Memindai Kenangan di Jalur Bus Trans Mamminasata

Memindai Kenangan di Jalur Bus Trans Mamminasata – Akhirnya kesampaian juga naik bus[1] Trans Mamminasata setelah sekian tahun keberadaan sistem bus raya terpadu di Makassar dan sekitarnya! Tanggal 21 Juni lalu, saya dan pak suami menemani putri kami menelusuri jalur bus dari halte terdekat dari rumah kami yang menuju ke bakal kampusnya, kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) Tamalanrea.

 
Bus Trans Mamminasata

Sebelumnya, Athifah sudah men-download aplikasi Mitra Darat. Melalui aplikasi ini kami bisa mengetahui informasi yang dibutuhkan untuk melakukan perjalanan dengan bus Trans Mamminasata.

Mulanya saya pikir, aplikasi itu dipergunakan ketika naik bus. Mungkin harus ada yang dioperasikan di aplikasi atau ketika membayar menggunakan aplikasi. Ternyata tidak. Aplikasi Mitra Darat memberikan informasi mengenai jarak bus terdekat dari halte yang kita sambangi.

Selain itu, titik-titik perhentian bus di mana saja sepanjang jalur ke Tamalanrea juga bisa dilihat di aplikasi Mitra Darat. Namun demikian, aplikasi belum update keadaan terbaru. Halte yang dulu ada dan sekarang sudah ditiadakan, masih ada di aplikasi, seperti halte dekat STIA LAN.

Jadi, untuk informasi mengenai titik-titik pemberhentian (halte) disimak saja dari pengumuman dari operator mesin di dalam bus yang kita tumpangi. Setiap mendekat ke halte berikutnya, suara operator mesin akan menginformasikannya.

Saya excited dengan perjalanan saat itu. Selain karena ingin tahu jalur bus anak gadis, saya memang selalu excited dengan kampus kenangan. Meskipun sekarang Fakultas Teknik Unhas tidak lagi di Tamalanrea namun kenangan saya tertinggal di sana.

Jalur ke arah kampus Unhas Tamalanrea adalah jalur yang saya tempuh sehari-harinya untuk ke kampus dengan pete’-pete’[2]. Menyusurinya juga berarti membangkitkan kenangan masa lalu. Terlebih saat memasuki pintu I Unhas.

Di pintu I Unhas, teringat kembali peristiwa Opspek tahun 1992. Saat itu, setiap usai salat subuh kami sudah harus ada di pintu I. Tidak boleh pakai kendaraan untuk masuk ke dalam kampus. Tidak boleh juga berjalan kaki selayaknya manusia. Tentu saja tidak boleh diantar oleh siapapun meskipun orang tuanya petinggi kampus. Yeah, di masa itu kegiatan perpeloncoan mahasiswa baru masih sangat keras, penuh dengan aktivitas fisik.

Mulai dari pintu I Unhas, di tepi jalan Perintis Kemerdekaan sampai ke kampus FT yang jaraknya sekitar hampir 1 km (tolong dikoreksi kalau salah ya) kami hanya boleh jalan jongkok, merangkak, atau merayap di dalam got atau di atas aspal.

Sesekali saja kami bisa berhenti sejenak tetapi itu pun untuk melakukan kengkreng dan mendengar bentakan. Kalau “arisan lagi naik”, bisa sekaligus combo, mendapatkan tamparan dari senior. Waktu itu saya sih menerimanya datar-datar saja lha memang semuanya mengalami, bukan cuma saya.


Memindai Kenangan di Bus Trans Mamminasata

Sekarang, saya tidak ingin hal demikian terjadi pada putri saya. Dengar-dengar memang sekarang sudah berbeda keadaannya, tidak seperti dulu. Selain itu, kampus Fakultas Teknik sekarang adanya di Gowa. Jadinya merasa aneh melihat “kampus kenangan” yang sudah bukan “dirinya” tapi tetap saja excited ke sana.

Saya mengamati halte demi halte yang disinggahi. Saya mengamati para penumpang yang naik. Banyak juga yang menggunakan moda transportasi ini. Ada mahasiswa, ada masyarakat umum, ada pula seorang bapak yang jika dilihat posturnya, kelihatannya beliau sudah pensiun.

Kalau dulu, naik pete’-pete’ pembayarannya hanya menggunakan uang kontan pecahan 500 atau/dan 1000 rupiah, sekarang naik bus Trans Mamminasata hanya boleh menggunakan moda pembayaran cashless, yaitu dengan tap kartu emoney atau dengan scan QRIS.

Untuk scan QRIS, jika jumlah penumpang yang dibayarkan 3 orang, saya harus memindai kode sebanyak 3 kali. Setiap kali transaksi berhasil, saya perlihatkan kepada sopir yang menunggu saya selesai memindai hingga 3 kali.

Makassar, 6 Juli 2025

Sebenarnya ceritanya masih panjang tapi nanti saja saya lanjutkan di tulisan berikutnya ya.



Catatan kaki:

[1] Dalam bahasa Indonesia baku, yang benar adalah "bus", bukan "bis". Meskipun banyak orang terbiasa menggunakan "bis" karena pelafalan, ejaan yang tepat sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah "bus" untuk kendaraan angkutan umum yang besar. Kata "bis" sendiri memiliki arti lain, seperti kotak kecil untuk surat atau pita hiasan pada pakaian (https://kumparan.com/berita-terkini/penjelasan-penulisan-bis-atau-bus-yang-benar-dalam-kbbi-1yzT6bcZt8x/full)

 

[2] Pete’-pete’ adalah sebutan untuk angkot di Makassar yang sekarang jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan saat saya masih kuliah dulu.



Share :

0 Response to "Memindai Kenangan di Jalur Bus Trans Mamminasata"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^