Disrupsi Gaya Hidup atau Kepo Maksimal?


Disrupsi Gaya Hidup atau Kepo Maksimal? Disrupsi yang terjadi sudah dianggap biasa. Sekarang pesan makanan via aplikasi, tidak perlu datang ke gerai atau kedai makanan tersebut. Pencet-pencet tombol sambil berdaster tak mengapa. Tinggal tunggu pak/bu driver mengantarkannya sampai ke pagar atau bahkan depan pintu.

Kemudahan pada Era Disrupsi


Sudah ada orang yang berpikiran tak perlu beli kendaraan. Toh mau ke mana-mana sekarang mudah. Di dalam kota bisa gonta-ganti kendaraan sesukanya, tinggal pilih, mau mobil atau motor. Keberadaan transportasi ojek online telah memudahkan segalanya.



Mau ke luar kota bahkan ke luar negeri sekali pun jauh lebih mudah di zaman ini. Tinggal klik-klik tombol di aplikasi tertentu, tiket sudah bisa diperoleh. Itu pun untuk check in tak perlu di airport, bisa dari gadget saja. Bayarnya pun tak perlu tunai, cukup pakai e-wallet.  Mudah, semua mudah.


Mau tak mau Revolusi industri 4.0 mendorong terjadinya disrupsi dalam berbagai bidang yang memunculkan aneka tantangan dan peluang. Disrupsi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti hal tercabut dari akarnya (kata benda).


Disrupsi bisa dimaknai sebagai “perubahan dari cara/sistem lama ke cara/sistem baru karena terjadinya inovasi besar-besaran”. Istilah ini dipopuleran oleh Clayton Christensen sebagai kelanjutan dari tradisi berpikir “harus berkompetisi, dengan tujuan untuk dapat menang dan mengalahkan orang lain”[1].


Jaman now juga disebut sebaga ERA DISRUPSI yang ditandai dengan penggunaan benda-benda nyata ke dalam dunia maya, dengan bantuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti komputer, gadget, dan robot.



Disrupsi pada Gaya Hidup


Saat mengisi Executive Lecture Series yang digelar Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan (PSKK) UGM, di University Club UGM, Jum’at (30/11/2018), Chairman CT Crop – Chairul Tanjung mengatakan bahwa saat ini kita mengalami dua disrupsi yang luar biasa yaitu bidang teknologi karena revolusi industri 4.0 dan gaya hidup karena adanya perubahan generasi yang menyebabkan perubahan gaya hidup[2].


Apakah perubahan gaya hidup yang terjadi termasuk gaya hidup kepo - Knowing Every Particular Object – dari selebgram atau artis yang digandrungi remaja jaman now melalui media sosial mereka atau tidak? Saya pernah membaca kasus-kasus remaja yang kemudian terancam secara hukum karena berkomentar tak etis kepada public figure di media sosial.


Bisa jadi perubahan gaya hidup yang seperti ini juga, ya.


Dulu kan kalau kita mau mengkritik seseorang, kita harus berada di depannya atau meneleponnya, atau mengirimkannya surat. Sekarang tidak, tinggal berkomentar di akun media sosialnya saja.


Tapi bukan hanya remaja yang memiliki kebiasaan seperti ini sekarang. Kaum generasi X yang mahir menggunakan gadget untuk kepo maksimal juga melakukannya. Hanya sebentar saja riwayat seorang selebritas bisa dikupas tuntas. Hanya sekejap, gerakan jari bisa membawa pemiliknya masuk bui.


Gaya Hidup KEPO


Jangankan artis atau public figure. Kehidupan orang biasa pun diutak-atik oleh masyarakat modern. Salah satu contohnya ketika baru-baru ini viral video seorang perempuan bercadar menyiapkan, mendampingi, dan mengantar suaminya menikah lagi.

Sumber: https://quotesgram.com/candle-quotes/

Coba ketikkan kata kunci “viral istri” maka pencarian Google otomatis memperlihatkan dua keywords teratas saat ini sehubungan dua kata itu, yaitu: “viral istri mengantar suami menikah” dan “viral istri mengantar suami menikah lagi”.


Namanya penasaran ya, menurut saya tidak apa-apa untuk mencari tahu. Tapi kalau sudah tahu ya sudah, sampai situ saja. Bahwa memang ada rumah tangga poligami yang istri pertamanya rido. Titik. Jangan bilang mungkin ada alasannya. Pasti ada alasannya. Dan kita tak perlu mengutak-atiknya. Titik.


Yang aneh kalau sampai menghujat salah satu dari ketiga orang ini. Lha rumah tangga mereka koq. Mereka tak punya masalah apa-apa, koq. Untuk apa dikomentari berlebihan, ya?


Saat sedang berkelana di dunia maya, saya mendapatkan pernyataan dari si istri pertama yang menyatakan supaya netizen berhenti menghujat suaminya. Cukup dia saja karena dia yang berperan di sini.

Saya jadinya kasihan karena sebenarnya untuk urusan internal seperti itu, tidak perlu sampai keluar pernyataan demikian. 

Ulah sebagaian netizen itu bikin gemas, ya. Kalau ada yang patut dihujat itu sebenarnya mereka. Untuk apa mengurusi rumah tangga orang lain? Kenal pun tak berhak lho kita komentari negatif, apalagi tak kenal.


Media memperparah pula. Media online sampai menurunkan beritanya berkali-kali. Masuk infotainment pula di stasiun televisi. Saya tuh heran. Buat apa, ya ini diulas berkali-kali? Ups, pertanyaan retoris sekaligus konyol sih ini. Jelas saja demi click dan rating. Demi UANG!


Yuk ah, yang masih berpikiran waras, cukupkan sampai di sini saja. JANGAN KEPO MAKSIMAL. Jangan ganggu rumah tangga orang yang baik-baik saja. Memangnya enak jika rumah tangga kita dikomentari orang di mana-mana sementara kita yang menjalaninya damai-damai saja?


Quote yang diperlihatkan putri saya kemarin ini menarik untuk direnungkan:
Blowing out someone elses’s candle doesn’t make yours shine any brighter. Meniup lilin orang lain tak membuatmu terlihat lebih terang.


Ketahuilah, dengan meniup lilin orang lain justru
memperlihatkan diri kita konyol, bodoh, bahkan tak waras.

Makassar 11 Februari 2020




[1] Mencari Peluang di REVOLUSI INDUSTRI 4.0 Untuk Melalui Era Disrupsi 4.0, ditulis oleh Gunawan, S.Pd, diterbitkan oleh Queency Publisher, 22 Mei 2019

[2] Dikutip dari https://ugm.ac.id/id/berita/17455-tantangan.generasi.mileniel.di.era.disrupsi, diakses pada 11 Februari 2019, pukul 09:38.


Share :

6 Komentar di "Disrupsi Gaya Hidup atau Kepo Maksimal?"

  1. Teknologi khususnya media sosial mampu merubah pola pikir maupun budaya. Hal yang tak terhindarkan.
    Yang dulu dianggap tabu, kini menjadi hal biasa.
    Seakan akan tak ada ruang pirvate lagi. Semua menjadi obrolan umum.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita harus pandai-pandai membatasi diri dalam berkomentar karena jemari mudah sekali bergerak.

      Delete
  2. Kalo kita gak hati-hati emang bisa kebablasan kepo nya ya kak.. fan sesungguhnya itu tydact baik untuk kesehatan jiwa dan raga.. hehe

    ReplyDelete
  3. Aku ke sindir nih bund, wkaakaka soalnya aku kadang dikabarin siapa
    kadang status rame, alhasil jadi kepo dan kepo tuh nagih lho ternyata
    malah nggak bikin kita produktif adanya suudzon.
    Setuju aku kalo istri pertama ridho ya udin kita nggak usah kasak kusuk

    ReplyDelete
  4. fenomena ini cukup menggelitik ya kak.. kalo soal gaya hidup sih sudah biasa ya, namanya juga kemajuan, otomatis kita sebagai masyarakat pun mengikut selama itu positif dan membawa kemudahan serta perubahan yg bermanfaat.. tapi, kalo membahas soal kepo maksimal, ini kita kembalikan lagi ke pribadi masing2, kalo keponya dipakai untuk cari bahan2 pelajaran atau info ter-update soal konser artis atau produk incaran, mungkin oke.. tapi kalo jiwanya memang dasarnya suka cari2 tau privasi orang, nah ini yg disebut masih ada akarnya dan belum dicabut, yakni akar2 kepo maksimal yang harus segera terdisrupsi juga..

    ReplyDelete
  5. Aku seringkali kepo juga kalau ada postingan teman di medsos soal sesuatu tapi dianya sendiri nggak menyebutkan itu apa. Akhirnya ya searching di Google dengan memasukkan kata kunci. Tapi ya sudah, sebatas itu saja. Mau berkomentar panjang lebar juga buat apa. Balik lagi, kenal pun nggak.

    Ngurusin orang, aku mah fokus sama diriku yang masih saja kurus ini. Eh lho, hahaha ...

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^