Hati-hati Menanggapi Topik Perselingkuhan

Saya bersikap sama seperti perempuan-perempuan Indonesia lainnya ketika mendengar ada seorang perempuan “dizalimi” suaminya terkait perselingkuhan. Para perempuan mudah berempati dalam hal ini karena amat dekat dengan kehidupan mereka. Memiliki suami, memiliki ayah, dan memiliki saudari perempuan. Juga mengenal perempuan-perempuan yang diselingkuhi para lelakinya.

Mungkin karena para perempuan mudah memosisikan dirinya di tempat perempuan yang dizalimi. Mudah pula tersentuh perasaannya dengan kisah-kisah sedih yang mengalir beserta air mata yang bercucuran dari penceritanya. Mungkin.

Seperti pula perempuan-perempuan lain, saya sesekali berdiskusi dengan suami perihal perselingkuhan. Sebagai bahan pembelajaran saja. Mungkin saja kami bisa melihat di mana kegagalan rumah tangga yang dimaksud – kalau itu bisa disebut sebagai kegagalan.


Ketika suatu saat, saya bercerita tentang seorang lelaki yang kami kenal dan mulai bermain hati dengan perempuan lain, mencari cara untuk beristri dua, saya terlepas omong. “Hih, tidak bisa tahan lihat perempuan cantik dan cerdas. Imannya ditaruh di mana itu. Ditinggal di rumah sama istrinya?”

Masih ingin rasanya menambah dengan kata-kata, “Nanti kalau pulang ke rumah, imannya baru dipakai lagi – sebagaimana dia ‘memakai’ istrinya!”

Tapi tidak jadi saya sambung dengan kata-kata itu. Suami saya keburu menasihati, “Hati-hati! Jangan jengkel sama orang karena hal itu. Dia tidak melanggar aturan agama kalau dia mau menikah lagi. Hati-hati. Saya tidak mau jengkel sama orang karena yang seperti itu. Bukan saya yang membolak-balikkan hatiku.”

Saya terdiam.

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (AQS. Al-Isra` : 36)

Saya mengerti maksud suami. Supaya saya mengerem kata-kata yang tumpah bak mau menyaingi air bah. Kata-kata sering kali berbalik menyerang diri kita dan takkan enak kalau berbalik dengan cara negatif.

Saya pribadi sudah merasakan beberapa kali seperti diserang balik oleh kata-kata yang pernah saya lontarkan. Di sini suami saya bermaksud supaya saya menjaga kata-kata karena saya juga punya suami yang sering bertemu perempuan lain, selain saya.

Pak suami menceritakan lagi pengalamannya dalam bergaul. Bagaimana dia saat masih bujangan mengenal teman-teman perempuan yang tak rapat menjaga diri. Tetapi Allah menjaga pak suami, yang dia yakini, melalui doa ibu dan ayahnya sehingga tak pernah sekali pun terlintas untuk melakukan hal-hal tak senonoh.

Satu hal lagi terbetik di sini: perkuat do’a. Supaya Allah menjaga dari hal-hal yang tak diinginkan. Supaya hati tak terbolak-balik oleh sesuatu yang menyesatkan.
 “Tidak ada yang dapat menolak takdir ketentuan Allah selain doa. Dan tidak ada yang dapat menambah umur seseorang selain perbuatan baik.” (HR At-Tirmidzi)

Saya paham. Banyak kisah terjadi, pertemuan yang biasa-biasa saja meningkat menjadi tak biasa lalu meningkat menjadi pernikahan yang menurut kebanyakan orang tak wajar – walaupun pernikahan itu sebenarnya sah-sah saja di dalam aturan agama.

Sah namun sayangnya menyakiti hati “pihak pertama” – ibu dan anak. Perselingkuhan yang dibalut keinginan untuk berpoligami memang sebaiknya tak hanya “merasa boleh” tanpa menimbang “kerusakan yang terjadi”. Di samping itu, setiap orang pasti menghadapi “soal ujian”-nya sendiri. Mana ada perempuan yang mau mendapatkan ujian menyedihkan dalam pernikahannya?

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al Ankabut [29]: 2-3)

Biar bagaimana pun juga, pertanggungjawaban kelak harus diberikan kepada Sang Maha Pencipta terhadap hati yang sakit, air mata yang tumpah, dan segenap kerusakan yang terjadi. Allah memang membolehkannya tetapi sekaligus mengisyaratkan bahwa “berlaku adil itu sangat sulit” dan “lebih baik satu”.

Tapi tentunya bukan hak siapapun untuk menentang hal yang dibolehkan. Saya pun tak berhak dalam berkomentar secara berlebihan. Makanya ketika pak suami mengingatkan, saya langsung mengerem. Astaghfirullah hal ‘azhim.


“Tapi kan kita’ (Anda – bahasa Bugis/Makassar) tidak ji toh?” spontan pertanyaan terlontar.

“Tidak ji. in syaa Allah Tapi hati-hati berkomentar,” ucapnya.

Dalam hati, saya membenarkan apa yang dikatakannya. Topik ini mengerikan untuk dibahas. Membahas pengalaman orang lain saja mengerikan. Sungguh, saya hanya bisa berharap semoga do’a bisa menyelamatkan kehidupan kami dari hal-hal mengerikan. Pernikahan butuh usaha kedua belah pihak untuk menjaganya, tentu saja dengan izin Allah.


Makassar, 27 Februari 2020


Perlu diwaspadai. 
Ada hal-hal yang tak boleh kebablasan membicarakannya.
Sesekali, untuk belajar boleh.
Tapi tahu kapan harus berhenti.



Share :

20 Komentar di "Hati-hati Menanggapi Topik Perselingkuhan"

  1. perselingkuhan memang topik sensitif, kalau memang tdk melanggar agama setidaknya si pelaku juga tau diri untuk ga mendzolimi anak istri krn banyak kasus sampai ditelantarkan, kurang dinafkahi,dan lbh condong ke istri muda, jangan jg berlindung dibalik topeng agama untuk pembenaran hawa nafsunya, kalau secara aturan agama yg benar, menikah lg itu ada jalurnya, ada ridho dr istri pertama juga, cukup adil, ga pake jalan belakang, penghianatan,perselingkuhan, zina juga kan ujungnya, dekat dgn lawan jenis bkn mahromnya.kalau menurut saya kita jg harus bedakan dititik ini.

    ReplyDelete
  2. Tapi kadang godaan bergosip itu selalu ada ya mba. Meski ujung-ujungnya kita istighfar. Hahahahaha. Terima kasih mba. Begitu baca judul tulisannya mba di awal, saya langsung bergidik gitu. Hihihi.

    ReplyDelete
  3. Iya, kalau denger atau lihat kata selingkuh saja rasanya sudah bikin hati membara. Tp bersyukur bgd y mbk sudah diingatkan suami agar lebih berhati-hati berkomentar, salah salah malah balik ke diri sendiri. Makasih sudah ngingetin yak

    ReplyDelete
  4. tak selamanya selingkuh indah. dan pasti ada aja yg menjadi korban nya

    ReplyDelete
  5. Kalau saya entahlah, mungkin namanya kurang empati atau memang saya merasa tidak punya hak mencampuri urusan orang lain dan juga tidak tahu menahu 100% masalahnya, jadi ya saya cuek saja.

    Kecuali memang orangnya yang minta bantuan, itupun saya hanya bisa bantu sekadar menemani atau mendengarkannya.

    Biar bagaimanapun, selingkuh itu salah.
    Tapi sebagai orang lain, saya rasa kita tidak punya hak untuk menghakimi pasangan orang yang selingkuh.

    Kalaupun mau membantu, bantu korban selingkuh untuk bangkit :)

    ReplyDelete
  6. Sayang sekali ya kalau itu terjadi, padahal sudah membuat ikatan dalam suatu pernikahan. Ikatan yang terjadi pun tidak hanya pada kedua belah pihak saja, tapi juga ikatan antar 2 keluarga, kalau sampai rusak kan sangat disayangkan banget

    ReplyDelete
  7. Menjaga lidah kita saat dicurhati topik apapun memang sangat dianjurkan untuk dilakukan ya, Mbak. Selain bahwa seorang teman yang curhat biasanya hanya ingin didengarkan, buat dipanas-panasi, nyatanya kita pun nggak betul-betul tahu rahasia di balik dinding rumah tangga orang lain.

    Buat perempuan, apalagi kalau lama nggak ketemu lalu merasa temannya dijahati, kerap kali aku pun kepeleset lidah berkomentar terlalu dalam.

    Ah, memang benar teori bahwa kita mesti memberikan jeda tujuh detik sebelum memberikan komentar balik. Tujuh detik ini akan memberikan waktu kepada otak kita dalam merespon. Mau sekedar tersenyum saja, atau bicara seperlunya.

    ReplyDelete
  8. Bergosip terkadang menjadi jalan untuk bersosialisasi. Sangat disayangkan. Akupun masih kadang terlarut dan ikut nimbrung. Astagfirullah

    ReplyDelete
  9. Sepakat mbak, karena kita tidak tahu kehidupan rumah tangga orang. Kalau aku pribadi ambil perlajarannya untuk memperkuat rumah tangga kami.

    ReplyDelete
  10. perselingkuhan, buat cukup banyak orang itu semudah mengedipkan mata. saya banyak bergaul dengan lelaki peselingkuh. tapi saya memilih untuk tak membahas urusan orang. tak mau terlibat juga, kecuali kenal dekat dengan istrinya.

    ReplyDelete
  11. Indeed Mba Mugniar, saya pun lebih banyak diam, takut kata-kata saya ternyata salah. Karena yang sepenuhnya tau isi rumah tangga tersebut hanya kedua suami istri tersebut

    ReplyDelete
  12. Setuju, Mbak. Jadi reminder buat saya juga.
    Saya pernah juga diminta stop komentar oleh suami, saat gibahin seseartis.
    Langsung diam deh. Karena ada benarnya. Tak usah berlebihan bahkan kebabalasan berkomentar.

    ReplyDelete
  13. Saya paling berhati-hati mengomentari masalah rumah tangga orang. Takutnya menular ke saya kejadiannya. Apalagi soal perselingkuhan. Semoga kita dijauhkan

    ReplyDelete
  14. Memang benar, saya sependapat akan hal ini. Lebih baik tahan mulut dan diri dari mengomentari hal-hal seperti ini. Fokus saja pada kehidupan kita. Maksimalkan peran kita agar tetap dapat berbuat yang terbaik bagi keluarga

    ReplyDelete
  15. Setuju Mba, aku juga ngerem untuk berkomentar. Lebih baik berdoa supaya hal serupa tidak menimpa kita. Bahkan ke arah mendengar saja aku takut Mba.

    ReplyDelete
  16. Bener banget, Mba. Kadang memang kita suka kelepasan bicara yang ujungnya malah jadi doa buat kita. Mending perbanyak istighfar deh drpd harua keluar kata2 nyumpahin org. Allah tidak tidur.

    ReplyDelete
  17. Sebagai anggota keluarga poligami, aku juga ga mau sembarangan mengomentari, Mbak. Nggak ngejudge nggak ngebela. Masing-masing punya alasan sendiri.
    Lagian, prinsip saya, kalau tdak memberi makan dan kebutuhan lain, saya tak berani member saran kecuali diminta.

    ReplyDelete
  18. Jika sudah membicarakan tentang perselingkuhan rasa nya amat geram ya apalagi ada salah satu teman atau keluarga yang kita kenal seperti itu rasa nya mo menarik dan membuat mereka lupa akan smua hal ttg si selingkuhan nya

    ReplyDelete
  19. Yups..karena dengan terus membicarakannya kita jadi bayangin yg aneh2, padahal kekuatan pikiran itu ngeri sekali

    ReplyDelete
  20. Menambah doa. Supaya hati tidak dibolak-balik pada hal yang tidak baik.
    Oke, noted.
    Menambah list doa yang dipanjatkan ini, mbak.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^