Ibu, Sekolah Pertama yang Harus Sadar dan Pintar

Ibu, Sekolah Pertama yang Harus Sadar dan Pintar – Kenapa Anda punya anak? Apakah setiap anak Anda merupakan anak yang benar-benar Anda nantikan dan inginkan? – inilah pertanyaan pokok dari  sederetan pertanyaan yang dilemparkan Mbak Isti Budhi Setiawati, narasumber Pelatihan Ibu Penggerak Sidina hari ke-3.

Ibu Madrasah Pertama

Kenapa (Mau) Punya Anak?

 

“Pertanyaan untuk anak pertama, ya,” tegas Mbak Isti pada pelatihan yang berlangsung tanggal 8 Mei lalu melalui Zoom Cloud Meetings itu.

Rentetan pertanyaan Mbak Isti sebelum ini saja sudah membuat saya terkesiap dan merasa campur-aduk. Tiba di pertanyaan itu, makin campur aduk rasanya.

Baca juga: Mulanya Aku, Kamu, Lalu Ada Kita

Saya  mengingat kembali masa 25-26 tahun lalu ketika hamil anak sulung. Apakah saya punya alasan kuat dan mulia untuk mendapatkannya? Jujur, tidak ada. Saat itu saya disibukkan dengan menata perasaan akibat pertanyaan orang-orang yang seperti ini: sudah hamil? Lalu saat dijawab dengan kata “belum”, muncul lagi pertanyaan: kenapa belum hamil?

Makanya saat perjuangan “dua garis” tiba di ujung penantian dan rahim saya membesar seiring waktu hingga melahirkan, rasa bahagia pun timbul tanpa menyadari perlu memaknai keberadaaannya.

Sebenarnya seiring waktu, terbentuk bayangan seharusnya sosok bagaimana yang terbentuk dari anak—anak yang lahir dari rahim saya. Dalam setiap doa, teruntai harapan akan seperti apa mereka nantinya namun saya belum pernah membahasakan dengan spesifik pemaknaan keberadaan mereka.

Mbak Isti sering bertemu ibu yang berharap anak menjadi “sesuatu” tetapi tidak melakukan hal yang inline. Padahal seharusnya ketika “berharap” saja maka ibu harus sinkron melakukan sesuatu pula. Kalau tak sinkron maka tak selaras hasilnya.

Dari semua pertanyaan di awal presentasi, refleksikan apakah sudah inline atau belum sampai pada pertanyaan inti Mbak Isti tadi: KENAPA PUNYA ANAK? “Apakah setiap anak benar-benar merupakan anak yang Anda nanti dan inginkan?” tanya Mbak Isti.

 

Sekolah Pertama Pegang Kendali

 

“Yang pertama mungkin bukan  yang utama tapi yang pertama itu harus ada,” ucap Mbak Isti lagi.

Sepanjang materi, Mbak Isti banyak melemparkan pertanyaan WHY dan WHAT untuk dijawab para peserta. Jujur saja, saya merasa teraduk-aduk karena saya belum menjawabnya secara spesifik dan serius meskipun beberapa pertanyaan sudah pernah terlintas dan coba saya telaah jawabannya.

Seperti ini contoh pertanyaan yang harus bisa dijawab sendiri, disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing ibu dan keluarga:

Apa definisi sehat dan apa definisi selamat menurut orang tua? Menurut ayah? Menurut ibu? Menurut anak?

Apa definisi produktif menurut orang tua? Menurut ayah? Menurut ibu? Menurut anak?

Nilai-nilai budaya yang mana yang mau diturunkan ke anak-anak? Menurut orang tua? Menurut ayah? Menurut ibu? Menurut anak?

Hubungan sehat itu yang bagaimana? menurut orang tua? Menurut ayah? Menurut ibu? Menurut anak?

Hubungan berkualitas itu yang bagaimana? menurut orang tua? Menurut ayah? Menurut ibu? Menurut anak?

Pusing gak, tuh? 😳

Awal materi awal Mbak Isti menekankan pentingnya menjadi orang tua yang MEMILIKI KESADARAN. IQ, EQ, dan ESQ adalah “modal” ibu dalam membersamai anak. KESEPAKATAN yang dibuat bersama suami haruslah dibuat dengan SADAR dan paham KONSEKUENSINYA. Tak paham konsekuensi? Cari tahu, belajar, tidak ada cara lain.


Pelatihan Ibu Penggerak Sidina

“Kalau kita TAHU dan PAHAM, orang mau ngapain aja, Anda keukeh. Siapa yang pernah dikasih tahu Google Maps lewat sini tapi Anda keukeuh lewat jalan lain karena Anda tahu persis jalannya?” tanya Mbak Isti.

Nah, demikian contoh orang yang TAHU dan PAHAM. Tidak mudah dipengaruhi orang lain.

Baca juga: Kesiapan Berkeluarga Menuju Kata Bahagia

Selain itu, dalam membuat keputusan, harus menyadari juga kita tidak bisa mendapatkan semuanya. Pasti ada KONSEKUENSI atau RISIKOnya. Jangan sampai di belakang hari menyalahkan pihak lain kalau ada apa-apa (terkait risiko). “Itu namanya TIDAK SADAR,” tandas Mbak Isti.

Pada akhir materi hari ketiga Pelatihan Ibu Penggerak Sidina (PIPS) 2025 yang berlangsung pada pagi hari  tanggal 8 Mei lalu, Mbak Isti memberikan closing statement-nya:

“Ibu yang PINTAR itu PREVILEGE buat anak. Mewujudkan tagar #BerawaldariKeluarga maka mari jadi ibu yang PINTAR dan SADAR untuk anak-anak kita. SADAR itu artinya kita PAHAM kelebihan dan kekurangan dan kita siap menghadapi KONSEKUENSINYA. Walaupun ketika menghadapi kita butuh pegangan kanan-kiri tetapi tetap menghadapi, TIDAK ADA opsi untuk lari, menghindar, atau berhenti. Yang ada OPSI untuk JALAN walaupun dengan terseok.”  

Makassar, 26 Mei 2025

Jika Anda ingin tahu tentang PIPS (Pelatihan Ibu Penggerak Sidina) dan berminat untuk ikut – barangkali saja akan ada batch berikutnya, atau ingin tahu materi-materi lain yang tak kalah menariknya, silakan pantau terus akun IG @sidina.community. Mengenai Sidina Community bisa dibaca di link https://sidinacorp.com/tentang-sidina-corp/.




Share :

2 Komentar di "Ibu, Sekolah Pertama yang Harus Sadar dan Pintar"

  1. urain yang menarik
    Kehadiran anak harus disambut dengan ceria dan penuh harapan
    Kan banyak kini para istri maupun suami, jika istri hamil bukan senang justru sedih, kok bisa hamil seh,aduh kan aku belum siap. Kenapa bisa kebobolan?
    Nah jika anak gedenya terus merepotkan orang tua, bisa jadi karena sewaktu kelahirannya tidak diharapkan

    ReplyDelete
  2. Baca ini kayak diingatkan bahwa jadi orang tua itu bukan sekadar punya anak lalu urus aja sesuai insting. 😅
    Banyak banget hal yang harus dipikirin sebelum, saat, dan setelah menjadi orang tua. Apalagi pertanyaan “Kenapa punya anak?". Jujur aja, kalau ditanya kayak gitu, bisa bikin kita merenung panjang.

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^