Peran Guru Pendidikan Khusus Bagi Sekolah Inklusi

Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan nomor 5 tahun 2016 belum banyak tersosialisasi. Peraturan yang berbicara mengenai kesempatan yang layak bagi para difabel dalam berbagai bidang ini patut mendapatkan acungan jempol karena pemerinta provinsi Sulawesi Selatan sudah berani menetapkannya. Kepedulian berbagai pihak diperlukan dalam hal ini. Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Makassar (UNM) adalah salah satu pihak yang peduli dalam menyosialisasikan mengingat para Guru Pendidikan Khusus (ada yang menyebutnya dengan Guru Pendamping Khusus) atau GPK yang dibutuhkan sekolah inklusi dihasilkan dari institusi ini.


GPK ini menghubungkan antara guru dan kurikulum dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) agar ABK bisa terfasilitasi dengan baik di sekolah umum. Pada tanggal 4 Agustus lalu saya menghadiri acara Sosialisasi Tugas dan Tanggung Jawab Guru Khusus di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi, terkait Pengabdian kepada Masyarakat PLB Fakultas Pendidikan UNM. Sosialisasi ini bertempat di SD Inpres Maccini Barupionir sekolah inklusi di Makassar.

Dr. Bastiana, M.Si membawakan materi pertama, berjudul Guru Pendidikan Khusus di Sekolah Inklusi. Di dalam sekolah inklusi, tentunya ada KELAS INKLUSI. Di dalam kelas inklusi ini, ABK belajar bersama dengan siswa kelas reguler lainnya (oya pengertian inklusi bisa dibaca pada tulisan berjudul Menaruh Asa pada Pergub untuk Sekolah Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus).

Izinkan Saya Menggunakan Istilah Lain

Hm, sebenarnya “siswa kelas reguler” ini istilah saya. Istilah yang biasanya dipakai sebenarnya adalah “siswa normal”. Saya merasa tidak tega menuliskan “siswa normal” sebagai pembeda dari “siswa berkebutuhan khusus”. Mengapa? Karena anak bungsu saya berkebutuhan khusus karena speech delay-nya. Tapi bagi saya, dia sungguh anak yang normal. Tidak tega rasanya menyebut yang selain dirinya – yang saya katakan sebagai siswa reguler itu sebagai siswa normal karena itu berarti anak saya tak normal. Tak pantas dan tak boleh juga seorang ibu menganggap anaknya tak normal – ini menurut saya, ya. Kalau ada yang berbeda pendapat ya silakan saja.

Panitia, dari PLB UNM
Maka biarlah, ya. Izinkan saya, dalam “rumah” saya ini (baca blog saya) menggunakan istilah “siswa kelas reguler” saja. Saya menolak menggunakan kata normal di sini. Saya tidak menolak istilah umum yang orang pakai. Biarlah secara umum orang mengatakan istilah normal. Tapi biarkan saya menyebut istilah lain dalam rumah saya ini. Semoga Anda mengerti maksud saya dan bisa memahami maksud tulisan ini. Anak saya masuk sekolah biasa di jalur inklusi maka saya menyebut anak-anak lainnya yang tidak masuk lewat jalur itu sebagai “anak atau siswa kelas reguler” karena mereka masuknya lewat jalur reguler. Begitu, ya.

Peran dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Khusus

Oke, jadi ABK itu berbaur bersama anak-anak kelas reguler lainnya di dalam kelas inklusi. Untuk memenuhi kebutuhan siswa berkebutuhan khusus seorang guru pendidikan khusus (GPK) dapat bekerja sama dengan guru pendidikan umum di dalam kelas inklusi.

Namanya juga khusus, GPK ini punya peran dan tanggung jawab khusus dalam membantu siswa difabel dalam belajar dan berkembang dalam ruang kelas tradisional. Apa saja peran dan tanggung jawabnya? Ibu Bastiana merumuskannya sebagai berikut:
  • Menyusun rencana pembelajaran.
  • Pembelajaran khusus.
  • Pengelolaan kelas.
  • Intervensi perilaku.
  • Tanggung jawab tambahan.
GPK dan guru pendidikan umum (wali kelas dan guru bidang studi) bekerja sama dalam menyusun perencananaan pembelajaran. Yang mana GPK ini berfokus pada siswa berkebutuhan khususnya. Diharapkan perencanaan itu sesuai bagi semua kebutuhan siswa.

Ibu Tatiana dan Ibu Bastiana dari PLB UNM
Guru pendidikan umum menyusun rencana pembelajaran dan guru pendidikan khusus menyesuaikannya rencana tersebut untuk kebutuhan siswanya. Hal ini bisa dengan mengembangkan atau memodifikasi kurikulum untuk memenuhi kebutuhan akademik dan kemapuan siswa berkebutuhan khusus.

Seyogianya ada komunikasi yang baik antara guru pendidikan umum dan khusus, bukannya berjalan sendiri-sendiri. GPK bukan sekadar pendamping seperti istilah yang lazim beredar bahwa GPK adalah guru pendamping khusus. Karena perannya bukan hanya sekadar pendamping melainkan juga berperan penting dalam sebuah kelas inklusi.

GPK juga memberikan pengajaran khusus yang bisa dilakukannya di dalam kelas atau di ruang sumber. GPK dapat duduk di samping siswa khususnya tetapi tidak berarti juga harus selalu berada di sampingnya karena salah satu tujuan utama bersama adalah bagaimana agar ABK bisa mandiri dalam lingkungannya sehingga si anak tidak tergantung kepada sosok GPK-nya.

Komunikasi dan Sadar Posisi

Meskipun fokus guru pendidikan khusus pada siswa berkebutuhan khusus, dia bertanggung jawab untuk membantu guru pendidikan umum mengelola kelas agar iklim di dalam kelas nyaman untuk siswa berkebutuhan khususnya. Jika ada perilaku yang tidak terduga dari siswa berkebutuhan khusus, guru pendidikan khusus boleh membawanya ke luar kelas. Well, tentunya butuh komunikasi yang bagus.

Ibu Bastiana & Ibu Risna (kepala sekolah SDN Inp. Maccini Baru)
Tanggung jawab tambahan dari GPK adalah memberikan informasi kepada orang tua dari siswa berkebutuhan khususnya mengenai perkembangan akademis dan kemajuan yang telah dicapai sang siswa. Ibu Bastiana menyebutnya secara berkala, misalnya sebulan sekali.

Kalau boleh berharap sih, penyampaiannya jangan sebulan sekali. Terlalu lama. Sehari sekali tidak mengapa jika memang ada yang perlu disampaikan. Toh sekarang teknologi memungkinkan komunikasi terjadi kapan saja. Komunikasi yang terjalin baik antara GPK dan orang tua ABK penting terjalin selama masing-masing tahu posisinya dan saling menghormati. Berdasarkan pengalaman saya, banyak hal tak terduga yang bisa saja terjadi pada seorang ABK dan bisa saja perlu setiap hari atau setiap dua hari sekali menyampaikan apa yang terjadi di sekolah kepada orang tuanya. Supaya kalau ada yang butuh diperbaiki, bisa secepatnya diperbaiki. Bukan begitu?

Nah, ada penggarisbawahan dalam sub tema mengenai tanggung jawab tambahan ini. Ibu Bastiana menyampaikan bahwa GPK bukanlah baby sitter. Tugas GPK itu selama anak di sekolah (selama jam belajar di sekolah). “Bukannya menjemput dan mengantar pulang ke rumah atau menemaninya di luar sekolah. Kalau GPK-nya ikhlas dan tidak berkeberatan ya tidak mengapa tapi perlu diingat itu bukanlah tanggung jawabnya,” kurang lebih seperti itu penyampaian Ibu Bastiana.

Saya setuju. Orang tua harus memposisikan dirinya pada tempat yang tepat. GPK bukanlah pegawai pribadinya. Selayaknyalah bersikap supaya anak kita juga belajar bersikap layak kepada seorang guru. Orang tua dan guru, termasuk GPK bekerja sama dalam mendidik anak-anak kita, anak-anak Indonesia.

Makassar, 10 Agustus 2018


Baca juga tulisan sebelumnya:
Menaruh Asa pada Pergub untuk Sekolah Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Share :

4 Komentar di "Peran Guru Pendidikan Khusus Bagi Sekolah Inklusi"

  1. Orang tua ABK adalah orang tua yang hebat.. ya tentu karena ABK itu adalah anak kandungnya. Nah, guru dari ABK ini ternyata hebat juga. Ekstra sabar dalam mendidik ABK, padahal bukan anak kandungnya.

    Semoga semuanya mendapat balasan yang baik dari Allah SWT.

    ReplyDelete
  2. Di sekolah jav ada gpk, disebutnya guru pendamping

    ReplyDelete
  3. Nah ini, padahal siswa ABK punya hak untuk diperlakukan secara reguler ya, Kak.

    ReplyDelete
  4. saya pernah datang ke sekolah yang sinya antara murid reguler yang khusus jadi satu , dan luarbiasa banget dan gak semua sekolah bisa, karena ada aturan dr pemkot 10 SD hrs mau menerima tp kenyataan hanya satu sd, salut sama bapak dan ibu gurunya

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^