Kisah Bersama Anak Gadis di Hari Ibu – Kami berbincang tentang banyak hal saat berjalan-jalan berdua saja usai penerimaan rapor di Hari Ibu tahun ini. Anak gadis kelas 11 yang mesin kecerdasannya Fi berdasarkan tes STIFIn dan senang bercerita ini meminta waktu khusus berdua mamaknya saja usai penerimaan rapor. Saya bersyukur dan bangga atas pencapaiannya dalam semester ini.
Untuk tingkatan kelas, dia
sudah melalui proses terbaik yang ada alot-alotnya karena harus berurusan
dengan anak-anak yang tidak punya kepedulian dalam kerja kelompok dan tidak di-support
ortu pula. Saya pikir, wajar jika ada juga reward buatnya dengan
memenuhi keinginannya hari ini usai terima
rapor.
Kami mengobrolkan banyak
hal. Ada beberapa hal yang tidak saya duga terucap dari bibirnya. Dia juga
bertanya, "Mama punya ekspektasi tertentu untuk anak-anaknya Mama?"
"Tidak. Mama percaya
bahwa anak-anak Mama punya potensinya masing-masing dan bisa berkembang dengan
potensinya," saya menatapnya.
"Teman-temanku ada
yang orang tuanya menentukan anaknya harus jadi apa," ujar anak gadis.
"Mama tidak seperti
itu. Mama tahu potensinya anak-anaknya Mama, di mana kekuatannya," saya
menegaskan tidak akan memaksakan "bayangan" masa depan mereka.
Si tengah ini punya
kemampuan komunikasi yang lebih baik dibandingkan saudara-saudaranya. Saya
sudah berkali-kali bilang ke dia apa saja potensinya yang terlihat oleh saya
selama bertahun-tahun. Setelah melakukan tes STIFIn, dugaan saya tepat.
Semua yang pernah saya
sampaikan kepadanya, ternyata itu semualah potensi yang dimilikinya. Saya mulai
membuka topik soal potensi dirinya sejak dia SMP dan memintanya untuk terus
mencari tahu apa topik yang dia senangi untuk nanti dia memutuskan bidang apa
yang akan dia tekuni.
Kelihatannya dia sudah
tahu dia mau jadi apa dan masya Allah – hal tersebut sesuai dengan
perkiraan saya pula tentang potensinya.
Saya bercerita tentang si sulung
dan potensinya. Tidak pernah satu kali pun saya membandingkannya dengan
kakaknya yang untuk urusan matematika lebih andal itu. Saya menunjukkan pada
anak gadis keunikan kakaknya apa saja dan bahwa untuk pemilihan bidang yang
ditekuni, si sulung sudah di track yang tepat (ternyata hasil tes STIFIn
juga menunjukkan demikian) – ditunjukkan dengan kelulusannya yang cum laude
pada program studi keteknikan di kampusnya, tinggal bagaimana si abang ini
melanjutkan hidup ke depannya sembari terus didoakan tentunya.
Athifah sejak usia di
bawah tiga tahun sering mengungkapkan isi hatinya. Hari itu, dia banyak
menceritakan isi hatinya. Sekali lagi saya menyadari, pembicaraan dari hati ke
hati seperti ini memang penting baginya. Dan momentum Hari Ibu menjadi momentum yang pas. Saya pun bisa memaknai kembali peran saya sebagai ibu baginya.
Ciptaan Allah yang satu
ini sering membuat saya takjub sendiri. Wajah mirip Papa, karakter tidak persis
mirip Papa or Mamak tetapi dalam beberapa hal terkait pola pikir dan
daya kritiknya – sepertinya mirip mamaknya dulu 😁.
Saya mengambil HP dan
mengatur mode kamera depan. Dia membersihkan lensa kamera dan mengajak berpose
yang menunjukkan 💚 ... "Aih, Mama
kenapa seperti huruf C tangannya?"
Ah biarlah, yang lihat
tahu kok itu menyimbolkan LOVE Nak. Hehe.
Makassar, 26 Desember 2023
Share :
0 Response to "Kisah Bersama Anak Gadis di Hari Ibu"
Post a Comment
Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^