Pasar Solongang, Rezeki Pinggir Got

Beginilah pemandang got besar, penanda pasar Solongang ini
Sejak awal tahun 90-an, pasar yang terkenal dengan nama pasar Solongang atau pasar Got ini memang sudah ada. Sekarang penjualnya makin banyak saja. Jenis barang yang dijual pun bukan hanya sayuran dan ikan segar saja. Ada pula pakaian bekas, lauk yang sudah dimasak dan kebutuhan sehari-hari lainnya.

Sebuah got besar di dalam jalan kecil yang memotong jalan Veteran dan jalan Harimau, merupakan land mark pasar ini. Walau tak pernah bersih, got inilah yang membawa rezeki bagi para pedagang yang mencari peruntungan di situ. Jalan kecil itu sebenarnya dekat saja dari pasar Maricayya, hanya sekitar lima ratus meter. Tapi bahwa memang di situ ada ladang rezeki yang telah terbukti selama bertahun-tahun lamanya, membuat pasar liar ini tak pernah mati.

Saat akan memasuki "pasar", inilah pemandangan yang
menyambut: lapak pakaian, dan aneka barang di pinggir got
Bersantai sembari menunggu pembeli
Ada pisang, ada  kelapa. Kelapanya boleh minta diparutkan
Setelah membeli sebuah labu kuning kepada seorang kakek yang baik, saya jatuh kasihan pada seorang nenek penjual sayur sehingga membeli beberapa macam sayuran padanya meski tak begitu segar lagi. “Tak apalah, sesekali ini. Besok-besok kalau ke sini lagi kan belum tentu belanja padanya,” ucap saya dalam hati.

Nenek penjual sayur itu tak simpatik caranya berdagang. Selalu saja berusaha supaya saya membeli lebih dari yang dibutuhkan dengan secara cepat memasukkannya ke dalam kantung plastik tanpa persetujuan. Ini salah satu penyebab mengapa saya tak begitu suka berbelanja di pasar tradisional, bila menghadapi pedagang yang punya jiwa memaksa seperti ini. Saya jadi memasang tekad dalam hati, besok-besok tak akan mau belanja padanya lagi. Cukup kali ini saja. Rasa iba memang tak boleh terlalu diperhatikan dalam berbelanja dalam sistem perdagangan ini.

Setelah menyusuri sejenak jalan Harimau dan semua yang dibutuhkan sudah dalam genggaman, saya yang ditemani suami dan putra bungsu kami pun bergerak pulang. Suami saya sempat bertanya-tanya kepada penjual pengasah pisau. Pengasah pisaunya mirip dengan yang dijual di mal tetapi harganya jauh lebih murah. Entahlah dengan kualitasnya, apakah bisa sedikit dipersandingkan atau beda jauh.

Yang lapar, yang lapar mari makan bakso ...
Lapak seadanya, digelar di bahu hingga badan jalan
Aneka lauk yang harganya terjangkau: tempe, sambal goreng, perkedel, ikan kambu, dan lain-lain
“Beli dua nasi lemang ta’,” pinta saya kepada seorang ibu – penjual nasi lemang.
“Beli lima mo di’? Lebih murah,” sahut ibu itu sembari buru-buru memasukkan lima potong nasi lemang ke dalam kantung plastik hitam.
“Bu, Saya butuhnya dua ji. Yang mau makan ini cuma satu orang anakku! Kalau lima tidak ada yang makan nanti,” saya mulai panik lagi melihat adegan pemaksaan ini.

Beginilah kalau berbelanja di pasar tradisional, entah apa wajah saya yang terlihat begitu mudah diperdaya atau bagaimana sampai dua kali mendapatkan adegan pemaksaan. Nyata sekali mereka memang tak pernah mendapatkan training tentang bagaimana merebut hati pelanggan dengan cara yang santun. Namun, barangkali saja ada yang bisa menyampaikan kepada mereka bahwa cara seperti itu tak elok?

Di depan sana, di ujung jalan ini adalah jalan Veteran Selatan

Makassar, 12 Maret 2013

Silakan juga dibaca:



Share :

22 Komentar di "Pasar Solongang, Rezeki Pinggir Got"

  1. istilahnya amigos ya mbak :) agak minggir got sedikit

    ReplyDelete
  2. mbak beli sayur bukan karena butuh tapi karena kasihan?
    kadang saya bingung..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jujur saja, kadang2 ada perasaan begitu. Apalagi saya dua kali mengikuti kegiatan yang menceritakan betapa menderitanya para pedagang pasar tradisional krn berbagai hal. Jadi ... begitu deh :)

      Delete
  3. Memang kayak gitumi kodong caranya cari pembeli, kadang iba juga tapi kalau berlebihan, kita' yang kasian :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, mau dibantu karena "orang sendiri" tapi ya gimana yang modelnya macam itu di' :D

      Delete
  4. pasar indonesia kebanyakan gituu yaaah.
    kalo baca adegan bunda sama pedagang nasi, inget kalo pasar itu tempat .... setan, apa yah? lupa.
    tepat berkumpulnya gitu yaa?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pasar itu masjidnya setan. Tempat berkumpulnya setan :D
      Sy kalo mau masuk pasar baca do'a : "Allahumma innii a'udzubika minal khubutsi wal khabaits". Mohon dijauhkan dari setan laki2 dan setan perempuan. Habis kek mau masuk WC. Kalo di rumah kita, tempat berkumpulnya setan yang kita harus hati2 memasukinya kan WC :D

      Delete
  5. sangat sempit ya mbak pasarnya, tapi jika sudah lama berdiri kemudian digusur kasihan para pedagangnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pasar liar sebenarnya mas Agus, letaknya dekat sekali dengan pasar resmi. Tapi pelanggannya banyak, terutama ibu2 yang berjalan kaki, mending belanja di situ daripada ke pasar yang resminya yang masih harus berjalan kaki 500 meter. Lumayan menghemat tenaga buat mereka.

      Delete
  6. duh kok sampai segitnya sih maksa-maksa konsumen beli diluar kebutuhan, itu kan cara yang nggak dibenarkan. Mending dagang tu hasilnya dikit tapi lancar dan banyak pelanggan daripada dapet hasil besar tapi sesaat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pinginnya mereka tahu itu Pak. Mudah2an ada yang menyampaikan kepada pedagang model begini ini.

      Delete
  7. apa dulu yg pertama kali ngelapak org solo ea, bu? Pasti mereka gk pengen direlokasi nantinya? Hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waduh lupa. Solongang itu dalam bahasa Makassar, artinya got :)

      Delete
  8. Yah dari berujung iba tapi berbuntut dongkol ya Niar..Masa belanja harus dipakasa-paksa..kalau saya akan mengatakan boleh mereka masukan semua tapi saya hanya bayar sesuai yang saya butuhkan. Kayaknya kalau dapat dua kali pemaksaan, jangan2 emang kultur itu yang berlaku di pasar got? :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi pinginnya sih begitu kak Evi. Belanja sesuai kebutuhan meski yang masuk kantung lebih. Kultur? Mudah2an tidak. Pak tua di lapak sayur yang lain bagus orangnya. Yah, mudah2annya cuma dua org itu saja yang begitu modelnya ....

      Delete
  9. bisnis is bisnis, not emotional spot. kata temenku gitu, mba. jadi memang wajib tega kalo misal memang produknya tidak sesuai seperti yang kita pesan, kita bisa protes dan membatalkan pesanan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kadang2 buat saya, emosional touch perlu juga La. Buat membelajarkan diri saya ... Sekali2 terjebak gak apa2. Besok2 mudah2an tidak lagi :D

      Delete
  10. walah, koq segitunya ya si penjual ?!? tapi itu bisa mewakili kebanyakan penjual disana. Di tempatku juga ada pasar yang watak dan tabiat (hampir) semua penjualnya sama. Kalau ditawar barang dagangan nya selalu marah. Nama pasarnya kumbasari ada di beilangan kota Denpasar.


    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada pasar yang pedagangnya suka pada marah gitu? Wuuiih bisa nangis kali saya masuk situ ya :D
      Makasih, salam hangat dan jabat erat dari Makassar juga.

      Delete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^