Inspirasi dari Timur: Rumah Tunggu Penyelamat dan Wisata Eksotis

Tulisan ini merupakan tulisan ke-4, catatan saya selama mengikuti Festival Forum KTI tanggal 17 – 18 November lalu. Silakan baca tulisan pertama, kedua, dan ketiganya: Graphic Recorder, Profesi Kreatif Keren Abad Ini, KTI, Masa Depan Indonesia, dan Pengelolaan Air dan Penanggulangan Bencana di Kaki Rinjani.

Rumah Tunggu, Penyelamat Ibu dan Bayi


Dr. Juliana Chatrina Ratuanak tampil berikutnya. Dr. Jul menceritakan kisah sebelum tahun 2007, saat banyak ibu yang hamil besar terpaksa memilih mati jika problema kehamilan/persalinannya tak teratasi di desanya.


Sebagai sebuah provinsi kepulauan, 90 persen wilayah Maluku adalah lautan dan 559 kepulauan. Dengan kondisi geografis seperti ini, masyarakat di kepulauan Maluku sangat mengandalkan transportasi laut sebagai penghubung utama dan bahkan satu-satunya bagi kebanyakan pulau kecil di sana. Ditambah kondisi cuaca yang tidak menentu, akses untuk memenuhi pelayanan dasar publik, termasuk pelayanan kesehatan, menjadi tantangan tersendiri[1].

Dr. Juliana Chatrina Ratuanak
Laut di sekeliling daerah kepulauan Wuarlabobar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat[2] pada waktu-waktu tertentu ketinggian ombaknya bisa mencapai 3 – 5 meter. Menyeberanginya, dari pulau-pulau kecil menuju ibukota kabupaten: Saumlaki di pulau Yamdena menjadi tantangan besar.

Ibu hamil dengan komplikasi yang tidak bisa ditangani di kampung, lebih memilih mati di kampung sendiri daripada mati di laut atau mati di Saumlaki. Mengongkosi jenazah kembali ke kampung halaman berat dirasakan. Demikian pula jika berhasil melahirkan dengan selamat di Saumlaki, biaya untuk memulangkan ibu dan bayinya tidak sedikit.

Selain itu ada tantangan besar yang dihadapi dalam menangani ibu melahirkan, yaitu tingginya angka kematian ibu dan bayi. Penyebabnya adalah 3 hal berikut[3]:
  1. Terlambat dirujuk. Seperti yang sudah saya tulis di atas, ini karena kendala transportasi yang mahal dan kondisi cuaca yang tak bersahabat. Saat musim barat tiba, semua alat transportasi (bahkan kapal besi) tak dapat digunakan.
  2. Dominasi tradisi dan biyang (dukun beranak). Kepercayaan masyarakat pada biyang tinggi karena kurangnya tenaga kesehatan yang tersedia. Dalam menangani kelahiran, biyang tak memperhatikan sterilisasi alat-alat. Kadang mereka mencoba memasukkan tangan mereka ke dalam rahim tanpa sarung tangan steril sehingga memicu terjadinya infeksi pada ibu.
  3. Distribusi logistik yang tidak teratur. Keluar dari pulau tempat tinggal berarti harus memikirkan logistik. Apalagi kalau tak ada keluarga di kota kabupaten. Logistik juga menyangkut biaya yang tak sedikit.

Video Rumah Tunggu (di-upload oleh BaKTI)

Masalah kemudian teratasi pada tahun 2007 dengan diadakannya Rumah Tunggu. Rumah Tunggu adalah rumah masyarakat yang disiapkan khusus untuk ibu-ibu yang (kehamilan/persalinannya) berisiko tinggi dari pulau-pulau.

“Tujuh hari sebelumnya si ibu didatangkan ke Rumah Tunggu. Dia berada di sana hingga 7 hari setelah melahirkan,” pungkas Dr. Jul.

Kalau perlu tindakan operasi, dengan menggunakan pendekatan Gugus Pulau, ibu tak perlu dibawa ke ibukota kabupaten, cukup ke puskesmas yang sudah ditunjuk. Rumah Tunggu dipilih di antara rumah warga berdasarkan kriteria tertentu.

Dengan demikian angka kematian ibu yang sebelumnya tinggi (di atas 20%), berhasil ditekan hingga menjadi 0. Rumah Tunggu kini sudah direplikasi di mana-mana dan berhasil menurunkan angka kematian ibu (di daerah tempat diterapkannya).

Wisata ke Daerah Timur Nan Eksotis


Abdul Malik, co founder Kakaban Tour and Travel menjadi inspirator berikutnya. Dia menceritakan tentang kisah sukses perusahaannya menarik turis ke wilayah KTI, ke daerah yang masih bisa disebut “perawan” karena masih sangat terpelihara sebab jarang dikunjungi manusia.

Di belakang Abdul Malik, diperlihatkan gambar Ternate
Apa alasannya? Abdul Malik mengatakan, “Karena Indonesia timur penduduknya masih kurangtapi alamnya masih terjaga dan lebih banyak wisatawan mancanegara yang tertarik ke Indonesia timur ketimbang orang Indonesia sendiri.”

Foto-foto yang disebar di media sosial menjadikannya viral untuk Kakaban Tour and Travel. Menyelam di antara terumbu karang yang indah, menikmati matahari terbit dan tenggelam, menikmati liburan di kapal phinisi, tidur di bawah hamparan bintang saat menjelajahi bukit dan pantai di pelosok Indonesia menjadi tren baru wisata di antara profesional muda Indonesia.

Gambar Halmahera di latar belakang
Kakaban Tour and Travel memiliki kantor pusat di Balikpapan (Kalimantan Timur) dan kantor cabang di Jakarta. Kakaban melibatkan masyarakat setempat. Di antaranya dengan menjadikan rumah mereka sebagai home stay dan menjadikan mereka tour guide. Bagaimana keadaan lokasi tujuan dan home stay, dikabarkan lebih dulu sebelum perserta berangkat. Jadi sudah harus bersiap jika misalnya home stay yang ditempati nanti tak memiliki kamar mandi. Kepada peserta tour, senantiasa dipesankan untuk menjaga lingkungan misalnya dengan membawa sendiri tempat minum dan tidak buang sampah sembarangan.

Makassar, 24 November 2015

Bersambung

Silakan dibaca tulisan-tulisan sebelumnya:



Catatan kaki:


[1] http://www.kompasiana.com/yayasanbakti/rumah-tunggu-secercah-harapan-untuk-ibu-hamil_552e4f046ea834e5418b4592
[2] Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), luasnya 53.521 km2 dengan 88% wilayah laut. Kabupaten MTB berada di antara Laut Banda dan Laut Arafura sehingga transportasi laut bagi ±105 ribu masyarakat di 57 pulaunya sangat bergantung pada musim dan perubahannya. Sumber: sama dengan catatan kaki nomor 1.


[3] Sumber: buku Rumah Tunggu untuk Kehidupan Ibu dan Anak yang Lebih Berharga (Yayasan BaKTI, 2014).


Share :

6 Komentar di "Inspirasi dari Timur: Rumah Tunggu Penyelamat dan Wisata Eksotis"

  1. Miris bagi para ibu yang mau melahirkan .... Apalagi bagi tempat yang jauh dari kabupaten. Untungnya sekarang sudah ada rumah tunggu. Hiks, pingin ke sana liat pemandangan yang luar biasa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya yah .. kebayang kesulitannya kayak apa. Saya juga pernah dua kali mengalami kesulitan saat persalinan, untungnya melahirkannya di rumah bersalin yang peralatannya lengkap, dokter kandungannya ada, bidannya pun sigap. Kalau tidak ... kebayang seperti apa .... untung sudah ada Rumah Tunggu jadi ada solusi dan angka kematian ibu dan bayi berhasil ditekan :)

      Delete
  2. Kakaban itu jika di Berau Kaltim nama kepualuan Derawan Bu. Memang tempat wisata yang mengasyikkan. Jika kantor pusat di Balikpapan, deket kantor saya dong.

    ReplyDelete
  3. oooh jadi operasi juga bisa di rumah tunggu ya? fasilitaasnya gimana? apa memadai? beruntung ya bagi kita yg akses ke layanan kesehatannya mudah

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah, kehadiran rumah tunggu bnr2 bagaikan bunga harapan bagi ibu2 hamil yg tinggal di daerah terpencil ya mak

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^