Showing posts with label Gelitik. Show all posts
Showing posts with label Gelitik. Show all posts

Kekonyolan dalam Ruang Zoom Cloud Meetings

Kekonyolan dalam Ruang Zoom Cloud MeetingsHal baru yang saya senangi sejak pandemi terjadi adalah banyaknya kesempatan pembelajaran daring untuk diri saya melalui aplikasi Zoom Cloud Meeting. Entah sudah berapa banyak kelas saya ikuti. Sampai-sampai saya tak bisa menuliskan semuanya karena kewalahan, di samping dunia nyata sangat menyita perhatian.

Baca selengkapnya

Kisah Bentor on Call: SALAH JEMPUT

Tunggu punya tunggu, bentor on call yang sudah dipesan sejak pukul setengah tujuh belum datang juga. Padahal jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.45 - ini waktu yang saya minta Daeng Ondo, sang pengemudi bentor untuk stand by depan rumah guna menjemput si tengah, putri satu-satunya ke sekolah. Sudah beberapa kali kami memakai jasa Daeng Ondo untuk mengantar/jemput nona mungil kami.
Baca selengkapnya

Mamak Juga Manusia

Pagi itu badan saya terasa berat sekali. Pegal-pegal sekujur tubuh. Beberapa hari sebelumnya, saya nyaris sulit tidur saat malam karena dua anak terkecil sakit bersamaan. Nyaris sepanjang malam saya terjaga untuk meladeni permintaan ke kamar mandi ataupun menyuapi mereka sedikit demi sedikit. Resolusi sehat di tahun depan memang tuntutan banget karena menghadapi hari-hari yang berat saat anak-anak sakit membuat saya nyaris tepar.
Baca selengkapnya

Pertanyaan Mengesankan

Saban maghrib, seorang pedagang bakso bakar stand by di depan rumah – di pojok kanan tepatnya. Sering kali saya bisa mendengar dengan jelas perbincangannya dengan para pelanggannya dari dalam rumah. Oleh para pelanggannya, si pedagang bakso bakar ini disapa “Mas”.

Saat itu, seorang anak mengajak si Mas ngobrol.
Baca selengkapnya

Kafe yang Salah

Padahal saya sudah pernah ke rumah Fahira, kawan Athifah. Seharusnya saya tahu rumahnya. Rumahnya terdiri atas bangunan dua lantai. Yang bagian bawahnya dijadikan kafe sementara Fahira sekeluarga tinggal di lantai duanya. Kali ini saya harus ke sana lagi untuk menjemput Athifah yang tanpa bilang-bilang pergi ke sana sepulangnya dari sekolah. Untungnya saya mendapat kabar dari salah seorang kawan Athifah yang lain jadi saya menyusulnya ke sana. Kali ini saya kalang-kabut karena papanya tak bisa menjemputnya seperti biasa dikarenakan adanya pekerjaan penting yang harus Papa selesaikan.
Baca selengkapnya

Slonong Akun

Saya sering salah akun saat berkomentar di post Instagram kawan-kawan sejak aplikasi IG saya diinapi oleh 4 akun. Tiga di antara akun-akun itu dibuat oleh si bujang (sulung). Yang satu akun pribadinya, yang duanya lagi akun kelas dan akun kegiatan ekstra kurikuler yang dia ikuti di SMA-nya.
Baca selengkapnya

SMS Berbunyi Pap Say

Kira-kira sepekan yang lalu ada kejadian konyol. Gara-gara menelepon berkali-kali tidak diangkat terus, akhirnya saya kirim SMS ke Pak Suami (iya, SMS, Anda tidak salah baca. Saya kirimnya SMS bukan WA 😅 ).
Baca selengkapnya

1/4 Kilogram dan 2 Ons yang Beda Jauh

1/4 Kilogram dan 2 Ons yang Beda Jauh - Ini kisah nyata dan contoh bahwa Matematika memang penting dalam kehidupan sehari-hari.
Pembeli: Berapa harga bawang merah seperempat kilo?
Penjual: Sembilan ribu rupiah.

Sang pembeli melihat ada bungkusan-bungkusan plastik kecil berisi sejumlah bawang merah maka ia bertanya.
Baca selengkapnya
Burasa' yang Tak Bisa Ditawar

Burasa' yang Tak Bisa Ditawar

Suatu ketika suami saya ke pasar, hendak membeli burasa’ (makanan pokok orang Bugis/Makassar yang terbuat dari beras, dimasak dengan santan lalu dibungkus dengan daun pisang, kemudian dikukus). Lalu terjadilah percakapan ini:

Suami saya (S): Berapa burasa’-nya?
Penjual burasa’ (P): Dua ribu rupiah seikat.
S: Bisa lima belas ribu dapat delapan ikat?
P: Tidak bisa. Bisa kalo lima ribu tiga ikat.
S: Oke, bungkus maki’.


Maka suami saya pun pulang membawa 9 ikat burasa’ seharga Rp. 15.000 padahal tadinya dia menawar Rp. 15.000 untuk 8 ikat burasa’.

Makassar, 3 April 2015
Baca selengkapnya
Maaf Ya, Dek

Maaf Ya, Dek

Senang sekali saya saat mengetahui tulisan saya dimuat di sebuah media. Tapi begitu melihat bagian akhir tulisan, saya kaget setengah mati. Ada nomor HP saya di situ! Aduh. Itu kan privasi. Saya tak membagi nomor HP saya kepada semua orang!

Saya mengirim e-mail kepada media tersebut. Alhamdulillah ada permintaan maaf. Tapi redaksi e-mail balasan itu membuat saya sedikit tertawa dan miris. Kenapa tertawa? Sebentar akan saya jelaskan. Kenapa miris? Yah, ada hubungan dengan penjelasan saya sebentar ini ...

Balasan e-mail itu menyebut saya dengan “ADEK”!

Seumur-umur, baru kali ini saya mendapat e-mail dari redaksi sebuah media yang di dalamnya menyebut saya dengan “adek”.
Baca selengkapnya

Dipermalukan

Kadang-kadang secara tak diduga orang yang kita sayangi mempermalukan kita. Saya pernah mengalaminya. Di antaranya akan saya ceritakan di sini, pengalaman “dipermalukan “ oleh ketiga anak saya. Ini penting supaya orang tahu kalau blog saya bukan sekadar pencitraan.

1

Sebelum punya anak, kalau melihat ada anak kecil yang menjerit-jerit di tempat umum, saya memandang iba kepada orang tua sang anak, sembari mengasihaninya karena terlihat tak mampu “mengurus anaknya”.

Nasib berbalik saat saya menjadi ibu. Waktu si sulung Affiq masih batita, ia pernah mengamuk di toko buku karena permintaannya untuk membeli mainan puzzle kayu ditolak oleh saya dan papanya.
Baca selengkapnya

Perebutan Kursi

Acara pernikahan di gedung-gedung di kota ini zaman sekarang, jumlah kursi yang disediakan di dalamnya kira-kira 10% dari tamu yang diundang. Saat tetamu butuh kursi, jamak terjadi perebutan kekuasaan. Entah bagaimana seharusnya aturan mainnya. Saya kira kalau kursi sudah ditinggalkan berarti bisa diduduki.
Baca selengkapnya

Panggil Bapakmu untuk Menemani ke Sana!

Ibu baru saja nonton berita-berita mengerikan tentang penipuan di televisi ketika saya mendapatkan telepon mengenai di mana hadiah lomba blog Makassar Tidak Kasar yang saya menangkan bisa diambil (di penghujung 2011). Ibu yang selalu paranoid dengan berita menakutkan seperti ini langsung panik.

“Siapa itu yang mau kasih hadiah?” tanyanya.
“Teman di grup menulis,” jawab saya.
Maksud saya, teman di komunitas blogger Anging Mammiri (AM). Daripada menyebutkan kata “blogger” yang tak familiar di telinga Ibu dan bakal membuat urusan bertambah panjang, mending saya bilang saja di grup menulis.

Hari itu yang menghubungi saya adalah ketua komunitas blogger (AM), daeng Ipul. Saya diminta mengambilnya di kantor Kosh Mediatama – kantor beberapa teman blogger AM yang letaknya hanya sekitar 200 meter dari rumah. Kebetulan daeng Ipul sedang berada di sana saat itu. Ia menunggu saya sampai pukul tiga siang.
Baca selengkapnya

Reporter Bikin Demam Panggung


Awalnya saya malu untuk menceritakan peristiwa ini tapi seiring berjalannya waktu, saya pikir tidak apalah. Sekaligus belajar menertawakan diri sendiri, belajar menekan ego (halah bilang saja kepingin dapat buku Cenat-Cenut Reporternya mbak Wuri!).

Oke ding, saya sebenarnya naksir dengan buku Cenat-Cenut Reporter karya mbak Wuri makanya saya memberanikan diri menuliskan ini (hiks ... terbongkar deh kartu).

Reporter, setahu saya adalah orang yang bertugas meliput sebuah acara atau kegiatan untuk ditayangkan di televisi. Seumur hidup, baru pertama kali saya diwawancarai oleh seorang reporter dalam sebuah acara. Acara yang saya maksud, sudah pernah saya ceritakan di tulisan berjudul Kopdar dan Masuk Tivi!

Kedengarannya keren ya? Diwawancarai reporter! Fiuuh. Keren bila saya “pemeran utamanya”. Ini biasa saja, karena saya hanya sebagai figuran.

Jadi ceritanya, sebuah stasiun TV tertarik meliput kegiatan Erlina Ayu – koordinator wilayah IIDN Makassar. Salah seorang kru TV mendapatkan nomor HP Ayu – sapaan akrab Erlina Ayu, dari blog pribadinya. Ayu sudah beberapa kali dihubungi pekerja media dan komunitas-komunitas lain semenjak tampil di ajang TedX Makassar – sebuah acara lokal yang diadopsi dari sebuah acara berskala internasional yang menampilkan ide-ide brilian yang bermanfaat dibagi kepada khalayak.
Baca selengkapnya

EKSAK Tempo Dulu Nih ....

Apa ini tentang blogger bernama Eksak yang khas dengan “bhahaha”-nya?
Bhahaha ... bukanlah. Saya tak bisa tulis apa-apa tentang Eksak.

Buar Eksak, sorry ya, namanya saya pakai sebagai judul postingan ini. Sebagai kompensasinya, saya hadiahi 2 back link deh J
EKSAK Tempo Dulu Nih ...” itu kepanjangan dari:

Eeeh Kisah Seru Anak Kos Tempo Dulu Nih ....

Hi hi hi ... maksa ya ...

Sejak zaman dulu, kos-kosan selalu menyimpan cerita seru. Begitu pun ketika suami saya ngekos di masa kuliah dulu (ada yang bisa tebak tahun berapa? J).

Ngekosnya di dekat kampus UNHAS, Tamalanrea. Kos-kosan itu berupa rumah-rumah penduduk, kebanyakan rumah kayu khas orang Bugis/Makassar yang bertebaran di sekitar kampus, disebut dengan istilah “pondokan”.

Beberapa cerita seru yang dialami/disaksikannya, saya minta diceritakannya kembali dengan lebih detil untuk saya tuliskan di sini. Pesan saya kepada Anda, don’t try this at your kos-kosan yaa J ...
Baca selengkapnya

Atas Kehendak Tuan Mesin


Agaknya “prinsip jual-beli” yang selama ini saya dan orang-orang lain yakini tak memadai lagi. Prinsip itu mengatakan bahwa:
  • Ada uang, ada barang. Tak ada lagi yang bisa menghalangi jual-beli terlaksana jika si calon pembeli memiliki uang dan penjual memiliki barang yang diinginkannya.
  • Suka sama suka. Penjual dan calon pembeli sepakat dan senang dengan harga yang ditawarkan atas barang yang diinginkan.
Sore itu kami sekeluarga mendatangi sebuah mart dekat rumah. Kami harus membeli beberapa barang keperluan rumahtangga. Meskipun telah mematikan sebuah mart milik penduduk asli yang berjarak hanya lima meter dari mart itu, tetap saja pada akhirnya keberadaannya sangat membantu warga sekitar kami.

Seperti lazimnya berbelanja di swalayan, setelah memilih-milih barang kami pun membawanya di kasir untuk dihitung. Ada uang – ada barang, sudah pasti suka sama suka, tinggal mengecek harga barang-barang itu dan membayarnya.

Satu per satu barang dipindai barcode-nya. Ketika tiba giliran teh bubuk cap Botol kesukaan kami ...
Baca selengkapnya
Tarian Sepatu

Tarian Sepatu


Masa menjelang tahun ajaran baru saat masih sekolah adalah masa yang menyenangkan. Kalau sepatu sudah tak layak pakai maka kami dibolehkan untuk membeli sepatu baru.

Zaman dulu, punya satu sepatu setiap tahun ajaran bukan masalah bagi saya dan adik-adik. Mereknya pun bisa apa saja, tergantung budget dari orangtua.

Saat SD, kami harus mengenakan sepatu hitam – begitu peraturan di sekolah kami (kebetulan saya dan adik-adik bersekolah di SD yang sama). Saat SMP, sekolah saya membolehkan memakai sepatu warna-warni. Begitu pula saat SMA.

Biasanya ayah membonceng kami dengan vespa hijaunya ke toko sepatu yang letaknya tak jauh dari rumah. Ayah biasa membonceng kami bertiga sekaligus sampai adik laki-laki saya yang bungsu – Uyi berusia lima tahun. Setelah itu hanya saya dan Mirna yang bisa diboncengkannya sekaligus. Tapi itu hanya sampai sekolah dasar saja. Saat SMP, hal itu tak mungkin lagi, maka ayah membonceng kami secara bergiliran.
Baca selengkapnya

Di Mana, ke Mana, yang Mana ...

Sumber gambar:
attracthealing.wordpress.com
Kemampuan navigasi saya parah. Sepertinya kecerdasan ruang-spasial saya memang rendah (hiks).  Waktu masih kuliah, saya ke mana-mana seorang diri, termasuk menelusuri pasar Sentral untuk membeli sesuatu. Jalan masuk/keluar di/dari pasar itu ada pada keempat sisinya. Saya tak pernah bisa masuk dan ke luar di pintu yang sama. Setelah berputar-putar di dalam, saya tak pernah bisa menebak dengan benar arah yang harus saya tuju dengan singkat untuk sampai ke jalan ke luar yang sama dengan yang saya masuki sebelumnya (pentingkah? Tidak hehehe).

Kalau saya dan suami bernostalgia mengenai tempat-tempat yang pernah kami datangi, lalu ia menyebutkan sebuah tempat diiringi dengan pertanyaan, “Ingat, tidak?” Biasanya saya menjawabnya dengan, “Tidak.” Oya, saya punya jawaban lain selain kata ‘tidak’, yaitu: menggeleng-gelengkan kepala (haish ... sama saja!!)
Baca selengkapnya
Rem Darurat Ala Kakek

Rem Darurat Ala Kakek

Suami saya sedang di lampu merah persimpangan jalan Monginsidi - Ratulangi - Haji Bau ketika tiba-tiba ada motor bebek yang menabrak knalpot motornya dari arah belakang.

Spontan ia menoleh. Seorang kakek berusia di atas 55 tahun pengendara motor yang sedang membonceng cucunya itu menyambut tatapan suami saya dengan tawa. Ia berkata, "Maaf Nak, tidak ada remnya motorku."
"Apa? Kakek ini mengendarai sepeda motor yang remnya tak berfungsi dan menggunakan motor lain untuk menghentikan laju motornya?" suami saya membatin.


Alhasil suami saya hanya bisa tertawa kecut menanggapinya. Antara merasa keki dan merasa lucu.
^__^
Makassar, 26 Desember 2011
Baca selengkapnya

Rayuan Maut SPG Kacamata

Suami saya (S) dibujuk-bujuk oleh seorang sales promotion girl (SPG) kacamata anti sinar ultra violet yang mendadak mangkal di sekolah Affiq saat ia hendak menjemput Affiq pada suatu hari.

SPG     : “Beli kacamatanya, Pak. Harga normalnya seratus dua puluh sembilan ribu rupiah. Untuk minggu ini – hanya minggu ini saja, ada diskon sehingga bapak bisa membelinya dengan harga lima puluh ribu rupiah saja.”

S          : “Saya sudah pakai kacamata, Mbak. Tidak bisa pakai kacamata lagi.” (Suami saya memang mengenakan kacamata minus)

SPG     : “Tidak apa-apa Pak, kan minus, bukan hitam.”
Baca selengkapnya