Skor 5 untuk Sekolah Aman?

“Siapa yang tulis skornya lima?” tanya fasilitator. Secara bersamaan saya dan Ibu Dian yang duduk di sebelah kiri saya tunjuk tangan. Saya memang memberi skor 5 untuk keamanan secara umum sekolah-sekolah di Indonesia. “Di sini cuma satu tapi yang tunjuk tangan dua orang. Ini punya siapa?” mbak fasilitator menunjuk kertas punya Ibu Dian, jadilah Ibu Dian yang ditunjuk untuk menyampaikan pendapatnya. Fasilitator tak melihat kertas post it yang saya tempelkan tadi. Tulisan angka “5” sepertinya terlalu kecil untuk dikenali.

Skor 5 untuk Sekolah Aman

Alasan Skor 5 untuk Sekolah Aman

 

Angka 5 itu saya berikan untuk “skor aman bagi sekolah-sekolah di Indonesia”. Karena tak bisa berpendapat di Kelas Cerdas, pada hari ke-2 pelatihan Fasilitasi dan Advokasi (Fasad) Kebijakan Penguatan Karakter, khusus opini saya sudah saya rencanakan akan saya tulis di blog saya. Barangkali saja kelak ada manfaatnya, minimal jadi catatan sejarah saya hehe.

Skor 5 bagi keamanan secara umum untuk sekolah-sekolah di Indonesia saya berikan berdasarkan pengalaman anak-anak saya. Dua anak terbesar saya pernah mengalami perundungan. Putra sulung saya dirundung 3 orang kawan sekelasnya selama hampir 3 tahun. Selain itu, di antara masyarakat, khususnya di Sulawesi Selatan masih ada stigma negatif terhadap anak yang berbeda, misalnya ada istilah "anak bodo-bodo".

Putri kedua saya yang baru jadi mahasiswa baru bahkan mengalami bullying di bangku SD, SMP, dan SMA. Sejumlah tulisan sudah saya terbitkan di blog ini terkait pengalaman putri saya, di antaranya Curhat Tak Kesampaian di Diskusi Publik Media dan Isu Kekerasan pada Perempuan danAnak,  Mengapa Anak Saya Mengalami Bullying?, Melawan Pedih, Mengatasi Bullying, dan yang terbaru: Ketika Oknum Guru Jadi Pelaku Bully.

Selain itu, anak bungsu saya masuk sekolah melalui jalur inklusi. Sebagai anak berkebutuhan khusus karena dia dahulunya speech delay yang sampai sekarang masih butuh banyak penyesuaian dan pengertian dengan sistem pendidikan nasional, bukanlah hal mudah untuk menemukan, memasukkan, dan membuat dia menikmati sekolah yang tepat.

Ada saja drama yang terjadi, saling kait antara realita dan persepsi dirinya yang berbeda dengan orang lain. Intinya, dalam dirinya sering kali timbul perasaan tidak aman dan tidak nyaman. Atas pengertian pihak sekolahnya saat ini, satu per satu masalah pelan-pelan teratasi. Dari pihak sekolah saya melihat adanya kepedulian yang tinggi dalam menghadapi anak yang berbeda.

Semua pengalaman saya sulit membuat saya memberikan skor aman di atas angka 7 untuk sekolah aman secara umum, terlebih masih ada saja berita-berita perundungan dari berbagai wilayah di Indonesia yang menyebabkan kecelakaan hingga kematian, termasuk dari orang yang saya kenal.

Namun demikian, seiring berjalannya waktu, pengalaman anak-anak saya di satu sisi menjadi pembelajaran tersendiri buat mereka dan juga saya yang akan menjadikan mereka dan saya lebih kuat menghadapi tantangan serupa di masa selanjutnya. Ada hikmah tersendiri dalam pengalaman-pengalaman tak enak yang akan menguatkan karakter baik mereka dalam menghadapi masalah dan mencari solusi. Ujungnya, saya berharap akan menjadi fondasi dalam terbentuknya resiliensi atau kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit.

Skor 5 ini secara umum ya, dari beberapa pengalaman pribadi dan pengamatan seorang ibu berusia paruh baya. Saya tidak mengatakan semua sekolah demikian. Ada sekolah yang memaksimalkan perlindungan bagi setiap anak dan memperhatikan keluhan saya selaku orang tua siswa seperti SMP anak bungsu saya saat ini.


Skor 5 dari 10

Juga seperti Pak Sigit – teman sekelas di Kelas Sehat dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) yang berlangsung pada tanggal 24-26 September lalu. Pak Sigit memberikan poin 8 karena berpatokan pada pengalamannya dalam mengelola sebuah SMK.

Pada tulisan sebelumnya yang berjudul Generasi Sehat dengan Penerapan 7 KAIH, saya menceritakan pengalaman menjalani sesi pendalaman materi di Kelas Sehat pada hari ke-2. Usai dari Kelas Sehat, kelompok saya menjalani sesi pendalaman materi di Kelas Cerdas.

Di Kelas Cerdas ini topik yang kami simak adalah “Budaya Belajar Aman Nyaman dan Gembira”. Menyenangkan membaca topik ini. Saya pribadi excited sendiri, bagaimana siswa dapat belajar dengan AMAN, NYAMAN, dan GEMBIRA menjadi perhatian khusus Kemdikdasmen di bawah Bapak Menteri Prof. Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed.

Budaya Belajar Aman Nyaman gembira adalah perwujudan budaya belajar yang sehat, aman, bebas dari segala bentuk kekerasan, dan inklusif untuk mendukung tumbuh kembang murid secara utuh dengan pembelajaran yang berkesadaran, bermakna, serta menggembirakan, melalui pelibatan aktif Catur Pusat Pendidikan (sekolah, keluarga, masyarakat, dan media).

Dalam tulisan ini, saya bahas budaya belajar AMAN saja ya.

 

Budaya Belajar Aman

 

Apa itu budaya belajar AMAN?

Budaya belajar aman adalah terwujudnya budaya belajar yang aman dari berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan fisik, verbal, emosional, maupun digital. Sarana dan Prasarana pembelajaran juga harus memenuhi standar kebersihan dan keamanan bangunan, termasuk dilengkapi dengan sistem tanggap darurat bencana, serta mampu meminimalkan risiko kecelakaan, penularan penyakit menular, serta menjadi tempat yang bebas dari paparan asap rokok, minuman beralkohol, dan penyalahgunaan NAPZA (Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).

Ada 4 aspek budaya belajar aman, yaitu:

1. Aman dari kekerasan.

Aman dari kekerasan adalah budaya belajar yang terbebas dari semua bentuk kekerasan, baik secara fisik, verbal, emosional, seksual, maupun kekerasan digital.

2. Aman di ranah digital.

Aman di ranah digital adalah budaya belajar memperhatikan keamanan anak terhadap risiko dari penggunaan gawai dan perangkat.

3. Aman dari bencana.

Aman dari bencana adalah budaya belajar yang menjamin kelayakan sarana dan prasarana yang mendukung keselamatan fisik murid. Seperti ketersediaan fasilitas yang bersih, sehat, aman dari risiko kecelakaan, serta kesiapsiagaan terhadap bencana.

4. Lingkungan yang bersih dan sehat.

Budaya belajar terkait lingkungan yang bersih dan sehat adalah budaya belajar yang memerhatikan kebersihan lingkungan, sistem sanitasi, ketersediaan air bersih, perilaku hidup bersih dan sehat, serta memastikan lingkungan yang bebas dari paparan asap rokok, minuman beralkohol, dan penyalahgunaan NAPZA (narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya).


Kelas Cerdas Pelatihan Fasad


Budaya belajar yang aman, nyaman, dan gembira dapat dicapai dengan penguatan pada lingkup, tata kelola, edukasi, serta sarana dan prasarana, dengan pelibatan aktif Catur Pusat Pendidikan. Khusus tentang Catur Pusat Pendidikan, sudah pernah saya bahas dalam tulisan berjudul Mengenal Program dan Kebijakan Penguatan Karakter.

Demikian pula berdasarkan pengalaman saya, utamanya komunikasi antara orang tua dengan pihak sekolah menjadi syarat penting untuk tercapainya budaya belajar yang aman, nyaman, dan gembira, apalagi ditambah dengan kolaborasi dari media dan masyarakat sebagai bagian dari Catur Pusat Pendidikan. Setuju?

Makassar, 12 Oktober 2025

Tulisan ke-6 di blog ini

B E R S A M B U N G

                                                                                                   

Bahan dari tulisan ini berasal dari Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kemdikdasmen yang saya dapatkan selama mengikuti pelatihan.


Bapak, Ibu yang satuan pendidikannya masih termasuk dalam daftar residu (tercatat belum mengimplementasikan/belum pernah lapor), jika sudah mengimplementasikan program penguatan karakter diharapkan mengisi tautan https://bit.ly/tinjut7kaih.

 

 

*Catatan saya dari pelatihan Fasilitasi dan Advokasi Kebijakan Penguatan Karakter yang diselenggarakan oleh Puspeka, Kemdikdasmen untuk Sulawesi Selatan pada tanggal 24-26 September 2025. Saat itu saya mewakili KEB (Kumpulan Emak-emak Blogger).





Share :

9 Komentar di "Skor 5 untuk Sekolah Aman?"

  1. Pingin banget ikut acara seperti ini.. Mengedukasi sekali. Karena umma juga memiliki anak yang suka mendapatkan perudungan

    ReplyDelete
  2. Sekolah aman yang ideal atau skor tinggi memang rasanya masih jarang ya Mbak di Indonesia. Atau bahkan di kebanyakan negara luar atau barat pun mungkin kondisinya sama. Dan yang sulit terdeteksi adalah aman dari kekerasan seperti bullying. Mungkin ini pula cerminan masyarakat kita yang ada saat ini. Semoga banyakanya edukasi dan keterbukaan informasi nantinya juga bisa membantu mengawasi sekolah agar lebih aman untuk anak.

    ReplyDelete
  3. Iya sih Mba pasti sulit banget ya ngasih skor di atas 7 kalau, anak-anaknya pernah mengalami bullying. Saya pun sama, anak saya yang pertama pernah mengalaminya, mirisnya kadang bullying itu bukan hanya dari teman-temannya tapi gurunya juga. Sedih banget, apalagi kalau ada anak sampai bunuh diri atau membunuh karena tidak kuat menghadapi bullying dari temannya.

    ReplyDelete
  4. Sebagai mantan korban bullying semasa SMA, saya berharap sekali sekolah aman diupayakan di setiap sekolah. Karena efek bullying ini bisa membekas hingga anak dewasa, dan mempengaruhi kehidupan sosialnya.

    ReplyDelete
  5. kayaknya memang nggak aneh juga sih mbak kalau banyak orang tua yang memberikan skor rendah untuk keamanan sekolah ini karena memang masih banyak terjadi kasus bullying di sekolah kita. nggak cuma sekolah negeri bahkan sekolah swasta yang mahal juga bisa ada kasus bullyingnya

    ReplyDelete
  6. Banyaknya pengalaman terkait di sekolah jadi tolok ukur yang penting sekali dalam memberikan penilaian ya mba. Justru orisinil

    ReplyDelete
  7. Budaya belajar yang aman, nyaman, dan gembira itu emang penting banget ya untuk menjadikan sekolah aman bagi anak-anak kita

    ReplyDelete
  8. Ngomongin perundungan pas banget dengan pemberitaan perundungan di Bali dan anak SMP belakangan ini. Mewujudkan sekolah aman itu penting banget. Ya aman dari perundungan, aman dari jaringan pengedar narkoboi.

    ReplyDelete
  9. Hihihi jadi penasaran yang lain rata2 pada ngasi nilai berapa.
    Emang nih sekolah aman sekarang menjadi issue menarik buat diperbincangkan ya mbak, gimana membuat sekolah menjadi rumah kedua yang aman buat anak2 ini, tanpa perundungan, anak bahagia di sekolah.
    Butuh kerjasama banyak pihak. Kalau sedang di sekolah harapannya guru atau pegawai sekolah ikut mengawasi dan segera tanggap kalau ada tanda2 menuju arah perundungan supaya gak jadi masalah lebih besar.
    Saat di rumah ortu juga sebisa mungkin membuat anak lebih terbuka ya.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^