Drama Ojek Online Dekat Lokasi Bom Bunuh Diri

Drama Ojek Online Dekat Lokasi Bom Bunuh Diri - Na’udzubillah, saya berkomentar singkat di sebuah grup Whatsapp ketika membaca info terbaru kejadian kota Makassar dari seorang kawan. “Bom bunuh diri meledak di Gereja Katedral”, begitu informasinya.

Saya menghela napas. Ada-ada saja orang-orang itu. Melakukan teror di tempat ibadah sungguh bukan ajaran agama mana pun. Islam pun tak pernah mengajarkan ummatnya untuk seenaknya membunuh penganut agama lain.

Saat membaca berita terbaru hari ini, saya sedang bergegas mempersiapkan diri. Segala pekerjaan rumah saya selesaikan, termasuk urusan makanan yang akan dimakan siang ini sepulang kami dari bepergian. Saya dan kedua orang tua sudah dari kemarin-kemarin berniat menjenguk anggota baru keluarga besar kami. Istri dari salah seorang keponakan melahirkan di Rumah Sakit Khadijah.

Bom Bunuh Diri Gereja

Astaga! Rumah Sakit Khadijah Itu Kan di ….

 

Perhatian saya tertuju kepada segala urusan rumah. Mesin cuci bahkan belum berhenti beroperasi ketika kami harus berangkat karena GoCar yang dipesan sudah menuju rumah kami. Seperti robot saja saya menentukan titik jemput dan titik antar di map.

Dalam perjalanan saya masih sekilas melihat teman-teman di dua grup berkomentar atas kejadian naas pagi ini. Semuanya mengutuk tindakan tercela tersebut.

Ketika mobil menyusuri jalan Sudirman saya membaca pesan WA dari suami, “Ada bom bunuh diri di Gereja Katedral.” Sepersekian detik saya masih belum terkoneksi dengan maksud sesungguhnya pesan dari pak suami. Lalu kemudian kesadaran saya kembali seutuhnya.

Ya Allah, lokasi rumah sakit yang akan kami tuju kan berdekatan dengan katedral itu!

“Pak, ada bom meledak di Gereja Katedral. Sepertinya kita tidak bisa belok ke jalan Kartini,” ucap saya kepada pak sopir.

“Di mana, Bu?”

“Gereja Katedral yang di jalan Kajaolalido. Ini … di grup WA saya sudah ramai infonya.”

Ujung jalan Kartini terlihat terpalang. Sejumlah polisi berjaga-jaga di ujung jalan. Mobil tak bisa masuk. Kami harus turun di ujung jalan dan berjalan kaki ke rumah sakit Khadijah. Saya meminta persetujuan ibu apakah bersedia berjalan kaki. Saya agak khawatir dengan kondisinya yang mudah capek namun beliau tak berkeberatan.

Gereja Katedral Makassar
Di depan sana itu Gereja Katedral Makassar, tampak dari 
depan rumah sakit.

Jadilah kami turun dari mobil dan mendekati pak polisi.

“Mau ke Rumah Sakit Khadijah, Pak,” ujar kami.

“Silakan, Bu. Hati-hati ki’,” ucap salah seorang polisi.

“Hati-hati ki’ saja,” ulangnya lagi.

 

Obrolan Kelam di Dekat Lokasi Bom Bunuh Diri

 

Matahari sudah mulai terik. Kami harus menyusuri jalan Kartini ke arah barat sejauh 100 meter. Jarak RS Khadijah dari Gereja Katedral sekira 50-an meter saja. Gereja Katedral tampak kokoh di ujung jalan. Posisinya tusuk sate, tepat tegak lurus di depan kami.

Tiba di rumah sakit, saya menelepon keponakan untuk menjemput kami. Dari arah pintu masuk tak ada keterangan di mana letak kamar yang kami tuju, “Tenro, jemput Tante Niar, Oma, dan Ato’, Nak. Kami di depan Kamar Bersalin!”

Obrolan hari itu berwarna kelamnya pengeboman yang terjadi. Kami tak hanya berbincang tentang sang ibu, bayinya, dan rencana pernikahan kedua kakak Tenro. Bom bunuh diri juga menjadi bagian dari percakapan kami. Tentang ketidaksetujuan kami atas perilaku sesat seperti itu. Tentang orang-orang yang melihat potongan kaki, potongan tangan, dan … ah sudahlah.

Saya sangat prihatin dengan keadaan ini. Semoga mereka yang terluka segera pulih. Semoga tak ada lagi korban tewas selain pelakunya saja. Kabarnya ledakan terjadi di sekitar pagar jadi kedua pelaku tertahan di sana sampai bomnya meledak. Ah, apapun agamamu kalian berdua … kalian dikutuk oleh semua penghuni bumi atas kejahatan kemanusiaan yang kalian lakukan. 😰

 

Drama Ojek Online Bermula dari HP

 

Bisa ditebak, urusan memesan mobil ojek daring tidak mudah. Letak kamar yang di lantai 2, lalu harus berjalan kaki sejauh 100 meter dengan ibu yang jalannya tak bisa cepat, saat memesan ojek melalui aplikasi, saya berharap mendapatkan pengemudi yang mau bersabar menanti.

Rupanya dramanya bukan dari apa yang saya khawatirkan. Drama ojek online kali ini bermula dari handphone saya yang tiba-tiba ngadat. Beruntung saya sudah mengirim pesan supaya sang sopir bersedia bersabar menunggu karena saya berjalan kaki bersama orang tua, menuju ke titik jemput. Saya mengingat nomor polisi mobil yang menjemput kami dan warnanya.

Sembari memegang tangan ibunda, saya terus mengamati aplikasi. Bukan hal yang mudah karena saya harus mengenakan kacamata baca sembari berjalan. Kacamata baca hanya untuk baca peruntukannya. Dipakai berjalan seperti itu sungguh tak nyaman.

Di bawah terik matahari siang khas Kota Makassar, kami menyusuri jalan Kartini ke arah timur, menuju jalan Sudirman. Saya menaikkan intensitas cahaya ponsel. Apesnya, tiba-tiba dua sinyal operator provider telekomunikasi yang saya gunakan hilang. Otomatis saya tak bisa mengakses aplikasi.

Waduh. Jadinya ruwet. Saya belum janjian, di mana titik jemput yang tepat. Jangan sampai kami belok ke kiri, ke sudut Lapangan Karebosi sementara mobilnya menunggu di depan Gedung Pengadilan Negeri!

Jalan Kartini
Berjalan kaki menuju jalan Sudirman di depan sana.

Ponsel saya berulah. Berkali-kali di-restart tetap tak membuatnya kembali beroperasi dengan baik. Saya sudah mulai gelisah. Mata saya mencari-cari mobil merah dengan nomor plat mobil yang sudah saya hafal. Dari tempat kami menunggu, di pojok tenggara Lapangan Karebosi, sama sekali tak terlihat mobil merah parkir.

Celingak-celinguk ke bagian depan Gedung Pengadilan Negeri, saya pun tak melihat ada mobil berwarna merah terparkir di situ. Duh, di mana gerangan dia parkir. Saya masih berusaha mengakses aplikasi. Berkali-kali restart.

“Coba pinjam HP-nya Pak Polisi,” ibu saya memberi usul. Selama beberapa menit, usulan dari ibu membuat saya makin panik. Saya mau mencoba mencari nomor operator taksi di ponsel namun untuk mengakses nomor-nomor kontak yang tersimpan saja tak bisa.

Ibu saya terus memberikan usulan yang sama sekali tak bisa dijalankan, menyuruh saya meminjam handpone petugas polisi yang berdiri tak jauh dari kami. Saya takut kalau-kalau beliau hilang kesabaran seperti yang sudah-sudah. Alhamdulillah, tidak terjadi. Beliau masih mencoba bersabar.

Akhirnya selama 1 – 2 detik saya bisa membuka aplikasi dan membaca dua chat dari pak driver, “Saya di depan Gedung Pengadilan.” Dan: “Cancel maki’ kalo masih lama.”

Saya mencoba membalasnya, meminta maaf dan mengatakan akan cancel saja sebab saya tak melihat di mana mobilnya. Di saat yang sama ada taksi melintas dengan kecepatan lambat di depan kami. Saya langsung menghentikan taksi itu.

Sepanjang perjalanan saya masih terus mencoba mengakses aplikasi. Tetap tak berhasil. Ponsel saya terasa panas. Akhirnya saya mematikannya. Saya baru bisa mengoperasikan HP dengan normal ketika tiba di rumah. Fiyuh, ada-ada saja deh penyebab drama ojek online.

Makassar, 28 Maret 2021

Karib dan kerabat, terkait kejadian kelam 28 Maret di Makassar ini, kalau kalian mendapatkan pesan-pesan berupa gambar atau video yang menggambarkan atau menunjukkan potongan tubuh atau hal-hal menyeramkan dari kejadian bom bunuh diri ini, tolong berhenti di kalian saja. Jangan menyebarkannya lagi untuk menjaga stabilitas bersama dan supaya tidak memancing terciptanya isu lain lagi.



Share :

10 Komentar di "Drama Ojek Online Dekat Lokasi Bom Bunuh Diri"

  1. Innalillahi, dan terjadi lagi 🥺 Selalu berharap hal seperti ini tidak pernah tetulang. Namun, lagi-lagi ada pihak yang masih nekat melakukannya.

    Dan, mengalami drama di saat genting itu memang melelahkan, harus ekstra sabar biar bisa berpikir jernih 🤭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, semoga tak terulang lagi.

      Hehe ... cukup melelahkan mana matahari terik manja 🤭

      Delete
  2. Sungguh mengagetkan membaca berita yang terjadi di Makasar itu. Sedih kok bisa ada yang bisa melakukan bom bunuh diri gitu. Semoga kita dijauhkan dari hal hal buruk macam itu ya mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak. Padahal kota kami pada dasarnya masyarakatnya toleran, saling berdampingan. Semoga tak kejadian lagi.

      Delete
  3. Deh, saya bayangkan orang di rumah sakit pasti kaget itu di?
    Suaranya mungkin sampai ke sana juga, belum lagi di depan rumah sakit ada banyak polisi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iye, terdengar ledakannya, Daeng. Saat saya datang, ponakan lagi di luar, mencari informasi karena penasaran ada apa.

      Delete
  4. Ya Tuhan, Mbak Niar tak terlalu jauh dr TKP pada saat itu? Membaca tulisan ini saya turut bersyukur utk kondisi Mbak Niar dan bapak-ibu. Semoga ke depan Makassar (dan kota-kota lain) dijauhkan dr kejadian semacam ini. Meski sasaran utama gereja, tapi umat manapun bisa jd korban (baik langsung maupun tidak langsung).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, Mbak Lisdha.
      Dekat, Mbak ... sekitar 50-an meter.
      Sedih ... semoga tak ada yang terprovokasi ya dan semoga tak ada kejadian seperti ini lagi di Makassar.

      Delete
  5. Ya ampun koq masih ada saja ya kejadian kayak gini, bener mba apapun alasannya tidak dibenarkan mengatasnamakan Islam pada pada tindakan teroris kayak gini. Alhamdulillah sampai rumah dengan selamat ya mba :)

    ReplyDelete
  6. Sediiih mba denger berita bom itu :(. Lagi2 msh ada org yg berpikir sesat kayak begitu. Ntah ajaran mana yang dia percaya sampe logikanya ga bisa jalan lagi :(

    Semoga ga ada lagi kejadian begini di kota manapun. Akupun mengutuk keras pelakunya. Ga ada surga utk orang2 seperti itu

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^