Diskusi Inspirasi BaKTI Merawat Semangat Perjuangan Perempuan (2)

 Lanjutan dari tulisan sebelumnya, tulisan ini merupakan tulisan ke-4

Rasa minder yang sempat muncul berhasil saya tepis. Sepertinya karena sudah latihan melalui beberapa talkshow sebelum ini. Kebiasaan menulis juga membantu memperlancar kemampuan saya berbicara di depan orang banyak. Empat tahun lalu, saya tidak bisa seperti ini. Saya gampang blank dan penggugup luar biasa, sampai berkeringat dingin kalau harus berbicara dengan orang lain dalam rangka menyampaikan pendapat.

Well, saya mungkin ge-er ya menganggap diri bisa menjadi duta tak resmi untuk Makassar. Tapi saya bisa menceritakan beberapa pengalaman saya. Saya beberapa kali menuliskan tentang bagaimana orang di luar Makassar/Indonesia Timur menganggap orang Makassar sebagai orang-orang yang kasar. Bukan hanya saya yang bilang, saya mendapatkan dari beberapa sumber kalau salah satu pembuat kesalahannya adalah media main stream. Maka saya pikir blog adalah sarana yang tepat untuk mengenalkan kepada dunia, seperti apa Makassar di luar berita-berita mengerikan yang terjadi.

Saya pernah menuliskan di Kompasiana, tepatnya di tulisan berjudul Saya Ingin Perbaikan #IwantItNow. Isinya adalah mengenai salah satu alasan mengapa saya menulis, yaitu untuk meluruskan pemahaman orang-orang di luar Indonesia Timur mengenai Makassar. Di situ saya bercerita tentang ibu saya ketika dalam perjalanan di pulau lain, ada yang menanyakan, “Tidak takut tinggal di Makassar?” Ada juga cerita tentang ibu seorang kawan yang dalam perjalanan menuju Makassar, di atas pesawat mendapati seorang pemuda berwajah tegang. Tegang karena ketakutan sendiri harus menetap di Makassar - sebuah kota yang terkenal "kasar" untuk sebuah pekerjaan. Ada beberapa tulisan lain di blog ini yang mirip, juga tulisan-tulisan lain yang positif tentang Makassar dan Sulawesi yang bisa dibaca di sini.  

Foto: Abby Onety
Beberapa pembaca mengakui kalau image mereka tentang Makassar, sama seperti yang mereka lihat di layar kaca – bahwa Makassar itu kasar dan ada yang mengaku image itu berubah setelah membaca tulisan-tulisan saya.

Tulisan yang di Kompasiana itu sempat di-banned (tidak diizinkan tayang) oleh admin Kompasiana, tanpa penjelasan. Saya lalu membuat status dan me-mention pendiri Kompasiana. Saya tidak pernah tahu apa yang salah dengan tulisan itu sampai kemudian, lagi-lagi tanpa penjelasan tulisan itu dilepas kembali (diizinkan tayang). Apakah tulisan itu dianggap menyinggung isu SARA? Entahlah. Menurut saya sih tidak. Karena saya menceritakan apa adanya yang terjadi selama ini tanpa menjelek-jelekkan pihak tertentu. Dengan demikian, adik-adik mahasiswa yang merantau keluar Sulawesi bisa tahu kalau perjuangan mereka di luar sana akan jauh lebih berat karena image jelek yang sudah terlanjur melekat.

Selain itu, saya juga menceritakan pengalaman saya bahwa menulis bisa menggerakkan. Beberapa tulisan saya mengenai 2 panti asuhan alhamdulillah telah menggerakkan hati sejumlah orang untuk memberikan bantuan, dari Makassar, pulau Jawa, bahkan dari luar negeri. Kisah-kisah tentang panti asuhan bisa dibaca di sini. Oya, di samping menulis tentang panti asuhan, saya juga menulis tentang orang-orang tulus yang selama ini aktif dalam gerakan sosial. Tentang mereka bisa dibaca di sini.

Beberapa tulisan saya tentang media, ada di kategori Mengomentari Media, tulisan
terakhir diakses 1.573 kali
Menulis adalah cara yang elegan dalam mengkritik – begitu anggapan saya. Saya pernah mengkritik Uya Kuya yang membiarkan Cinta - putrinya membongkar masalah pribadi (asmara) Raffi Ahmad dengan cara menghipnotisnya pada segmen anak-anak di sebuah stasiun tivi. Saya membuat tulisan berjudul Mengumbar Rahasia Pribadi Seseorang di Televisi dalam Siaran Langsung Adalah BULLY! Tulisan itu saya twit ke akun Uya dan mendapat tanggapan via DM (direct message) Twitter. Kami berdiskusi. Saya berharap diskusi itu menjadi bahan renungan bagi Uya karena saya yakin Uya dan istrinya orang baik. Saya kira sejak saat itu Cinta tak pernah lagi mengobok-obok masalah cinta orang dewasa dengan cara menghipnotisnya.

Langkah seperti di atas saya anggap sebagai Menjadi Nyamuk yang Mengganggu Monster Raksasa. Selain saya, beberapa teman juga tergerak menyebarkan tulisan itu, termasuk meneruskannya ke akun Twitter Uya, alhasil tulisan saya dibaca lebih 1.000 kali.


Makassar, 8 Mei 2015

Bersambung

Share :

0 Response to "Diskusi Inspirasi BaKTI Merawat Semangat Perjuangan Perempuan (2)"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^