Public Speaking: Jangan Hanya di Satu Titik

Public speaking dulunya adalah materi yang saya rasakan “bukan saya banget” dan sepertinya akan jauh dari saya. Namun pada kenyataannya tidaklah demikian. Perjalanan kehidupan membawa saya kepada beberapa kesempatan berbicara di depan orang-orang.

Dan beraninya saya, saya mengambil kesempatan untuk menjadi fasilitator pada  Womenwill, ajang dari Google untuk membekali para perempuan pelaku UMKM keterampilan, khususnya digital marketing.


“Semua orang tetap merasa grogi berapa kali pun dia tampil,” kurang lebih itu yang disampaikan oleh Iskandar. Iskandar adalah salah satu fasilitator pada ajang Google di Makassar yang didaulat memberikan tambahan pengetahuan kepada para fasilitator lainnya.

Founder ISpeak Indonesia ini menjadi pemateri di hadapan kami – para fasilitator Womenwill dan Gapura Digital. Gapura Digital ini juga merupakan program Google untuk pelaku UMKM, baik lelaki maupun perempuan. Berbeda dengan Womenwill yang dikhususkan bagi perempuan.

Mengenai rasa grogi ketika tampil di depan publik, menurut Iskandar, antara mereka yang pemula dan yang sudah lebih sering tampil adalah yang pemula kelihatan groginya. “Jangan akui di depan publik,” tukas Iskandar.

Iskandar

Nah, saya yang pada dasarnya bukan orang yang senang tampil berbicara di depan orang banyak ini pastinya akrab sekali dengan rasa grogi. Oleh karena itu, biasanya saya hanya berada – duduk atau berdiri pada satu titik saja. Kalaupun saya bergerak, saya hanya mendatangi peserta yang bertanya.

Saya sudah menyimpan pertanyaan, bagaimana menghadapi kondisi seperti freeze ini, untuk saya tanyakan kepada Iskandar di pertemuan yang berlangsung 18 Mei lalu di sebuah ruangan besar di lantai 3 Confie Coworking Space.

“Kalau melihat orang yang berbicara sambil bergerak ke sana ke mari, saya suka dan pengen juga bisa seperti itu tapi kenapa ya, rasanya bukan saya banget,” ungkap saya ketika mendapat kesempatan untuk bertanya. Di samping itu, berada di satu titik adalah cara saya mengatasi grogi.

Lucu sih sebenarnya. Saya merasa bukan diri saya jika mencoba untuk lebih luwes bergerak tetapi saya suka cemburu sama mereka yang bisa dengan enteng mengerjakannya. Lucunya juga, saya merasa ndak asyik banget dengan gaya saya ini.

Suasana kelas. Foto dari: Kasman

Iskandar menanggapi pertanyaan saya dengan menyarankan untuk mengusahakan diri bergerak satu – dua langkah. Memang terasa pada awalnya – dia mengibaratkan seperti mobil yang baru dinyalakan getarannya pasti terasa, tetapi ketika sudah bergerak getaran mobil tak begitu terasa lagi.

“Orang pasti bosan jika melihat pembicaranya berdiri di situ terus,” pungkas Iskandar. Hehe iya, sih. Rasanya memang lebih bersemangat melihat pembicara yang bisa bergerak dengan luwes di depan kita.

Memandang ke satu titik saja bisa membosankan apalagi jika pembicaranya mengambil posisi terlalu di pinggir sementara kita berada di sudut yang berlawanan. Apalagi jika tubuh si pembicara menutupi tampilan pada layar presentasi. Alih-alih menjadi paham, kita malah jengkel dan tidak mendapatkan pengetahuan yang memadai.

Menurut Iskandar, pembicaralah yang harus memberikan energi kepada para pesertanya. Pembicara harus mampu membuat suasana nyaman. Jadi pembicara tak mudah-mudah amat ternyata. Tak boleh asal. Kepentingan dan kebutuhan peserta harus diperhatikan.

Foto bersama sebagian dari fasilitator Gapura Digital dan
Womenwill yang hadir. Foto: Ifah.

Tak elok jika pembicara hanya berada di satu titik, tak mampu luwes bergerak. Juga tak baik jika hanya melihat dari sudut pandangnya saja. Begitu pun dalam menilai apa yang terjadi di dalam ruangan. Saya mencatat pengalaman yang disampaikan oleh salah seorang peserta kelas hari itu.

Dia menyampaikan hasil belajarnya di sebuah kelas di luar negeri. Katanya jika kita menjadi pembicara yang bertanya “apakah ada yang ingin bertanya” dan para peserta hening. Jangan buru-buru men-judge.

Karena dengan keheningan itu sesungguhnya para peserta “dipaksa” untuk berpikir kembali tentang materi yang baru saja diberikan. Kalaupun mereka belum memberikan pertanyaan, terlepas dari anggapan mereka sudah menguasainya ataupun malah tidak mendapatkan apa-apa – setidaknya beri mereka waktu untuk berpikir kembali mengenai materi yang baru saja dipelajari.

Hari itu, dengan Iskandar menjawab banyak pertanyaan, pengetahuan yang kami dapatkan “daging” semua. Setelah “kenyang” mengunyah perihal Public Speaking di dalam kelas, pertemuan diakhiri dengan buka puasa bersama sembari bercakap santai.

Makassar, 6 Juni 2019

Baca juga:

Catatan:
  • Kelas Womenwill di Makassar berlangsung dua pekan sekali. Materi yang bisa diperoleh dari kelas ini adalah: Kisah Sukses dan Tips Wirausaha, Melatih Kemampuan Berkomunikasi, Merencanakan Pemasaran Digital, Manfaat Email dan Kalender untuk Usaha, Keterampilan Bisnis, dan Usaha Fashion dan Kecantikan.
  • Kelas Womenwill terakhir berlangsung 25 – 26 Mei lalu. Belum ada info untuk keas selanjutnya. Kalau sudah ada, akan saya update di sini.
Update:
27 Februari 2021. Womenwill diselenggarakan secara online sejak pandemi melanda. 



Share :

4 Komentar di "Public Speaking: Jangan Hanya di Satu Titik"

  1. Publick speaking secara universal adalah life skill. Berbicara di depan panggung dan audience yg berbeda adalah tantangan tersendiri. Masing2 ada plus minusnya.

    Sy jd ingat pengalaman saat kali pertama depan mic saat siaran berita. Rupanya berbicara monolog sendiri jauh lbh sulit daripada berbicara di don bnyk org krn monolog perlu materi agar terdengar dua arah. Tapi tentu seiring waktu, menjadi narasumber atau panel acara secara live juga harus sdikit lbh berhati hati dlm menjawab sbuah pertanyaan 😁

    ReplyDelete
  2. hahaha memang berat jadi public speaker itu
    selain harus menguasai materi, kita juga harus tahu karakter peserta dan bagaimana memancing antuasiasme peserta

    ah saya kebetulan ada bahan juga dari kegiatan2 pelatihan kami di Papua
    mau ka tulis juga deh

    ReplyDelete
  3. Saya juga termasuk orang yang sering grogi pake banget kalau bicara di depan umum. Ya merasa gak cocok saja dengan dunia publik speaking padahal pekerjaan saya dulunya ada hubungannya dengan publik speaking tapi yah kalau bicaranya di depan banyak siswa enteng banget, beda kalau bicara di depan banyak orang gitu, hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang banyak dari kita yang merasakan hal ini ketika kita sedang berhadapan dengan orang yang levelnya sama atau ada di atas kita itulah mengapa memang penting dua penguasaan awal yaitu topik dan audiens.

      Delete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^