarnya.

Bukan sama sekali tak ada, mata kuliah Menggambar Teknik harus saya ambil di semester 1. Dengan susah payah saya bisa juga lulus dengan nilai B. Setelah itu, bebas. Tak ada mata kuliah gambar dan minim mata kuliah yang mengharuskan menghafal. Yang banyak adalah mata kuliah yang mengandalkan logika.

Sumber:  http://benkizimindelisiyim.blogspot.com
Cukup aktif di HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) yang bernama HME (Himpunan Mahasiswa Elektro), membuka mata dan hati saya akan banyak hal di luar pelajaran dan praktikum yang harus saya jalani di perkuliahan. Saya menikmati ilmu-ilmu baru sehubungan dengan pengkaderan mahasiswa. Membuat saya tidak bisa meninggalkan kegiatan jurusan dalam waktu lama. Saya termasuk dalam sedikit sekali mahasiswi yang betah mencelupkan diri dalam berbagai kegiatan HME, terutama pengkaderan mahasiswa baru, yang diistilahkan sebagai Program Pengembangan Diri.

Saya masuk dalam jajaran instruktur dalam pelatihan-pelatihan pengembangan diri di HME. Ini membawa saya kepada pemahaman bahwa tanggung jawab instruktur bukan hanya di dalam kelas tetapi juga kepada dampak yang terjadi kepada peserta latih.

Saya tak tahu pastinya, mengapa impian yang saya punyai di awal kuliah untuk menjadi wanita karir secara perlahan pupus. Seiring dengan itu impian membangun keluarga yang utuh di mana saya punya peran sangat besar di dalamnya pelan-pelan menguat. Sekian lama terlibat dalam kegiatan pengembangan diri mengarahkan saya kepada pemahaman mengenai pentingnya peran ibu dalam sebuah keluarga.

Ibu adalah sosok pertama yang dikenal anak sebagai pemberi kasih sayang. Adalah sosok yang sangat bertanggung jawab akan perkembangan anak. Bukan hanya secara fisik tetapi juga secara psikis. Terhadap keadaan spiritual, emosional, dan intelektual anak. Terlalu lebay mungkin bagi banyak orang tetapi itulah yang terjadi. Satu hal yang kemudian menjadi amat saya sadari adalah tanggung jawab orangtua terhadap anak adalah tanggung jawab dunia-akhirat. Ibarat Program Pengembangan Diri (PPD) di HME, tanggung jawab terhadap anak adalah Program Pengembangan Diri Paket Dunia Akhirat (istilah itu saya jadikan salah satu label dari tulisan-tulisan saya di blog ini).

Saya akhirnya mantap menjalani peran sebagai ibu rumahtangga tulen. Sebenarnya beberapa kali saya mencoba mengikuti tes penerimaan pegawai tetapi gagal. Hal ini makin menguatkan bahwa inilah jalan saya. Ditambah lagi beragam “variabel” yang memang makin memantapkan saya cukup menjadi ibu rumahtangga saja. Variabel yang bila “nilainya” mencapai nilai tertentu (sebuah analogi saja) mungkin menjadikan saya wanita karir.

Alhamdulillah, saya tak menyesali keadaan saya sekarang. Saya mendapatkan banyak hal dalam kebersamaan dengan anak-anak. Passion menulis yang saya tekuni dua tahun terakhir ini melengkapi hidup saya, menjadikan keseharian saya makin berwarna.

Sambil tetap menjaga visi dan misi saya dalam PPD dunia-akhirat tetap berjalan, saya mencoba untuk eksis menulis. Impian saya saat ini adalah, bisa meninggalkan warisan dalam bentuk tulisan kepada anak-anak saya. Juga membagi hal-hal positif kepada banyak orang melalui tulisan. Tak muluk-muluk, tetapi terukur.

Semoga impian saya tetap menyala sampai di akhir hayat.

Makassar, 1 Juli 2013



Share :

27 Komentar di "Menjaga Nyala Impian"

  1. kalau aku maunya jadi arsitek dulu mbak. Good luck ya mbak

    ReplyDelete
  2. hmm jurusan elektro ya. makanya jadi primadona dulu hehe..
    kalo jamanku dulu pengen jadi pemain sepak bola kak ^_^
    lanjutGan PPD nya chaayooo!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bukan primadona ... krn ceweknya sedikit saja makanya dikenal banyak teman :)
      AYo ikutan GA ini, jagan cuma tulis komen saja di blog :)

      Delete
    2. hehe aq mencoba, biaralah blog ku ga ada GA nya hahaha..

      Delete
  3. kejarlah cita-citamu setinggi langit....semangat

    ReplyDelete
  4. seorang ibu rumah tangga yang baik sangat dibutuhkan untuk perkembangan anak. Nyatanya kak mugniar bisa berkarya lewat blog. Beberapa kali memenangkan kontes juga kan???

    ReplyDelete
    Replies
    1. TErimakasih mas Hadi. Alhamdulillah ya rezeki ada di mana2, melalui blog juga ada. Orang liat yang bbrp kali menang itu kayak sering sekali ya padahal jauh lebih banyak kalahnya :D

      Delete
  5. aamiin.. semoga tercapai ya, mbak :-)

    ReplyDelete
  6. kalo saya waktu kecil cita cita mau jadi manten -_-

    ReplyDelete
  7. Kalo gue dulu waktu kecil ditanya mo jadi apa kalo udah gede? Gue pengen jadi insinyur pertanian! Karna gue liat di kampung gue banyak sawah dan petani. Bahkan nenek gue adalah petani tulen! Senalar itukah pikiran gue di waktu kecil? Yah, emg gitu... Itu pun gue dpt cerita dari ortu gue ttg masa kecil gue yg lupa2 inget.

    Dan skarang ternyata gak ada satu passion pun yg nyantol di kehidupan gue! Tani gak, nulis gak, apa2 juga gak... Bhahaha... #menggalau

    ReplyDelete
  8. aamiin.
    ibu rumah tangga itu pekerjaan kece abis. sebab maksimal mengurus anak-suami, Mak.

    terima kasih, sudah terdaftar ^^

    ReplyDelete
  9. impian saya selanjutnya, ingin menjadi Istri dan Ibu untuk keluarga kecil kami nanti....,, semoga secepatnya bisa mengikuti jejak mbak Mugniar...:) pengennya sih, sambil kerja juga....hehee...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Apapun pilihan itu, keinginan menjadi istri dan ibu yang baik adalah mulia :)

      Delete
  10. Salut sama Kak Niar yang konsisten dan makin berkibar di dunia tulis menulis..

    Btw, penasaran sama 'variabel'2 itu.. apa ya kira-kira? ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salut juga sama Ofi yang masih tetap menulis :)

      PEnasaran? Waaaah hanya diriku dan Tuhan yang tahu :)

      Delete
  11. aamiin..
    aku juga ikutan ini mbak

    ReplyDelete
  12. sy dl selalu kepengen jd arsitek, eh malah kuliah ekonomi haha

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^