Tantangan dan Peluang Legal Technology dan Financial Technology dalam Era Industri 4.0 – Saya takjub membaca keterangan profesi Dr. Maskun, S.H., LL.M. sebagai dosen Telematika di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Zaman saya kuliah di Unhas dulu, tahun 90-an, istilah TELEMATIKA adanya hanya di jurusan Teknik Elektro.
Saya masih ingat
Laboratorium Telematika adalah salah satu laboratorium yang harus kami masuki
sebagai rangkaian dari kuliah di Fakultas Teknik Jurusan Elektro. Sekarang,
istilah itu sudah ada juga di Fakultas Hukum.
Dunia memang sudah sangat berubah. Benar adanya yang dikatakan oleh Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H, “Hikmah covid mempercepat kemajuan teknologi di bidang peradilan. Siapkah ahli hukum, juga polisi, menghadapi semua itu?”
Tentunya kita semua
sepakat. Mau tak mau, kita harus siap menghadapi perubahan. Siapa menyangka di
zaman kini bermunculan profesi-profesi yang dulunya tidak terpikirkan, seperti
pengajar Telematika di Fakultas Hukum.
Irma Devita, S.H., M.Kn (founder Irma Devita
Learning Center) mengemukakan
jenis-jenis profesi baru yang timbul seiring era disrupsi terkait bidang hukum,
seperti legal knowledge engineer, legal technologist, legal process analyst,
legal hybrid, legal project manager, legal data scientist, legal management
consultant, dan legal risk manager.
"Sekarang transaksi borderless (tanpa batas). Interaksi bukan hanya fisik, melainkan cybersic, physical system internet of things, serta network. Konsepnya sekarang bukan lagi owning of economic melainkan sharing of economic. Contoh adanya GoJek menjadi contoh yang sering disebut, yang mana orang yang tak memiliki “armada taksi” bisa menjadi pengusaha taksi online," ujar Kak Irma.
Mana pernah zaman dulu
terpikirkan hal tersebut?
Lantas, bagaimana dengan
notaris dan ahli hukum lainnya? Apa yang bisa digarisbawahi mengenai perubahan
era industri 4,0 terkait legal dan finance? Nah, insight terkait
hal-hal tersebut saya dapatkan dalam webinar bertajuk Inovasi di Bidang Legal
Technology dan Financial Technology Sebagai Sebuah Tantangan dan
Peluang.
Event daring yang
diselenggarakan oleh IDLC (Irma Devita Learning Center) bekerja sama dengan
AMPUH UNHAS (Asosiasi Mahasiswa Hukum Perdata Universitas Hasanuddin) dan
Fakultas Hukum Unhas ini berlangsung via Zoom Cloud Meeting.
Peluang Besar dalam Bidang Legal Technology
Prof. Dr. Anwar Borahima,
S.H., M.H
(Dewan Pembina AMPUH dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin)
dalam keynote speech-nya memaparkan mengenai peluang besar dalam bidang legal
tech di Indonesia.
Peluangnya masih sangat
besar karena dengan jumlah penduduk yang sangat besar – yaitu 271,1 juta jiwa.
Juga mengingat pengguna internet mencapai 175,4 juta orang sementara smartphone
yang terkoneksi mencapai 338,2 juta unit. Hal yang menarik sekaligus menantang
untuk “direbut” peluangnya. Mengapa?
Karena Indonesia belum memiliki
pemain dalam bidang legal technology. Berbeda dengan Singapore
yang sudah punya 6 pemain dalam bidang legal technology padahal jumlah penduduknya
jauh lebih sedikit daripada jumlah penduduk Indonesia.
Perlindungan Data Pribadi
Dr. Maskun, S.H, LL.M (Ketua Program Studi S1
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin) menggarisbawahi mengenai
pentingnya perlindungan data pribadi penting karena menyangkut tentang semua
komponen yang bisa dipotret.
Hal ini menjadi penting mengingat
case bobolnya data pengguna Bukalapak, Bhinneka, Tokopedia tempo hari menggambarkan
betapa telanjangnya data pribadi kita di Indonesia.
“Kita tidak secure saat ini, dalam konteks ada kerawanan informasi yang muncul. Kita berharap RUU PDP bisa disahkan tahun ini, paling tidak ada langkah maju yang dilakukan oleh Indonesia,” ucap Pak Maskun, mengingat 132 negara telah memiliki UU PDP.
Sebuah tantangan besar,
mengingat data merupakan aset yang harus dijaga dengan baik oleh suatu
perusahaan/lembaga. Hilangnya data akan mengakibatkan direct financial
losses hingga non material yang akan berpengaruh
terhadap reputasi perusahaan. Buntutnya, bisa menyebabkan tidak adanya
kepercayaan kepada pemerintah dalam memberikan pelayanan publik.
Motivasi Bagi Ahli Hukum Zaman Sekarang dan Nanti
Irma Devita, S.H., M.Kn memaparkan bahwa dunia notaris dan
PPAT terus-menerus mengalami gempuran teknologi. Sebagai garda terdepan untuk
menyatakan otensitas sebuah perbuatan hukum, ahli hukum mendapatkan tantangan
dari disrupsi dalam bidang hukum.
Bagaimana tidak, telah
terjadi digitalisasi seluruh produk hukum dan pendaftaran produk notaris /PPAT
pada instansi terkait. Juga diberlakukan berbagai otomatisasi kontrak (digital
contract), digital signature, digital documents, dan lain-lain.
Sungguh menjadi tantangan ketika
notaris, PPAT, dan lawyer pada zaman kini menduduki posisi “silent occupation”
karena harus bersaing dengan artificial intellegence.
Dalam dunia PPAT (Pejabat
Pembuat Akta Tanah), sudah ada dasar hukum digitalisasi PPAT, seperti:
- Permen ATR/KBPN Nomor 5 Tahun 2017 tentang Layanan Informasi Secara Elektronik.
- Permen ATR/KBPN Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penerapan Tanda Tangan Elektronik.
- Permen ATR/KBPN Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Permenag /KBPN No. 3.
- Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
- Permen ATR/KBPN Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Secara Elektronik.
“Masuk ke kantor Pertanahan, sudah mulai ada namanya ‘surat pertanggungan elektronik’. Yang terakhir – baru minggu lalu, sudah ada Permen Agraria yang mengharuskan adanya sertifikat secara elektronik. Nah, dengan adanya surat pertanggungan elektronik saja kita sudah pusing, terus adanya pengecekan MJMP secara elektronik, ada pembukuan dan pemetaan tanah secara massal dengan target PTSL sampai dengan tujuh juta bidang tanah – itu tujuannya adalah semuanya nanti terbit menjadi sertifikat elektronik,” dengan runut dan lugas Kak Irma menjelaskan mengenai kenyataan yang dihadapi para PPAT saat ini.
Mau tidak mau, suka tidak
suka, itulah kenyataan yang harus dihadapi sekarang. Inilah kesempatan generasi
milenial dan generasi Z untuk mempelajari dan mengantisipasi perkembangan ke depannya. Dunia sudah berubah. Telah
terjadi perombakan besar besaran dalam pekerjaan notaris/PPAT.
Ahli hukum ke depannya tidak
hanya wajib ahli dalam bidang hukum teori dan praktik melainkan juga harus terampil
menggunakan segala perangkat yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaannya sehari
hari mengikuti perkembangan zaman.
Duithape: Menjawab Tantangan Cashless Tanpa Gawai,
Bebas Korupsi dan Akuntabel
Dalam situasi bencana, di saat HP tak bisa dipergunakan dan penyintas butuh bantuan, minimal orang masih punya wajah yang bisa dikenali.
Perkembangan financial
technology sekarang semakin pesat. Melakukan transaksi secara borderless
kini dimungkinkan. Teman saya ada yang membelikan theme untuk
website kliennya kepada penyedia tema di luar negeri. Dengan seketika tema
diperoleh dan bisa dipasang di website sang klien.
Namun bagaimana ketika dalam
situasi bencana dan kartu keluarga ataupun KTP tidak bisa diperoleh karena
tertimbun rumah yang rubuh? Apakah solusi nontunai sudah menjangkau sampai ke
sana? Bagaimana melakukan pembayaran masal ketika tunai dan fisik tak
dimungkinkan? Adakah solusinya?
Rupanya solusi untuk
keadaan demikian sudah ada.
DUITHAPE adalah solusi epayment
for unbank yang berfokus pada lapisan masyarakat bawah yang pada
kenyataannya masih banyak yang belum memiliki HP. Sara Dhewanto, S.E., M.B.A (Founder & Managing
Director Duithape) menjadi nara sumber ketiga, menjelaskan dengan gamblang mengenai
Duithape.
“Sistem digital bisa
menjadi alat penegakan hukum. Semakin analog semakin untraceable,
semakin digital semakin traceable,” Sara selanjutnya menceritakan
bagaimana kasus korupsi besar yang mudah dilakukan dan tidak langsung terlacak
karena masih menggunakan sistem analog.
Kelebihan Duithape:
- Terbukti. Sudah mendistribusikan
bantuan ke lapisan terbawah hingga ke pelosok
- Tepat sasaran. Verifikasi biometric
SetorMuka dan tepat guna, sesuai kebutuhan masyarakat
- Bebas korupsi. Mampu mencegah penyelewengan
dan fully traceable (mudah pelacakannya).
- Mendukung financial
inclusion. (1)
Tanpa smartphone, tanpa kartu , untuk siapapun. (2) Cashless, pembayaran
instan. (3) Memberdayakan UMKM, menggerakan roda ekonomi.
- Reliability. Mudah digunakan, mulai
usia 5 – 80 tahun bisa menggunakan, termasuk difabel bisa memanfaatkannya. Juga
bisa digunakan di daerah terpencil.
- Akuntabel dan data lengkap. Jelas siapa dapat apa,
berapa, kapan, di mana. Live detailed data, untuk data driven policy.
- Siap pakai. Tanpa biaya investasi.
DUITHAPE menggunakan evoucher setor muka. Duithape merupakan fintech
untuk penyaluran distribusi bantuan sosial yang sudah mendaftarkan patennya di Kemenkumham
tahun 2019. Tanpa kartu, tanpa smartphone, tanpa bank, penerima manfaat bisa
berbelanja di gerai/warung yang terkoneksi dengan sistem Duithape hanya dengan SETOR (scanning)
WAJAH dan pin.
Pengalaman fintech yang menjadi 1st place global winner pada APEC Global Innovation in Science & Technology 2019 menunjukkan terjadinya multiplier effect dengan terjadinya perputaran roda ekonomi dari warung mikro, ke distributor kecil, ke distributor besar, ke produser besar, value adding impact transaksi dana donasi hingga lima kali.
Win-win solution! Dengan Duithape, bukan
hanya Duithape yang mendapatkan keuntungan namun juga semua pihak yang terlibat
– pemerintah/lembaga pemberi bantuan, penerima manfaat, dan agen/warung.
Cyber Security: Ruang Lingkup dan Apa yang Harus Kita
Waspadai
Evandri G. Pantouw, S.H (CEO Indexalaw), nara sumber
terakhir makin membuka wawasan saya. Berbicara mengenai perkembangan yang
terjadi sekarang, yang mana data menjadi hal yang sangat penting. Dalam dunia
digital, semua serba software, masuk ke revolusi industri 4,0 semua
menggunakan software dan mendigitalisasi banyak hal.
Era internet of things
yang mana internet masuk ke segala sendi kehidupan memungkinkan makanan dipesan
lewat internet, smart watch bisa punya manfaat selain sebagai pewaktu. Perangkat
smart home memungkinkan kita mengatur on-off lampu yang
terkoneksi ke wifi.
Data disebut-sebut sebagai
“the new oil” saking berharganya sampai bisa diperjualbelikan oleh pihak
penyedia aplikasi kepada pihak ketiga. Semua data masuk ke cloud, suatu server
yang sayangnya tak dibuatkan aturan agar para provider memiliki cloud
di Indonesia.
Di dunia digital, banyak hal dijual sebagai service (layanan), semisal berlangganan koran digital harus subscribe, mendengarkan musik dan nonton film pun harus berlangganan. Masuk ke mana-mana harus/serba subscribe. Ciber security menjadi sangat penting karena tanpa keamanan dalam dunia digital, semua yang sudah dibangun semua punya kerentanan.
Mawas diri menjaga
informasi pribadi yang dibagikan dalam dunia digital adalah pesan penting yang
disampaikan oleh Mas Evandri. Untuk diketahui, percakapan pribadi di Whatsapp misalnya
bisa dibaca sebagai data yang disampaikan oleh algoritma Facebook Ketika kita menggunakan
kedua platform tersebut.
Seperti halnya ketika membuka
website melalui browser, apa yang sudah menjadi kebiasaan kita dalam
berselancar, iklan terkait itulah yang akan terbuka ketika kita membuka sebuah
website. Dicontohkan, iklan porno terbuka bukan karena pemilik website yang
memasangnya, melainkan terkait kebiasaan pengguna dalam menggunakan internet.
So, pilihan ada di tangan kita
sebagai user.
Ruang Lingkup Ciber Security
Sekarang, mari kita tengok
apa yang menjadi ruang lingkup ciber security. Ruang lingkupnya adalah melindungi
sistem, jaringan, dan program dari jangkauan pihak yang ingin:
- Mengakses informasi.
- Membuat sistem tidak dapat diakses sebagaimana mestinya.
- Mengubah informasi tertentu.
- Menghancurkan informasi.
- Mendapatkan kekayaan.
- Melakukan serangan yang bersifat mengganggu stabilitas suatu negara.
Ada 16 cara masuknya cyber
crime yang disebutkan oleh Mas Evandri, yaitu hacker, bug, error, spam,
storage, phishing, personal, breaking, secure, folder, virus, trojan, cloud,
DDOS, bruteforce, dan login. Sayangnya, UU ITE kita belum bisa
menjadi solusi beberapa dari 16 cara tersebut.
Electronic Signature vs Digital Signature
Hal lain yang ditekankan
Mas Evandri adalah perbedaan electronic signature dan digital
signature. Yang banyak orang lakukan dengan mengedit tanda tangan menggunakan
aplikasi semisal Paint lalu memindahkan image ke dokumen, itu namanya electronic
signature (tanda tangan elektronik).
Electronic signature tidak memiliki kekuatan
hukum karena tidak diakui dalam UU ITE pasal 4 karena bukan digital signature.
Cara ini rentan pula disalahgunakan oleh pihak lain yang tidak bertanggung
jawab karena dengan mudah bisa dipindahkan.
Nah, cara mengatasi
penyalahgunaan electronic signature adalah dengan menggunakan digital
signature. Tanda tangan digital memanfaatkan public key infrastructure. Public key infrastructure ini merupakan infrastruktur yang berisi beberapa
penyelenggara yang melakukan pemeriksaan.
Ketika kita ingin membuat
tanda tangan digital sebelum itu kita rekam. Kita masuk dulu ke registration
authority untuk mencatatkan diri kita. Di sana diautentifikasi bahwa benar
tanda tangan akan terkoneksi dengan akun kita, yang mana akun sudah dicek
kebenarannya, KTP sudah dicek apakah memang terdaftar di Dinas Dukcapil.
Juga diadakan pengecekan
biometri menggunakan AI, benar-benar dicek apakah pemilik akun really existed
or not. Setelah registrasi, diperoleh kode, Ketika signing kita
masuk ke suatu tingkat authority berupa lembaga yang mengeluarkan
sertifikat kepada kita yang nantinya akan kita gunakan.
Bagaimana business process dari digital signature?
Pertama-tama pemilik
dokumen memasukkan data/dokumen ke dalam aplikasi. Di dalam aplikasi dimasukkan
hash code, dibuatkan mekanisme enkripsi bersifat private yang di-embed-kan
ke dalam dokumen. Ketika sudah di-digital sign-kan, dokumen tidak bisa
diubah-ubah lagi karena jika diubah lagi data dalam dokumen maka hash code-nya
akan berubah. Tidak bisa diambil/dimanipulasi seenaknya oleh pihak lain.
Nah, dokumen yang sudah
melalui proses digital signature yang sampai kepada pihak penerima, si
penerima harus mengecek hash code-nya apakah sama dengan hash code yang
ada pada pihak pembuat. Jika berubah. Itu berarti telah terjadi usaha mengubah dokumen.
Jika hash code-nya cocok dengan private key berarti tidak terjadi
perubahan.
Menjaga Kebersihan Cyber Pribadi
Hal terakhir yang
ditekankan oleh Mas Evandri adalah pentingnya menjaga “kebersihan cyber”
kita mengingat kita sudah berbagi banyak data dengan banyak aplikasi. Menurutnya,
kita harus tahu persis perangkat yang dimiliki apa saja, terkoneksi ke mana
saja, akun di dalamnya apa saja, siapa saja yang gunakan, dan yang menggunakan
buka akses apa saja.
Selanjutnya, kita perlu
melakukan konfigurasi dengan meng-update antivirus, update Window
Defender, update operating system, update perangkatnya sendiri,
pergunakan antivirus yang baik karena ada beberapa antivirus yang gratis tetapi
menjadi virus itu sendiri, kontrol password … jangan sampai ditempel di
layar, jangan senang show off, meletakkan nomor handphone secara
terbuka, cek website apakah ada gemboknya atau tidak, cek website – jangan buka
jika terlalu panjang.
💙💚💛
Well, begitu banyak insight yang
saya peroleh dari webinar bertajuk Inovasi di Bidang Legal
Technology dan Financial Technology Sebagai Sebuah Tantangan dan
Peluang yang saya peroleh. Apa yang bisa saya serap sudah saya tuangkan
semua di dalam tulisan ini. Semoga perkembangan legal tech di Indonesia menuju kepada hal yang lebih baik setelah ini.
Dari atas, ki - ka: MC, moderator, dan 4 nara sumber. |
Bukan hanya transaksi yang bisa borderless atau tanpa batas wilayah sekarang. Pun urusan hukum juga bisa melampaui batasan yang dulu tak pernah terpikirkan namun kuncinya tetap ada pada diri kita. Di akhir acara, MC mengumumkan penggalangan donasi gempa Sulawesi Barat – satu hal kecil yang bisa dilakukan borderless pula di zaman sekarang. Detail donasinya sebagai berikut:
Donasi Gempa Sulawesi
BNI Tebet: 948460620, a/n
Yayasan Nima Rafa
Contact Person
Gilang: +6281281676658, Dera:
+62816106050
Makassar,
28 Januari 2021
Baca tulisan-tulisan lain terkait Kak Irma Devita di blog ini:
- Mutiara di Kedalaman Hikmah Sang Patriot
- Belajar dari Sroedji dan Rukmini
- Perempuan Pewarna Sejarah
- Menggali Sang Patriot, Bukan Sekadar Terpatri dalam Sejarah
- Berkah Ngeblog dalam Diskusi Sejarah Sang Patriot
Ikuti akun-akun media sosial
Irma Devita Learning Center untuk mendapatkan informasi-informasi penting
lainnya:
- Instagram: @idlc.id
- Twitter: @idlc_id
- YouTube: @IDLC ID
- Line: @IDLC.ID
- Facebook: @idlc.id
- LinkedIn: @IDLC Irma Devita Learning Center
- Podcast: IDLC ID (ngopi hukum)
- WA: 087800099149
Share :
Kasus legal yang lagi rame sekarang ini karena legal komentar di youtube seseorang.
ReplyDeleteYa semua itu jadi pelajaran bagi kita semua.
Wahaha iya Mpo, parah juga itu sampe viral.
DeleteTernyata kebocoran data yang diperjualbelikan itu kasusnya banyak. Jadi harus vwaspada.
ReplyDeleteSaya tidak begitu memahami ranah hukum digital tetapi berharap kasus kebocoran data tidak terulang lagi.
Pengguna internet di Indonesia memang banyak,tetapi masih banyak yang awam mengenai pentingnya keamanan data atau perkembangan digital.
Semoga saja Indonesia bisa atasi masalah kejahatan internet. Seram banget menurut saya.
Nah harapan kita itu ya Mbak .... mengenai data, data kita bisa terjaga.
DeleteJadi ingat film dokumenter The Social Dilemma. Memang mengerikan, sih. Apalagi kerja AI semakin halus dan pintar. Tetapi, saya sepakat dengan apa yang disampaikan Mas Evandri. Menjaga kebersihan cyber sangatlah penting. Dan kuncinya kembali ke diri kita sendiri
ReplyDeleteIya, kalau menyimak acara yang seperti ini, tetap kembali ... kuncinya kepada diri kita sendiri.
DeleteIsu cybersecurity memang tepat sekali dibahas. Saya sih memprediksi, kejahatan digital tetap marak. Perkembangan teknologi digital cepat sekali. Plus, dengan adanya koronces manusia akan bekerja dan beraktivitas dari rumah. Ini memerlukan teknologi digital untuk tetap terhubung. Tinggal manusianya yang diedukasi supaya hati-hati. Kata Bang Napi, kejahatan terjadi karena ada kesempatan. Alias orang jahat akanc cari-cari celah.
ReplyDeleteNah iya .. orang jahat ada saja ya alasannya
DeleteAamiin....semoga menjadi lebih baik ya indonesia kita. Semoga Donasi yang di galang juga bisa segera terkumpul agar dapat membantu para korban bencana di sulawesi. Aamiin
ReplyDeleteAamiin, semoga semakin baik.
Deletebahas soal dunia financial teknologi, kedepannya memang sangat potensial jadi bisnis niy mba. termasuk aku sekarang pengguna salah satu pengguna kemajuan teknologi. wah menarik ya soal elektronik dan digital signature ini, saya dulu menggunakannya waktu kerja di kantor, tapi belum didaftarkan otoritasnya sehingga masih masih bisa disalah gunakan oleh orang lain, well noted, besok2 saya kalau punya hak untuk ttd wajib membuat otoritasnya niy biar aman, ga disalahgunakan oleh pihak lain
ReplyDeleteIyes, Mbak ternyata untuk digital signature ada tata caranya tersendiri yang gak banyak orang pahami.
Deletejadi inget drakor startup yang idenya membuat apps buat mencegah adanya penipuan digital signature ini
ReplyDeleteKejahatan cyber memang marak bgt belakangan ini, termasuk peretasan sosmed yg bikin repot apalagi kalau sampai meretas akun bank kita, digital signature penting bgt nih biar data tetap aman, baru tau saya ada teknologi setor muka macam duit hape ini, tapi sosialisasinya tampaknya masih kurang ya
ReplyDeletesaya tertarik dengan Duithape. ini bener2 menyentuh rakyat bawah yang masih gagap dengan teknologi. Mending gagap, kalau emg mereka tidak mampu membelinya? Makin kasihan. Semoga ini semakin melebarkan sayap untuk menyentuh mreka msyarakat bawah. Saya kadang kurg sreg dengan bbrp bantuan pemerintah selama pandemi, yang ada aturan wajib urus via online, sementara msyarakat kita masih bnyk yg gagap dg sistem ini. Kasihan kadang bantuan justru ga tepat sasaran 🥺
ReplyDeleteCanggih bener Duithape nya mbak. Pasti bermanfaat untuk masyarakat yaa. Semoga nantinya banyak yang memanfaatkan fitur kerennya
ReplyDeleteteknologi emang harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan perkembangan cashless juga marak. Menarik juga dibahas dari sisi hukumnya nih, jadi kita bisa lebih paham lagi ya kak
ReplyDeleteWah. Jadi selama ini kalo "teken kontrak" menggunakan electronic signature, perjanjiannya tidak kuat secara hukum ya? Waduh. Harus cari tahu lebih banyak mengenai digital signature nih.
ReplyDeleteAku senang sekali dengan teknologi digital signature dengan hash code-nya, solusi banget untuk praktis dan tetap aman di jaman digital plus di masa pandemi seperti sekarang ini :)
ReplyDeleteWah keren juga ya ini, pasti membantu masyarakat, soalnya aku kenal banyak orang yang memang gak nabung di Bank
ReplyDeleteBaru tahu nih ada fintech seperti DuitHape. Berbeda ya cakupannya dengan kebanyakan fintech lainnya (e-wallet, pinjaman online).
ReplyDeleteKalau ngga pandai2 memanfaatkan peluang emang bakal tergerus jugaaa yaa. Teknologi jg harus update, manfaatkan dengan baik. Sampe ada investasi virtual. Keren nih kak webinarnyaa jdi pengen ikutaaaaan haha tp udah telat yak
ReplyDeleteDengan semakin berkembangnya dunia digital dan manusia pun banyak yang mulai beronline ria pastinya makin banyak kesempatan di sana utk orang2 jahat utk mencari mangsa... kita semua harus jadi banyak belajar dan lebih berhati-hati..
ReplyDeletesekarang memang jadi peluang tersendiri ya berkutat di sektor fintech karena dunia digital berkembang pesat banget sejak pandemi ini
ReplyDeleteJadi belajar banyak mbak, apalagi soal rajin membersihkan cyber pribadi itu. Memang saat ini data-data serta website dapat dijaga semaksimal mungkin.
ReplyDeletehampir semua bidang memang sekarang beralih ke digital ya mba...
ReplyDeletebagi saya yang paling sering denger sih bidang financial.
tapi saya pikir-pikir saya sendiri belom terlalu menggunakan hal-hal yang digital seperti yang dibahas di atas.
palingan yang financial, dan belanja online hihihihihi itu pun cuma belanja dan bayar pake kartu debit doang
gaptek nanggung saya...
Terkait surat-surat legal seperti surat tanah atau rumah, saya pun pernah terpikir kenapa gak ada salinan digital nya ya..
ReplyDeleteMakanya ketika terjadi bencana, pasti orang akan selalu terpikir satu koper yang berisi surat berharga tersebut. Karena akan sulit dan repot banget ya kak ketika surat tersebut hilang
sepakat juga sih mbak, adanya pandemi ini bikin semua orang mesti beradaptasi dengan teknologi dan dunia digital. dulu, nggak kebayang ngajar online di sekolah yang terletak di desa, tapi bener2 pandemi ini mengubah semuanya. hhh
ReplyDeletenoted, kebersihan cyber kudu banget diperhatikan biar data kita aman :)
Ternyata pandemi mempercepat perkembangan segalanya. Digitalisasi menjadi pilihan dan termasuk perkembangan soal keamanan digital. Isunya sangat seksi sekali
ReplyDeleteDi saming kemudahan begitu banyak tantangan terkait kemajuan teknolgi apalagi yang sedang kita pakai saat pandemi. Setuju jika perihal data kita mesti mawas diri menjaga informasi pribadi yang dibagikan dalam dunia digital. Sudah banyak kejadian yang menyalahgunakan data kita untuk berbuat kejahatan. Duh ngeri juga..
ReplyDeleteSekarang sudah serba canggih ya mba,berbagai istilah-istilah baru juga bermunculan di era teknologi. Peluang besar pun semakin terbuka untuk para pakar hukum yang mendalami bidang hukum cyber ya mba.
ReplyDeleteSelalu ada hikmahnya ya. Ternyata pandemi ini jg mempercepat kemajuan teknologi di bidang peradilan. Btw sy baru tau aplikasi duithape sbg alat bayar cashless ini. Thx infonya
ReplyDeleteWuih keren ada cuber security jugaaa. Kayak gini juga ngurangin biaya tambahan untuk SDM ya mbaa. Udah harus siap sama lajunya teknologi emang
ReplyDeletesaat ini memang pekerjaan apapun itu harus melek dengan teknologi ya kak, termasuk dalam bidang legal, finansial dan lainnya, harus mengikuti perkembangan zaman kalau ingin bertahan
ReplyDeleteSegalanya serba digital. Kalau mau usahanya sukses, pakai digital. Kalau mau maling juga pakai digital. Nah, di situ kita harus terus belajar supaya aman
ReplyDeleteSaya sangat berterima kasih sekali dengan kehadiran fintech ini. Membantu masyarakat kita banget. Zaman sekarang gitu loh, kalo apa-apa harus ngandalin bank saja, bisa lama pergerakan kita.
ReplyDeleteLucu banget namanya, Duithape. Wah, pas baca reviewnya, ini termasuk e-payment yang berani juga ya. Pokoknya selama mengantongi izin OJK, gak perlu ragu lah. Nasabah atau konsumen insya Allah terlindungi.
Serba digital ya kak sekarang ini jadi harus terus belajar nih tentang fintech supaya tau mana yang legal dan yang tidak
ReplyDeleteDuithape ini keren banget ya. Tanpa kartu tanpa smartphone cukup scan wajah saja bantuan sosial dari pemerintah tersampaikan kepada warga. Financial technology benar2 mendobrak dunia keuangan konservatif.
ReplyDeleteKeren banget ini webinarnya ya, lengkap banget pembahasannya. Dari dunia keuangan hingga hukum semua dibahas di era teknologi ini.
ReplyDeleteAcara yang sangat berfaedah ya Kak Niar. Saya jadi kepikiran nih bikin yang legal data scientist, biar gak ketinggalan di era industri 4.0 ini. Btw tanda tangan buat KRS/KHS mahasiswa saya masih pakai e-signature, blm yang digital signature
ReplyDelete