Masa Remaja Terus Mencela Ketika Dewasa Akan Jadi Apa?

Masa Remaja Terus Mencela Ketika Dewasa Akan Jadi Apa?Siapa yang suka dicela atau diolok-olok? Sepertinya tak ada, ya. Kalau mencela ... siapa yang suka mencela? Hm, barangkali ada di antara yang membaca ini pernah melakukannya. Dalam rangka “main-main”.

Seperti kata anak yang mem-bully putri saya, dia mengatai anak yang dia anggap “mulutnya runcing” dalam rangka main-main. Tapi apakah dalam rangka main-main itu, yang dipermainkan merasa senang?


Kalau iya tak mengapalah, ya. Mungkin nanti bisa gantian, dia lagi yang mencela kita. Tapi kalau yang dicela tak senang, bahkan sampai menangis, sakit hati, rusak harga dirinya, atau dendam? Bagian mana dari hal tersebut merupakan esensi kesenangan yang diperolah dari sebuah permainan?

Ada masa di mana saya sangat kenyang dengan celaan sampai-sampai meruntuhkan harga diri dan rasa percaya diri saya. Bukan hal mudah merekonstruksi harga diri dan rasa percaya diri yang habis. Maka saya berusaha memperbaiki diri untuk tak melakukannya. Saya akui, ada sesekali saya kebablasan ikut cela-celaan, dengan atau tanpa alasan. Tapi tetap saja setelah itu saya merasa tak enak.

Memangnya pantas saya mencela sementara saya sendiri masih penuh dengan cacat dan cela?

Mencela Bullying


Ketika menghadiri Workshop Remaja: Menghadapi BalighTanpa Labil dan Panik, saya diperkenalkan sahabat saya – Herda kepada Kak Rini – istri dari Kak Syarief, peimateri pada workshop tersebut. Usianya jauh lebih muda daripada saya namun pasangan suami istri ini saya dengar sudah sering membantu permasalahan anak dan remaja.


Kepada Kak Rini saya menceritakan permasalahan bullying yang pernah dialami Athifah. Saat itu saya katakan bahwa masalahnya untuk sementara sudah selesai dan kami sedang mengamati kelakuan duo pelaku – Asse dan Baso (bukan nama sebenarnya).

Saya ceritakan bagaimana ekspresi Baso ketika saya usap punggung tangan dan kepalanya dan memuji cita-citanya yang ingin menjadi dokter. Wajah semringah, yang biasa terlihat ketika anak dipuji terpancar dari wajah Baso.



Kasihan: Sebuah Ironi


“Jadi kasihan malah Bunda, ya?” Kak Rini menatap saya. Saya membenarkan. Saya marah ketika anak saya disakiti tetapi di sisi lain, saya kasihan kepada anak-anak yang melakukannya karena pasti ada something wrong di dalam kehidupan keluarganya sehingga sikap mereka demikian.

Saya percaya kalau lingkungan dalam keluarga inti anak baik-baik saja, anak itu tak akan menyakiti orang lain. Sebab anak pasti menyerap nilai-nilai yang setiap hari dicontohkan dan diajarkan oleh kedua orang tuanya. Kalau sampai di lingkungan sekolah/bermainnya anak itu menyakiti anak lain ... there must be something wrong. Pasti ada yang salah.

Kak Rini menguatkan Athifah. Katanya, Athifah harus kasihan dan mendoakan anak-anak itu. Kasihan, mereka merasa dirinya lebih hebat dengan cara merendahkan orang lain. Athifah diajak bersyukur karena bundanya peduli dan sayang sama Athifah.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri (maksudnya, janganlah kamu mencela orang lain, pen.). Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang buruk). Seburuk-buruk panggilan ialah (penggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11).

Tanggapi Secara Elegan: Sulit Tapi Perlu Dipelajari Caranya


Kepada saya, Kak Rini menganjurkan supaya bermain peran. Mempraktikkan bagaimana jika di-bully dan bagaimana menjawabnya dengan cara elegan, tidak marah-marah. Hal seperti ini sebenarnya sudah beberapa kali saya dan pak suami anjurkan kepada Athifah.

Kami katakan bahwa orang yang mem-bully itu senang kalau kita marah atau emosional dengan apa yang mereka lakukan. Kalau kitanya biasa-biasa saja, lama-lama mereka capek juga. Jadi, jawab saja apa yang mereka ungkapkan dengan elegan.

Misalnya kalau diejek jelek, katakan saja, “Terima kasih. Kalau kamu merasa lebih baik dengan menyebut saya jelek, tidak apa-apa.” Kalau kata Kak Rini, “Yang penting menurut mamaku, saya cantik.”


Apa yang dikatakan Kak Rini, lagi-lagi menjadi afirmasi kepada Athifah bahwa apa yang saya dan papanya katakan tak mengada-ada. Dia masih butuh waktu untuk menjadi tangguh. Saya akui, sulit memang menghadapi ejekan yang keterlaluan.

Tak sedikit kawannya yang kalau mengejek bikin emosi jiwa. Saya saja yang sering mendengar curhat sang putri merasa jengkel, apalagi jika saya yang diperlakukan demikian. Tak habis pikir saya, mengapa ada remaja yang mulutnya kurang kerjaan begitu.

Teruslah Mencela Maka ...


Saya pun pernah menjalani masa anak-anak dan remaja. Saya pernah SMP, pernah punya sahabat tapi tak pernah mengalami dicela dan diejek anak-anak lain seperti yang dialami Athifah. Oya, anak-anak itu bukan hanya kepada Athifah berlaku buruknya, kepada anak-anak lain juga. Malah sebagian besar anak lelaki di kelasnya membuat banyak guru mengeluh karena masalah perilaku.

Baso sudah lebih baik perilakunya sekarang. Dia lebih sopan meminjam barang Athifah. Suatu waktu dia mengucapkan kata-kata ini, “Boleh saya pinjam? Ikhlas jako? Betul ikhlas?” Berbeda dengan Asse. Kelakuannya agak mereda tetapi dia tetap saja culas.


Tetap saja bertingkah seperti polisi bagi kawan-kawannya. Meskipun tak terlibat dalam sebuah interaksi antara dua anak misalnya, dia yang sibuk menilai kedua anak itu. Dia berkomentar dari belakang untuk mencela apa yang bisa dicelanya.

Dia masih mencela Athifah kalau menurutnya Athifah melanggar batasan yang dia miliki walaupun itu tak ada hubungannya dengan dia. Ketika Athifah harus berkacamata di sekolah, dia memandang Athifah dengan tatapan sinis.

Sudah banyak teman sekelasnya yang tak nyaman dan tak suka dengan perilaku si Asse ini. Saya membayangkan, di usia remaja seperti ini saja dia sulit diterima dalam lingkungan pergaulannya karena perilakunya yang negatif, akan jadi apa dia saat dewasa nanti?

Inilah salah satu tugas orang tua juga, mengamati apakah cela-mencela ada di dalam cara berinteraksi anak-anak kita. Apakah anak kita punya kebiasaan mencela. Perbaiki secepat mungkin ketika mendapat anak kita mencela temannya.

Bakal susah sih kalau ibu atau ayahnya hobi mencela atau suka nyinyir. Mencela pilihan orang lain, mencela fisik orang lain, apa-apa dinyinyiri tapi sayangnya tak merasa.


Yang namanya kebiasaan, seperti Asse ini, di mana pun dan kapan pun perkataan mencela dia lakukan. Sayangnya, Asse tak mengingat nasihat saya tempo hari bahwa di dunia orang dewasa, hal seperti itu bisa berbalik kepada pelakunya, menjadi “perbuatan tak menyenangkan”.

Saya katakan bahwa perbuatan tak menyenangkan punya konsekuensi hukum dan bisa menjerat pelakunya masuk penjara. Itu jika kebiasaan di dunia nyata. Jika menjadi kebiasaan di dunia maya, UU ITE bisa menjebloskannya. Na’udzubillah, memperhatikan hal-hal demikian, hanya bisa berdoa semoga Allah menjauhkan diri dan anak-anak kita dari mara bahaya di dunia dan akhirat.

Makassar, 23 November 2019



Share :

26 Komentar di "Masa Remaja Terus Mencela Ketika Dewasa Akan Jadi Apa?"

  1. Ya Allah...Athifah Bighug.....
    Kalau dibilang anak2 pelaku bullying ini ada "something wrong" memang benar biasanya mereka iri dengan Athifa. Dia tidak memiliki yang Athifa miliki.

    Mungkin salah satu hal terbesar yang tidak dimiliki oleh pelaku bullying tersebut adalah kasih dan kelembutan hati yanh Athifa miliki.

    ReplyDelete
  2. makasih sahringnya, mulai dari keluraga inti ya mbak, kalau kiat sdh mendidik dg benar pastilah anak2 kita gak mau mencela orang lain

    ReplyDelete
  3. masa remaja dulu sama sekarang berbeda sekali mb. Fenomena remaja millenial lebih menguras tenaga dan pikirin dlm mendidik. Dan sebelum terlambat, harus berani mendidik dengan tegas kpd para remaja ini khususnya yg sudah terlewat batas.

    ReplyDelete
  4. Berat sekali menjadi korban perundungan,namun dg dukungan kedua orang tua insya Allah Athifah kuat menghadapinya.. Dan semoga para pelaku juga segera insaf atau mendapat jalan untuk insaf..

    ReplyDelete
  5. Duh sejauh itu ya masalah dan dampaknya? Itu pihak sekolah sudah turun tangan blm? Saya pikir pihak sekolah harus bisa berbagi andil juga. Menghubungi orangtuanya di pelaku kek, atau apalah. Jadi bukan Mbak dan ayahnya Athifah saja yang mengurus soal anak yg bully

    ReplyDelete
  6. Kalau di bully seperti kata kata Kotor maka jawab nya tidak. Itu kata aa gym

    Tapi perlu belajar mengatur emosi agar tidak membalas dengan kata kata serupa

    ReplyDelete
  7. Betul Mak Niar.
    Semoga ALLAH menjaga kita, dan melindungi kita dan keluarga dari perbuatan tercela.
    Karena sekarang kita hidup di zaman yg sangat tdk kondusif untuk pendidikan anak

    ReplyDelete
  8. Sedih deh mba karena anak anak sekarang juga dengan mudah mencela. Dan besarnya mungkin seperti kenalan saya yang hobi mencela. Tapi mumpung masih anak-anak, harus kita bantu agar tak begitu lagi

    ReplyDelete
  9. Bullying itu jahat mba.. Anakku pernah sampai drop karena dihina dan dihindari teman-temannya

    ReplyDelete
  10. Aamiin

    Anak-anak yang suka membully sebetulnya patut dikasihani. Karena pasti ada sesuatu yang salah dengan mereka. Tetapi, memang sulit mengasihani. Apalagi yang jadi korban anak kita sendiri

    ReplyDelete
  11. Aku juga kadang miris dan sekaligus kesel sama beberapa temen sekolah anakku yang masih TK. Mereka sudah bisa berkata kasar dan mengolok temen lainnya dengan kata-kata yang tak pantas. Sedihnya karena anak usia segitu udah terkontaminasi hal-hal buruk. Keselnya karena mereka susah sekali dibilangin. Bahkan ortunya pun seakan membiarkan.

    ReplyDelete
  12. Peluuuukkk, Athifaa. Salut sm yg dilakukan mbk Niar. Terutama utk athifa yg segera tanggap lalu membrikan bantuan kpd athifa. Kdg, ada orgtua yg menyepelekan dampak dr bullying yg menganggap bahwa dampak bullying akan hilang dg sendirinya.

    ReplyDelete
  13. Dari kecil kita harus membuat pondasi yang kuat untuk anak-anak, agar mereka mampu kapan utk menyerang dan bertahan.

    ReplyDelete
  14. Semangat Athifah, alhamdulillah Athifah punya support system abi dan ummi yg support. InsyaaAllah langkah2nya udh on the track ya mbak, tinggal ikhtiar dan doa, insyaaAllah bisa tangguh. Kl misalkan dr pihak sekolah juga sdh ga bs mediasi dgn ortunya si Asse, minimal hrsnya disendirikan atau diisolasi di kelas khusus anak2 yg sejenis tuh si Asse sbg treatment ya mb. Yasarallahu

    ReplyDelete
  15. Orang tua sangat berpengaruh dlm membentuk karakter anak ya mbak. Bagaimana mereka bersikap, bertutur kata seringkali ditiru anak. Inilah reminder bagi orang tua jangan membiasakan diri mencela, berkata kasar atau berbuat yang kurang baik didepan anak. Anak harus diajarkan etika baik agar saat bersosialisasi dg lingkungannya tidak sampai membully temannya atau bertingkah laku yang kurang baik.

    ReplyDelete
  16. Iya mencela itu bagian dr bullying. Dan bagi sebagian org itu meruntuhkan kepercayaan diri

    ReplyDelete
  17. Pembullyan memang gak bileh didiamkan ya mbak. Beruntung Athifah punya orangtua yang perhatian. Si pembull itu kasihan juga bener harusnya didekati ya kalau dijauhi malah makin menjadi. Peranan orangtua di rumah ternyata membentuk karakter anak di luar ya

    ReplyDelete
  18. Duh, ini nih fenomena yang terjadi di era sekarang ya. Gak offline, gak online, orang2 lebih mudah mencela pihak lain. Huhu, self reminder banget. Aku juga mungkin bagian dari itu secara tidak disadari :(

    ReplyDelete
  19. Tapi memang kontrol itu mestinya ada di dalam kita sendiri yaa, kak..
    Baik mulut maupun pikiran.
    Soalnya aku sejak SD sudah di bully, malah dari guru sendiri dan efeknya apa?
    Ditiru sama murid-muridnya yang lain laah...jadilah labelling.

    Sedih aku kalo ingat-ingat hal itu...

    ReplyDelete
  20. Tugas orang tua nih yang harus mendidik anaknya dengan baik agar jangan sampai tumbuh jadi anak yang pencela apalagi suka bullyng temannya sendiri. kalau dari awal orang tuanya sudah mendidik dengan baik kemungkinan si anak juga bakal berperilaku seperti itu ya. Sayang sekali mungkin karena kurang perhatian juga jadi dilampiaskan dengan sikap yang tidak mengenakkan ke orang lain.

    ReplyDelete
  21. Efek bully emang bisa luar biasa. Akanvterekam hingga tua. Semoga kita dan anak anak kita terlindungi selalu ya Mak.

    ReplyDelete
  22. peran orang tua sih yang gak boleh luput menangani permasalahan anak yang suka bully gini, ala bisa karena biasa

    ReplyDelete
  23. Kyknya emang ada sesuatu yang salah di anak yang punya perilaku suka membully org lain mbak. Biasanya krn dia juga pernah jd korban. Namun di suatu tempat dia gak bisa melampiaskannya maka dia lampiaskan di tempat lain. Semoga anak2 kita dijauhkan dr perilaku ini maupun sbg korban. Aamiin

    ReplyDelete
  24. Tulisan yang bagus. Fenomena bullying dan cela-mencela, bahkan dilakukan oleh generasi muda yang usianya masih sangat belia akhir-akhir ini juga memang cukup memprihatinkan ya. Perlu kerja sama banyak pihak nih untuk mengatasi hal ini, dan mesti dimulai dari rumah masing-masing juga. Semoga anak-anak kita dijauhkan dari perilaku cela-mencela dan bullying ya, kak

    ReplyDelete
  25. Aamiin.

    Semoga kita semua beserta anak cucu kita selamat dunia akhirat.

    Efek bullyng bahaya banget ya Mak. Sebab itu, saya klo mau nemeni anak main di tempat yang sekira banyak temen lainnya main udah tak pesenin, "Gak boleh mukul, tetapi kalo ada yang berani mukul, pukul balik."

    ReplyDelete
  26. Ada banyak banget orang yang membiasakan soal bullying ini dan menganggapnya bercanda. sayang banget pemahaman bullying itu belum merata jadi kasus bullying itu akan selalu ada.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^