Kulari ke Pantai: Ketika Traveling Berbuah Hikmah

Kalau ada nama Riri Riza (sebagai sutradara dan penulis skenario) dan Mira Lesmana (sebagai produser sekaligus penulis skenario) di credit title film Kulari ke Pantai (rilis 28 Juni) itu sudah menjadi jaminan mutu bagi saya. Sudah pasti bagus. Tapi tentu tak asyik kalau tak dibuktikan sendiri, kan? Nah, pada tanggal 6 Juli lalu, saya bersama dua anak terkecil membuktikannya sendiri di XXI Mal Panakukang.



Sejak awal, melihat suasana pantai di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur dan kemudian berlanjut ke Jakarta lalu mengikuti traveling Sam (Maisha Kanna) gadis kecil berusia 12 tahun bersama ibundanya Uci (Marsha Timothy) dan sepupunya Happy (Lil'li Latisha) menyusuri pulau Jawa (dari Jakarta ke Jawa Timur melalui Jawa Barat dan Jawa Tengah, balik lagi ke Jakarta) hingga berakhir lagi di Rote, saya menikmati semua scene-nya.

Pesan kuat mengenai traveling menyenangkan minim gadget patut menjadi masukan buat orang tua jaman now yang senantiasa membiarkan anaknya dengan produk teknologi itu. Sam adalah anak periang yang senang berpetualang. Dia sangat menyukai olahraga selancar di laut dan memfavoritkan peselancar profesional. Sangat berbeda dengan Happy yang merasa terpaksa mengikuti petualangan Sam dengan ibundanya sebagai sosok yang menyukai gadget dan artis terkenal.

Konflik bermula dari perbedaan antara Sam dan Happy yang bak langit dan bumi. Sam dengan kulit legamnya dan Happy yang amat menjaga kecantikan kulitnya dengan polah seperti princess serta menganggap Sam hanyalah anak kampung sungguh bukan dua pribadi yang mudah disatukan dalam sebuah kamar dan sebuah mobil selama perjalanan panjang mereka. Namun nyatanya mereka harus dan pada akhinya mampu belajar dari perbedaan mereka walaupun tak mudah.

Uci adalah peran ibu yang saya suka. Mencoba bijak walau tak mudah dalam menghadapi keharusannya berpetualang bersama keponakannya. Mulanya dia hanya ingin berkendara bersama putrinya saja tetapi keinginan saudari iparnya Kirana (diperankan oleh Karina Suwandi) agar dia membawa serta Happy tak kuasa ia tolak. Uci dan Sam sudah terbiasa hidup apa adanya. Di Rote, mereka menyatu dengan alam. Begitu pun dalam sepanjang perjalanan, mereka bisa makan dan tidur di mana saja. Berbeda dengan Happy yang manja.

Uci mampu bersikap sebagai ibu tapi pada satu titik dia hanyalah manusia biasa yang bisa kesal dan marah. Kemarahan yang wajar dari seorang ibu. Sementara Happy dan Sam juga tak melulu bandel. Ada sisi-sisi diri mereka yang menarik yang kemudian berkembang menjadi positif. Konflik klimaks berakhir dengan yang seharusnya bagaimana manusia menghargai sesamanya.

Walaupun ada hal-hal yang serba kebetulan sebagaimana film-film lain, semua peristiwa menjadi menarik untuk disimak hikmahnya dan yang serba kebetulan itu menjadi sepele hingga tak perlu diributkan. Semuanya menjadi pemanis film Kulari ke Pantai sebagaimana konflik antara Uci dan kakaknya Arya (Lukman Sardi) dan masalah Sam dengan asupan gula yang berlebih yang juga menjadi bumbu “penyedap”.

Trailer film Kulari ke Pantai

Satu hal yang saya tak mengerti hanyalah pada bagian ketika Happy tertarik dengan Baruna (Varun Tandjung). Yeah, semacam cinta monyet mungkin, ya. Tapi saya tak menemukan alasan mengapa gadis cilik seperti Happy bisa tertarik pada Baruna? Ah, tapi itu bukan hal yang penting, sih. Cinta sejati saja bisa buta, apatah lagi sekadar cinta monyet yang bisa menclok sana lalu menclok sini.

Ada selipan-selipan humor di sepanjang film Kulari ke Pantai yang membuat para penonton bisa melepas gelak namun tetap bisa memetik pelajaran dari film ini. Ada Dani (Suku Dani) – pria bule peselancar yang kental dengan logat Papuanya. Dani bisa muncul di mana-mana secara kebetulan lantas “menyanyikan” cerita dari kampungnya untuk menyampaikan pesan. Juga ada Mo Sidik – stand up comedian yang menjadi Pengejar Ombak, peselancar bertubuh tambun. Konflik antara Happy dan Sam pun sesekali memancing tawa juga.

Teman nonton bareng Kulari ke Pantai. Foto: Fanny Bungawali

Pokoknya, kesimpulan saya di awal film ini terbukti, yaitu bahwa film ini memang bagus dan highly recommended. Rugi saja kalau keindahan Indonesia beserta kearifan lokalnya tak anda saksikan dan tunjukkan pada anak anda melalui film ini. Yuk, buktikan ocehan saya ini.

Makassar, 2 Agustus 2018



Share :

10 Komentar di "Kulari ke Pantai: Ketika Traveling Berbuah Hikmah"

  1. Sepertinya film ini bagus ya, menampilkan keindahan alam Indonesia :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, salah satu keunggulan film itu seperti yang Mbak Nisa tulis.

      Delete
  2. Aku juga udah lihat trailernya, dan bagus menurutku. tapi masih belum sempat lihat dibioskop ...

    ReplyDelete
  3. Saya kok lebih penasaran pada cinta monyetnya ya, yang bisa menclak-menclok itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Weh, bukannya ada cerita cinta monyet di blogmu, Mas Djangkaru? :D

      Delete
  4. Kirana tersipu-sipu sendiri waktu adegan Happy ketemu Baruna, persis tersipu-sipunya Happy. Saya yang tepok jidat. Anak-anak jaman sekarang... 😂😂

    ReplyDelete
  5. tadi liat trailernya aja ketawa kok, pas happy dan sam berantem mulu, trutama yg soal toilet duduk hihihihi... anakku yg pertama udh seneng nonton film gini, tp kalo adiknya blm... masih suka kartun2 biasa... tapi udh agak lama film ini di jakarta... masih diputer ga yaa :(.. maklum lah mba, sejak jalanan depan rumah kena aturan ganjil genap, aku dan suami jd maleees kluar rumah hahahaha...

    ReplyDelete
  6. Aku belum nonton film ini... kabarnya bagus banget...

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^