Bandung dan Gorden dalam Kenangan Pengantin Baru

Bandung mengingatkan saya pada gorden dan masa-masa pengantin baru. Tepatnya pada tahun 2000, hampir setahun setelah nikah. Kenangan bulan madu asyik. Walau mulanya tidak menganggapnya sebagai bulan madu. Hanya sebagai refreshing dari kepenatan.

Mungkin ada yang jadi mikir, ya ... saya ini sok gaya. Dari Makassar, jauh-jauh ke Bandung buat refreshing.

Bukan dari Makassar. Waktu baru nikah, saya ikut suami tinggal di Riau karena suami kerja di sebuah BUMN di sana. Tepatnya di Minas, sebuah kota kecil yang berjarak kira-kira 30 kilometer dari Pekanbaru. Di perusahaan itu, semua pegawai tinggal di kota-kota mandiri. Letaknya di lingkungan hutan yang masih asri dan masih ada binatang buasnya. Ular, kalajengking, monyet, babi hutan, dan burung enggang adalah pemandangan biasa di sana. Suasananya sebenarnya asyik namun entah kenapa, dalam jangka waktu 3 bulan, kalau tidak ke mana-mana, rasanya mau meledak saja. Inginnya segera melancong. Ke mana saja, asal bukan di sekitar camp perusahaan. Ke Jawa adalah tujuan yang terbilang mudah karena pesawat perusahaan bisa membawa kami gratis dari Pekanbaru ke bandara Halim Perdana Kusumah. 


Ketika baru pindahan dari wisma bujangan ke rumah untuk keluarga, kami memperlengkapi peralatan rumah tangga. Yang dulunya seprei ukuran kecil, kini sudah harus punya yang lebar, untuk ukuran ranjang 2 x 2 meter bujur sangkar. Luas sekali, ya. Bisa koprol di atas ranjang. Khusus perabotan, semuanya disediakan oleh perusahaan. Ukuran ranjang yang dipinjamkan, ya 2 x 2 meter itu.

Untuk refreshing, Impian saya dan suami adalah ke Bandung. Sekaligus untuk membeli kain seprei dan gorden. Biar tidak ada samanya, gitu *gaya, ya hahaha*. Kalau belinya di Pekanbaru pasti ada samanya, deh. Ibu-ibu di camp perusahaan kan pasti pada membeli di Pekanbaru. Pilihan tokonya belum banyak pula.

Maka jadilah kami berangkat ke Bandung. Nginapnya di sebuah hotel sederhana tapi bersih di jalan Cipaganti. Jalan-jalan kali ini benar-benar asyik. Cuma berdua saja, ke tempat yang hampir tidak ada orang mengenal kami.

Agendanya ke mana saja?

Wah, saya harus berusaha keras mengingat-ingatnya. Kala itu kami tidak bawa kamera sama sekali. Telepon genggam belum punya, waktu itu harganya masih mahal sekali. Hanya orang yang sangat kaya yang bisa membelinya. Kalau mau menghubungi keluarga di Sulawesi, mesti ke wartel. Ada yang masih ingat apa itu WARTEL? Yup, WARung TELepon! Sekarang mah, wartel-wartel sudah pada almarhum karena nyaris setiap orang punya telepon genggam, mulai dari orang tua sampai anak balita.

Ini daftar tempat yang (masih saya ingat) kami kunjungi waktu itu:
  • Mendatangi tempat kos kawan sealmamater kami yang lagi studi S2 di ITB (lupa di mana letaknya).
  • Mendatangi kawan SMA suami saya yang bermukim di Bandung (tidak ingat di mana tinggalnya).
  • Mengunjungi kebun bunga di Cihideung.
  • Mengunjungi tempat industri brokat di Ujung Berung.
  • Ke toko buku. Lupa tepatnya di mana, kalau tidak salah ingat, sih di toko Gunung Agung BIP.
  • Beli kain untuk gorden dan seprei (lupa di daerah mana tokonya).
  • Beli dodol Garut (yang ini tidak boleh lupa).
Di kebun bunga, kami hanya jalan-jalan, dengan ditemani kawan dan istrinya yang sedang hamil anak sulung mereka. Di industri brokat Ujung Berung, kami membeli kenang-kenangan untuk kami dan oleh-oleh untuk keluarga di Sulawesi. Yang kami simpan untuk oleh-oleh dan masih ada sampai sekarang adalah dua lembar sajadah.

Dua sajadah brokat, kenang-kenangan dari Bandung, tahun 2000
Untuk makan, kami lebih banyak makan di luar. Kalau pas lagi di hotel, makannya di sekitar jalan Cipaganti. Lebih senang di warung-warung kecil. Waktu itu sudah banyak yang jual yoghurt bikinan sendiri. Sementara buat saya, yoghurt adalah minuman jenis baru. Di Makassar, setahu saya di masa itu yoghurt belum ada yang jual.

Lalu, bagaimana dengan kain seprei dan gordennya? Ada, dong. Saya beli dua warna kain seprei, warna krem dan hijau. Kain gorden juga jadi beli (tapi lupa di mana), gorden tipis (vitrage) berwarna krem untuk lapisan dalam dan gorden tebal berwarna hijau untuk lapisan luar. Jahitnya di tempat belinya, dikirimkan oleh mereka ke Pekanbaru beberapa hari kemudian. Kain sepreinya dijahit di Pekanbaru, ada seorang ibu – istri pegawai yang biasa menerima pesanan jahitan ibu-ibu di perusahaan itu.

Hasilnya bagaimana? Cukup puas. Seprei, oke. Tapi ... gordennya ... sedikit bermasalah. Jendelanya, ada yang salah ukur. Jadinya ada jendela yang tidak tertutup dengan baik karena kekurangan kain.

Untungnya kami menempati rumah di Minas itu tidak lama. Tak berapa lama kemudian, suami saya dipindahtugaskan ke Rumbai, wilayah di pinggiran kota Pekanbaru. Di sana ukuran rumahnya lebih besar. Ukuran jendelanya juga lebih besar. Gorden yang lama tidak bisa dipakai semua. Ada beberapa jendela yang harus dibuatkan khusus lagi. Karena sudah belajar dari pengalaman terdahulu, kali ini saya tidak muluk-muluk lagi. Gorden di rumah yang baru ini dipesan di Pekanbaru saja. Biarlah ada yang menyamai. Masak harus ke Bandung lagi.

Putra sulung saya lahir di Rumbai, pada tahun 2001. Belum seberapa lama kami menempati rumah di Rumbai, ada pemberitahuan pemindahtugasan suami saya ke Duri. Duri lebih jauh lagi dari Pekanbaru, letaknya kira-kira 90 kilometer dari Pekanbaru. Kalau pindah ke sana, berarti gorden-gorden yang kami miliki belum tentu bisa dipergunakan di sana karena rumah di sana beda lagi ukuran dan modelnya. Namun suami saya sudah bulat memutuskan hendak resign dan kembali ke Makassar. Sebagai istri yang baik, saya ikuti keinginannya. Maka kembalilah kami ke Makassar pada bulan Februari 2002 sampai saat ini.

Punya cerita tentang Bandung, masa pengantin baru, dan gorden, Kawan?

Makassar, 27 Februari 2016

Tulisan ini diikutkan dalam niaharyanto1stgiveaway : The Unforgettable Bandung



Baca juga kisah-kisah selama di rantau/pengantin baru:


Share :

37 Komentar di "Bandung dan Gorden dalam Kenangan Pengantin Baru "

  1. baca tulisan dikau mak, sm tulisn2 tmn2 yg lain soal bandung, bikin daku makin mupeng nih. blm pernah ke bandung soalnya. hiks

    ReplyDelete
  2. Kisahnya kayak orang tua ku saja kak, dulu pernah diceritain awal nikah gimana rasanya yang harus merantau jadi sanak keluarga sampe sekarang pulang kampung tidak setiap ebaran pulang, hanya kalau ada rezeki ebih baru pulang itupun kami anak-anaknya rolling yang duluan siapa

    ReplyDelete
  3. Wah beli gordennya jauh yaa, tp memang bandung kota yg indah untuk jalan2, tp blm pernah ke cihideung

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe .. alasannya dicari-cari biar bisa ke Bandung. Mumpung belum punya momongan, masih bisa honeymoon

      Delete
  4. Waah aku kira di bandung semacam hanimun gitu kak . Awet ya sajadahnyaa ^^
    Semoga menang giveawaynya yah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa, semacam hanimun juga sih hehehe. Aamiin. Makasih yaa

      Delete
  5. Koq mbak niar ga maen kerumahku sih waktu di pku.....? Rumahku kan di belakang unri... :D
    Bandung dan bogor masih jadi tempat bulan madu kami sampai saat ini mbak walaupun sekarang anak sudah 5 masih aja suka bulan madu, habisnya dulu nikahnya tidak pakai pacaran sih....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah, dulu kita pernah satu kota, ya ternyata Pak Edi :D

      Delete
  6. Mak Niarr aku jg punya kenangan khusus dg industri brokat di ujung berung.
    Pingin ikutan GAnya keburu gak ya?

    ReplyDelete
  7. Jalan2 di kota Bandung kayaknya impian semua orang.. karena udaranya yangs ejuk dan panoramanya yang indah.. Jadi kangen Bandung, terakhir ke sana tahun 2002 yg lalu dah lama banget ya.. Mungkin dah banyak perubahan yang signifikan di kota Bandung..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pastinya sudah banyal perubahan. Tahun 2000 dulu masih sejuk, katanya sih sekarang tidak sesejuk dulu

      Delete
  8. Jadi sekarang dah menetap di Makasar ya Mba? Pastinya Bandung tetap jadi kenangan ya..kenangan semasa pengantin baru tentunya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak Rita. Sekarang di Makassar. Hehehe, iya, kenangan pengantin baruan dulu.

      Delete
  9. Mba Niar, hayukk kapan kapan drai Makassar main lagi ke Bandung. Ehhm, tapi aku juga termasuk nggak sering ke Bandung sih. Hihii

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mudah2an bisa bertemu Mbak Alida, di mana pun itu :D

      Delete
  10. Gak punya cerita tentang semuanya. :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masih bisa ikutan padahal, Mbak Nisa ... misalnya ttg impian ttg Bandung, dll

      Delete
  11. Wuiih ternyata bulan madunya ke bandung..

    ReplyDelete
  12. Ehm ... asyiknya bulan madunya. Pengen ke Bandung juga. Kapan, ya ...? :)

    ReplyDelete
  13. duh aku jadi ingin punya masa perjuangan deh hehehe

    ReplyDelete
  14. jadi teringat masa2 kuliah dulu

    ReplyDelete
  15. wah kenangan yang sudah lama dan berkesan bagi mbak

    ReplyDelete
  16. kata orang sich..kalo di bandung itu, makan di warung lebih hemat daripada masak sendiri di rumah....he he
    keep happy blogging always...selamat berlomba yaaa...salam dari banjarbaru - makassar :-)

    ReplyDelete
  17. Waah punya ide ya Mbak, untuk membeli sprei dan kain gorden di Bandung, yang jauh dari halaman rumah..hehee,

    ReplyDelete
  18. wah niat bgt mba, belanja sampai ke bandung... keren!

    ReplyDelete
  19. asik ya ka niar bisa bulan madu ke bandung, romantisss

    ReplyDelete
  20. Wah... jauh ya beli gordennya. Hehehehe... Makasih MakNiar udah ikutan GA saya.:)

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^